bab 4

19.6K 2K 84
                                    

Revisi + penambahan 200 kata

Tinggalkan jejak walaupun hanya satu titik saja

###

Ivy mulai kelelahan membantu Arlan merapikan mainan-mainan yang berantakan padahal gadis mungil itu baru memasukkan lima buah puzzle ke dalam kantong plastik. Gadis kecil itu langsung terduduk di atas lantai dengan nafas ngos-ngosan.  Arlan yang tanggap langsung menoleh ke arah Ivy. Sebuah senyum tipis melengkung dari bibir Arlan. Pria itu segera menghampiri Ivy.

"Ivy tadi bawa apa?" Tanya Arlan mengalihkan fokus Ivy. Biasanya anak kecil akan bersemangat jika dialihkan dengan topik kesukaan mereka.

Wajah mungilnya yang tadi kelelahan mendadak berbinar ketika mendapat pertanyaan itu. Tubuhnya yang tadi terduduk di atas lantai langsung berdiri tegak. Semangat yang tadinya hilang kini mulai membara.

"Ivy bawa coklat, papa dokter," sahut Ivy kelewat girang lalu ia pun melangkahkan kakinya ke arah Gevan yang masih setia duduk di sana.

"Papa, mana coklat Ivy?" Tanya Ivy setelah sampai di tempat Gevan.

"Ivy mau makan coklat sekarang?" Tanya Gevan dan Ivy langsung mengangguk senang.

Gevan pun mengeluarkan coklat tadi dari paper bag yang ia bawa sembari menatap Arlan yang melanjutkan lagi kegiatan bersih-bersihnya. Cih beruntung sekali dokter gadungan itu bisa mendapatkan coklat dari Ivy. Aishh menyebalkan.

Gevan memberikan satu coklat pada Ivy. "Kalau gak habis, kasi papa ya," ucap Gevan sambil melemparkan senyumnya pada Ivy. Berharap agar Ivy mau berbagi makanan kesukaannya pada Gevan juga bukan dengan dokter gadungan itu terus-menerus.

"Habis papa, Ivy makannya sama papa dokter." Ivy pun berjalan ke arah Arlan.

Gevan menatap punggung Ivy lekat-lekat. Papa Rama telah berpesan harus menjaga Ivy dengan sangat ekstra karena mereka pernah hampir kecolongan saat Ivy hampir di bawa kabur oleh Rion. Kejadian itu terjadi setahun yang lalu dan membuat semua orang harus ekstra waspada dalam menjaga Ivy.  Jadi sangat wajar jika setiap orang bertindak sangat posesif pada gadis mungil itu termasuk Gevan salah satunya.

Jika mengingat kejadian itu, darah Gevan seakan mendidih. Saat itu Gevan nyaris melayangkan tinjunya pada rahang Rion jika saja paman Rama tak mengehentikan aksinya. Semenjak saat itu, Gevan bersumpahtak akan pernah membiarkan Ivy bertemu dengan keluarga Brata, termasuk kakek dan nenek Ivy sekalipun.

"Papa dokter, ini coklat untuk papa dokter." Ivy menyodorkan sepotong kecil coklat ke arah Arlan.

Arlan langsung memakan coklat yang ada di tangan Ivy dan hal itu membuat Ivy tertawa girang.

"Lihatlah, tanpa ayah kandung pun Ivy tak pernah kekurangan kasih sayang." Gevan tersenyum, setiap hal kecil yang dilakukan oleh Ivy selalu membuat hati Gevan hangat.

***

Araya tampak gelisah selama rapat berlangsung. Walaupun dia masih bisa berkonsentrasi tapi tetap saja sebuah pesan singkat dari nomor tak dikenal itu membuat fokus Araya terganggu.

Pesan singkat yang di kirim sekitar pukul sembilan pagi itu, mau tak mau membuat Araya teringat akan kejadian setahun lalu saat Ivy hampir di bawa oleh Rion. Mantan suaminya itu nekad hendak membawa Ivy diam-diam padahal jika Rion berbicara padanya secara baik-baik, Araya pasti akan mengizinkan pria itu untuk menemui Ivy.

Araya sangat yakin pemilik nomor misterius tadi adalah Rion. Tak ada seorang pun yang sangat nekad kecuali mantan suaminya itu.

Akhirnya rapat telah selesai dan membuat Araya bisa menghela nafas penuh rasa syukur. Cepat-cepat ia menghubungi Gevan ingin menanyakan kabar Ivy.

The Best Part (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang