"Selamat pagi, Pak Dokter," sapa seorang resepsionis yang berjaga di dekat pintu masuk UGD.
Seperti biasa, Dava hanya mengangguk sembari tersenyum ramah sebagai balasan. Hari ini, Dava masuk pagi setelah tadi dirinya mengantar Alika pulang, ia pun langsung menuju rumah sakit untuk memulai tugasnya.
Sampai di depan ruangan, tangan Dava langsung bergerak membuka pintu ruangannya. Saat pintu terbuka, kedua mata Dava melebar melihat bunga beserta potnya ada di atas meja kerjanya. Ia mengurungkan niatnya untuk masuk, ia memutar badannya dan menuju ruangan Aldi yang berada di depan ruangannya.
"Al!" panggil Dava saat telah membuka pintu ruangan Aldi
Aldi mengalihkan pandangannya, dari layar laptop ke Dava yang berdiri di ambang pintu. "Ada apa, dok?" tanyanya
"Itu di meja saya kenapa ada bunga, ya? Kamu tau siapa yang naroh?"
Aldi menggelengkan kepala. "Saya gak tau, dok. Saya juga baru datang ini," jawabnya
Dava cuma mengangguk, lalu, menutup kembali pintu ruangan Aldi dan ia kembali masuk ke dalam ruangannya. Sampai di samping meja, tangannya bergerak mengambil pot berukuran sedang itu, kemudian ia kembali berjalan keluar ruangan dan masuk lagi ke dalam ruangan Aldi.
Tanpa izin, Dava menaruh pot bunga itu di atas meja kerja Aldi, membuat sang empu membelalakkan mata.
"Buat kamu aja," kata Dava
Alih-alih membalas ucapan Dava, Aldi malah terbahak di tempatnya sembari memandangi pot bunga yang ada di atas mejanya itu.
"Apanya yang lucu?" tanya Dava bingung
Aldi berusaha menghentikan tawanya secara teratur. "Baru kali ini, saya dapat orang ngirim bunga gak aesthetic banget. Saya pikir tadi, dokter Dava di kirimin buket bunga. Eh ... ternyata bunga kaktus sama pot-potnya lagi," jawab Aldi yang kembali tertawa.
"Awas, duri kaktusnya masuk ke mulut." Kemudian Dava kembali ke ruangannya, meninggalkan Aldi yang masih terbahak.
Dava menggelengkan kepala pelan, saat ini dirinya sudah duduk di kursi kebesarannya.
Ada-ada saja kelakuan orang di luar sana sampai niat mengirim bunga kaktus untuknya, pikir Dava.
Daripada memikirkan tentang kiriman bunga kaktus yang entah dari siapa, Dava memilih untuk membaca isi map yang masih tertumpuk di atas mejanya. Itu jauh lebih penting, dari bunga tadi.
Tak terasa, jam di dinding ruangan Dava sudah menunjukkan pukul sepuluh, yang bertepatan dengan munculnya Aldi di dalam ruangan Dava.
Dava yang merasakan kehadiran asistennya mendongak, lalu, ia melirik jam yang ada di pergelangan tangannya. "Loh, ini masih jam sepuluh, katanya operasi jam sebelas," ucap Dava, karena tadi memang dia sempat bertanya kepada Aldi tentang jadwal hari ini, dan kata Aldi operasi pertama mereka akan di mulai pukul sebelas.
"Saya kesini, bukan untuk manggil dokter ke ruang operasi," kata Aldi
"Terus?"
Aldi menggaruk tengkuknya yang jelas tidak gatal. "Ada yang mau ketemu sama dokter," ungkapnya
Dava mengerutkan keningnya. "Siapa?"
"Ga—" Ucapan Aldi dipotong oleh seorang gadis yang tiba-tiba saja membuka pintu ruangan Dava.
"Halo, dokter ganteng ...." Mendengar itu, refleks keduanya menoleh ke arah pintu ruangan.
"Heh! Kan, tadi saya bilang kamu gak boleh masuk dulu," ujar Aldi
"Lama banget, keburu saya balik ke kampus lagi, nih."
"Ya udah sana! Mending, kamu ngampus aja dulu, kapan-kapan deh kesini lagi, dokter Dava juga mau siap-siap buat operasi pasien."
"Gak bisa, karena ini penting."
Perdebatan Aldi dan juga gadis itu masih terus berlanjut. Dava yang duduk di kursinya hanya diam, menikmati tontonan gratis dari keduanya.
Hampir setengah jam, mereka berdua belum juga usai, membuat Dava jengah. Akhirnya, ia pun membuka suara. "Sudah, biarkan saja, Al! Kamu bisa kembali ke ruangan," titah Dava
"Tuh, denger! Sana, hush hush!" Gadis itu mengayunkan tangannya, sebagaimana orang yang tengah mengusir sesuatu.
Andai tidak mengingat dirinya sedang di rumah sakit, sudah Aldi pastikan gadis tengil itu akan berada di balik papan sekarang.
Setelah Aldi keluar, gadis itu langsung duduk di kursi yang ada dihadapan Dava.
"Ada apa, ya?" tanya Dava to the point.
"Dokter ganteng, kenalan dulu yuk!" Gadis itu mengulurkan tangannya. "Nama lengkap saya, Aqila Zahra Suardi, nama panggilan saya Qila, tapi, kalau dokter ganteng mau manggil sayang, beb, cinta, gak papa, kok," ucapnya.
Sebenarnya, Dava sangat ingin menolak uluran tangan itu. Tapi, ia harus tetap bersikap baik, juga ramah tanpa memilih. "Dava," ucapnya singkat sembari membalas uluran tangan Qila.
Saat Dava ingin melepas tangannya, Qila malah semakin memperkuat genggamannya, membuat Dava merasa risih, ditambah melihat senyuman Qila yang menurut Dava tidak ada manis-manisnya.
"Bisa lepas tangan saya?"
Qila menggeleng. "Kalau ditanya gitu, jelas saya bilang enggak, dong," jawabnya
Mau tak mau, Dava harus sedikit kasar dengan gadis itu. Ia menarik paksa tangannya agar bisa terlepas dari genggaman Qila.
"Sekali lagi, saya tanya. Ada perlu apa?" tanya Dava
"Saya kesini, mau berterimakasih sama dokter ganteng," jawab Qila
"Terimakasih?"
Qila mengangguk. "Karena, dokter ganteng udah periksa saya semalam, dan setelah itu saya langsung sembuh," jawabnya.
"Semalam?" gumam Dava, sembari memutar otaknya mengingat kejadian semalam.
Ah iya! Kini, Dava mengingat wajah itu. Dia adalah anak dari wanita semalam yang terus memaksanya untuk berada di samping anaknya. Oh .... ternyata namanya Qila, kata Dava dalam hati.
"Dokter ganteng, ingat gak sama saya?"
Dava mengangguk. "Iya, dan ucapan terimakasih kamu sudah saya terima. Sekarang, kamu boleh keluar dari ruangan saya, ka—"
Qila langsung memotong ucapan Dava. "Belum, dokter ganteng belum terima ucapan terimakasih saya, dengan sepenuh hati, jiwa dan raga," ucapnya
"Saya sudah terima, kok."
"Dokter ganteng bohong, buktinya bunga pemberian saya tadi pagi, gak ada disini. Pasti, udah dokter buang kan?"
Dava membelalakkan matanya. Ternyata, kaktus yang berada dalam pot itu pemberian dari gadis aneh ini?
"Tidak, saya tidak membuangnya. Saya, simpan di tempat yang lebih aman saja," ucap Dava
Qila mengangguk-anggukan kepalanya. "Dokter ganteng, jaga baik-baik bunga itu, ya? Rawat dia dengan penuh kasih sayang," pintanya
Dalam hati Dava berujar, "bunga apaan."
"Iya," ucap Dava.
Pintu terbuka, dan menampakkan sosok Aldi disana. "Hey bocah! Sekarang kamu keluar sana, dokter Dava mau kerja," ucap Aldi
"Santai, dong!" Qila kembali menoleh ke Dava. "Semangat kerjanya, dokter ganteng. I love you~" Kemudian Qila bangkit dari duduknya, dan berjalan keluar dari ruangan Dava.
Dava yang masih duduk hanya bisa menggelengkan kepala, melihat tingkah gadis aneh itu, yang entah mengapa tingkahnya hampir sama dengan sepupunya, Alika.
"Kenapa gak dibalas, dok?" tanya Aldi
"Apa?" Dava balik tanya
"Itu, tadi dia bilang i love you, kenapa gak dokter balas i love you too." Aldi mengucapkan kalimat itu, dengan berusaha menahan tawanya.
"Najis," kata Dava ketus.
"Jangan gitu, dok. Hati-hati, berjodoh."
°°°°°-----°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Cinta
Fiksi RemajaMenjadi seorang dokter spesialis bedah, jelas menjadi keinginan Dava. Tapi, bertemu dengan pasien aneh, dan super nyebelin jelas tidak masuk dalam daftar keinginannya. Namun, sepertinya Tuhan sedang menguji kesabaran Dava. Setelah kejadian, dimana d...