DC-17

133 8 2
                                    

"DAVA PULAANGG ...."

Ini sudah menjadi hari ketujuh semenjak Dava yang menarik Qila, di saat itu Dava memberikan peringatan kepada Qila untuk tidak ke rumah sakit lagi, dan gadis itu benar-benar menurut. Selama seminggu, Dava merasa damai karena tidak ada lagi gangguan dari gadis itu.

Di hari ini, Dava masuk pagi. Jadi, ia sudah pulang di sorenya.

Ketika dirinya sampai di ruang keluarga, ternyata di sana tak hanya ada kedua orangtuanya. Tapi, ada kedua orangtua Alika, dan tentu ada Alika. Mereka berlima melotot saat melihat Dava.

"Kenapa matanya gitu semua?"

"Gita gitu, gita gitu. Bukannya minta maaf, itu suara kamu bikin sakit di telinga," gerutu Aditya

"Yee ... enak aja. Suara Dava itu merdu," protes Dava

"Iya merdu, merusak dunia," sindir Alika

Dava menoleh pada gadis itu. "Eh? Ada bocah toh ternyata, maaf Abang gak lihat. Kamu kecil banget, sih."

Alika hanya memutar bola matanya. Ia tau kalau di dalam ucapan itu mengandung unsur mengejek dirinya.

"Ini, kok tumben pada ngumpul? Ada apa?"

Rudi, Ayah Alika berdeham. "Karena udah ada Dava, jadi kita mulai aja ya?"

Mereka mengangguk. "Duduk dulu, Dav!" titah Ros

Dava pun duduk di samping Alika. Ia berbisik pada gadis itu, "Ini ada apa, sih?"

"Gak denger." Alika ketus

Dava mendorong pelan kepala gadis itu. "Di tanya baik-baik juga," ucapnya

"Dava?" panggil Yana, Ibu Alika.

"Iya, Tan?"

"Umur kamu udah mau tiga puluh, ya?"

Perasaan Dava tiba-tiba merasa tidak enak. Biasanya, kalau keluarganya sudah mempertanyakan masalah umurnya pasti berujung ke statusnya.

"Iya, Tan."

Yana manggut-manggut. "Kamu gak ada niat untuk nikah?"

Nah kan. Dugaan Dava benar, pasti ujung-ujungnya pertanyaan intinya tertuju disitu.

"Masalah niat, pasti ada, Tan. Siapa sih yang gak mau nikah." Dava lanjut, "Tapi, kalau untuk saat ini Dava belum bisa, karena belum nemuin yang tepat."

"Nah, pas banget. Di sini, kita mau jodohin kamu sama a—"

"HA?!" Semua terkejut, karena Dava yang langsung menyangga ucapan Rudi dengan berteriak.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Ros

Dava tidak mengindahkan Ibunya. Tatapannya masih tetap tertuju pada kedua orangtua Alika.

"Om Rudi, sama Tante Yana mau jodohin Dava sama Alika?! Enggak, Dava enggak mau. Dava gak setuju!"

Orangtua Dava, orangtua Alika, dan Alika, mereka semua mengerutkan kening, tak paham apa yang dimaksud dari Dava.

"Lo kenapa dah?" tanya Alika

Dava menoleh pada gadis itu. "Gue? Kenapa?" Dava lanjut, "Gue lagi kaget, gila. Gue gak mau dijodohin sama lo. Emang lo mau? Ah, ayolah Al, jangan kayak gini! Gue gak suka sama lo, gue udah nganggep lo Adek selama ini. Apa, karena kebaikan gue jadi lo baper?"

Alika melotot tak terima. Lalu, melempar bantal sofa yang ada di pangkuannya ke wajah Dava.

"Enak banget lo, ngatain gue baper. Gue gak ada baper sama lo, ya!" ketus Alika

"Terus? Gak mungkin orangtua lo tiba-tiba mau jodohin kita, kalau bukan karena lo yang minta."

Kali ini, Alika memukul pundak Dava keras, membuat pria itu mengadu kesakitan.

"HEH!!! SIAPA JUGA YANG MAU JODOHIN LO SAMA GUE, HAH?!"

Refleks, Dava menutup telinganya. "Lah, itu tadi Om Rudi yang ngomong."

"Emang ada dia sebut nama gue?!"

Dava menggelengkan kepala. "Tapi, dia udah ngomong 'jodohin sama a', pasti a itu, ya, Alika."

"Itu Ayah gue belum selesai ngomongnya, sarpudiiinnn! Lo main nyelutuk aja."

"Iya, Dav. Maksud Om tadi, anak teman bisnis Om sama Papa kamu. Bukan Alika," timpal Rudi

Mendengar itu, membuat Dava jadi salah tingkah sendiri di tempatnya. Ia merutuki dirinya, yang terlalu cepat menyimpulkan sesuatu sebelum mendengar secara keseluruhan.

Mereka yang ada di sana, menggelengkan kepala memandangi Dava.

"Jadi orang jangan kepedean banget dong! Gue juga ogah kali, nikah sama om-om kayak lo," sindir Alika

"Heh! Gue masih muda."

"Ohya? Masa? Dengan umur yang udah mau kepala tiga, itu masih bisa dibilang muda?"

Emosi Dava tersentil. Ia orang yang paling tidak terima, jika ada yang mengatakan kalau ia ini sudah tua, kalau ia sudah seperti om-om. Padahal bagi Dava, usia segitu belum termasuk tua, wajahnya pun masih sangat muda dan tampan. Tak ada keriputan yang membuatnya seakan menua.

"Masih, menurut gue itu masih muda."

"Mending, lo nikah cepet! Sebelum lo mati."

Kalau tadi, Alika yang memukul Dava. Sekarang gantian, Dava yang memukul Alika, namun tidak sekeras gadis itu.

"Lo kalau ngomong disaring dulu, dong!"

"Udah gue saring pakai alat paling steril. Terus, kalimat itu yang terpilih di otak gue, jadi itu juga yang keluar dari mulut gue yang tugasnya menyalurkan isi otak."

Aditya dan Rudi berdeham bersamaan. Membuat kedua anak mereka menghentikan perdebatan mereka.

"Kalian ini, kapan sih bisa akur?" tanya Yana

"Kapan-kapan." Keduanya menjawab bersamaan

Yana menghela napasnya. "Kamu juga, Al. Harusnya jaga sikap sama omongan, toh, dia lebih dewasa dari kamu."

"Tuh, denger!" sindir Dava

"Bukan dewasa, tapi TUA." Alika sengaja meninggikan suaranya di kata terakhir.

"Udah-udah!" Lerai Aditya, "Capek telinga Papa, denger kalian ribut gak ada ujungnya."

"Kita kembali ke topik awal," timpal Rudi. "Jadi, gimana Dav?"

Dava mengernyit. "Apanya, Om?"

"Itu, soal perjodohan kamu."

"Oh itu. Dava gak mau, biarin Dava yang nyari sendiri jodoh Dava, Om. Dava gak mau nikah lewat perjodohan."

"Tapi, Dav. Kalau nunggu kamu yang nyari sendiri, itu lama banget. Mama udah gak sabar timang cucu," ucap Ros

Dava menghela napas, dan menyandarkan tubuhnya di sofa. Ia memejamkan matanya, sembari mengurut pelipisnya, tiba-tiba kepalanya menjadi pening karena pembahasan ini.

Ia tidak mau dijodohkan dengan siapapun. Mau wanita itu, cantik seperti apapun, mau dia kaya, tetap Dava tidak akan pernah mau dengannya kalau mereka bersatu melalui jalur perjodohan. Dava mau, ia berjuang untuk mendapatkan seseorang. Agar kelak, ia lebih bisa menjaga pasangannya, karena ada perjuangan yang selalu diingatnya sewaktu mendapatkan wanita itu.

"Mama buat aja sama Papa, biar bisa nimang bayi." Dava beranjak, "Maaf, Om, Tante, semuanya. Dava gak setuju dengan perjodohan ini, lebih tepatnya gak akan pernah setuju dengan yang namanya perjodohan. Biarkan Dava yang berjuang sendiri untuk mendapatkan tulang rusuk Dava. Dava permisi, mau istirahat."

Setelah Dava pergi dari ruang keluarga, mereka semua bergeming. Tak ada yang berniat membuka suara, semuanya bergelut dengan pikiran masing-masing.

"Lo udah ngambil jalan yang terbaik, Bang. Semoga, lo bisa ketemu dengan dia yang udah menjadi takdir lo secepatnya," batin Alika.

°°°°-----°°°°

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dokter CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang