bab 29

15.8K 1.9K 154
                                    


Komen nya jangan lupa ya biar aku semangat lagi


###

Gevan bersidekap sambil menatap seorang pria yang tengah mengelus punggung tangan Araya dengan lembut. Gevan tahu jika pria itu tak memiliki niat buruk sama sekali malah kebalikannya, pria itu sama khawatirnya dengan Gevan saat ini.

Gevan yakin, jika dia dan pria itu adu jotos pun Araya belum tentu akan siuman. Hampir tengah malam dan pria itu masih betah di sana. Gevan sudah kepanasan melihat adegan mesra yang diperlihatkan pria itu padanya. Seolah apa yang sedang dilakukan oleh pria itu seakan-akan ingin memanasi keadaan.

Cihh, menyebalkan. Gevan sampai ingin mengumpat dalam hati sambil memalingkan wajahnya ke arah ponselnya.

Gevan mengingat ucapan dokter Aldo yang mengatakan jika daya tahan tubuh pasien berbeda-beda. Jadi usahakan tetap memantau kondisi araya sampai araya siuman.

"Berisik." Pria itu sedikit terganggu pasalnya Gevan sangat grasak-grusuk dan menggangu konsentrasi pria itu.

Gevan menggeram kesal. Seharusnya dia lah yang marah pada pria itu dan kini lihat lah tatapan penuh kemenangan yang tersemat di wajah pria itu kini. Arghhh Gevan kesal sekali.

"Lari dari tanggung jawab," ledek Gevan tak mau kalah. Seharusnya pria itu tampak kalang kabut tapi yang ada malah terlihat sangat santai.

Pria itu menatap ke arah Gevan lalu melemparkan sebuah senyum tipis. Sebuah senyum yang mahal dan kononnya katanya mampu menggetarkan setiap hati para perawat single di rumah sakit.

"Jadi adik ipar mulai takut tersaingi?!" Arlan menatap Gevan sambil menaikkan sebelah alisnya, sedikit tersenyum geli.

Gevan terperangah. "Aku takut?!" Gevan menunjuk ke arah dirinya sendiri. "Kamu yang seharusnya waspada dengan ultimatum mama Shania."

Gevan berniat ingin menakut-nakuti Arlan. Seharusnya Arlan merasakan perasaan tegang dan grogi.

"Tidak ada yang hal yang perlu saya waspadai," tanggap Arlan sangat santai. "Tante Shania tahu hal terbaik untuk anaknya."

Arlan berdiri dan menatap wajah Araya yang masih belum juga siuman. Tangan kanan Arlan mengelus kepala wanita itu dengan rasa sedih. Ivy menanyakan keberadaan Araya sampai-sampai Ivy menangis dan meraung-raung. Bahkan Lili yang berusaha membujuk Ivy pun tak berhasil. Dan ketika mamanya turun tangan, akhirnya tangis Ivy mereda dan tertidur di dalam dekapan mamanya. Arlan sungguh tak tega melihat Ivy yang seperti itu.

Lalu Arlan sedikit mencondongkan tubuhnya dan mengecup singkat kening mamanya Ivy. Pasti Gevan akan berteriak kesal padanya jika Arlan melakukan aksi nekad itu. Tapi Arlan tak peduli.

"Bukalah mata mu secepatnya. Ivy dan saya sangat membutuhkan kamu di sini."

Gevan yang melihat adegan itu hanya bisa menunjuk kesal ke arah Arlan. Dan semua kata-kata umpatan yang ingin ia keluarkan tiba-tiba saja tertahan.

"Jaga baik-baik calon istri saya, adik ipar," pamit Arlan pada Gevan yang masih diam dan kaku.

***

Setelah keluar dari ruangan anggrek, Arlan memutuskan untuk menginap di ruangan prakteknya dari pada harus pulang ke rumah. Jika dia berada di sana, akan sangat cepat bagi Arlan untuk mengetahui kondisi Araya setelah siuman nanti. Ada beberapa kekhawatiran yang menghantui benaknya saat ini.

Saat Arlan berkelana dengan pikirannya, tiba-tiba saja bahu Arlan di tabrak oleh seseorang. Orang itu menundukkan kepalanya sebagai tanda permintaan maaf dan Arlan hanya menanggapi dengan anggukan singkat.

The Best Part (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang