Ramaikan yukkkk
Masih publish ulang edisi lagi baik hati 😁😁😁
Vote + komen yang buanyaakk ya
####
Arlan buru-buru membuang mukanya ketika Araya menatapnya dengan tatapan bingung. Tapi entah kenapa kedua netra Arlan menangkapnya berbeda, kenapa ibu satu anak ini terlihat menggemaskan dimatanya?
Ini gak benar, batin Arlan berteriak keras.
"Saya pikir dokter Arlan yang benar-benar mengirimkan bunga itu,"sahut Araya tenang.
Arlan memijut pangkal hidungnya mencoba menghalau pikiran-pikiran gila yang entah kenapa malah menyerang otaknya saat ini, "kamu gak kepikiran kalau bunga itu dari Lili atau paman Rama?!"
Bagaimana mungkin wanita ini bisa berpikiran lurus seperti itu?! Seharusnya dia punya opsi lain selain dirinya.
Araya tertawa pelan mendengar nada panik dalam suara dokter Arlan. "Dokter gak usah sepanik itu. Saya sangat tahu diri dok." Ada rasa tak nyaman saat Araya mengatakan hal itu.
Arlan mencengkram kuat kemudi stir saat Araya mengatakan hal itu.
"Kamu sadar gak sih kalau kamu sering merendahkan diri mu sendiri?!" Cecar Arlan tak suka dan dia merasa risih dengan perkataan seperti itu. "Jangan berpura-pura bersikap kuat kalau kamu sebenarnya sangat-sangat lemah."
Araya hanya mengulum senyum. Ucapan dokter Arlan dan Gevan hampir sama. Atau hanya mereka berdua yang memandang berbeda dirinya. Sedangkan dirinya berusaha menutupi kekurangannya dengan bekerja keras.
"Dokter dan Gevan ternyata punya sifat yang sama, ya." Bukannya marah karena ucapan dokter Arlan yang terkesan kasar yang ada Araya malah tersenyum.
Arlan tak habis pikir dengan wanita yang satu ini. Pikiran wanita terlalu rumit untuk dipahami. Di tanya apa, yang di jawab malah apa. Pura-pura mengalihkan pertanyaan dengan jawaban yang berbeda. Arlan tak pandai kode-kode rahasia para wanita mungkin karena ini pula lah, mantan Arlan hanya satu yaitu Mona.
"Kamu terlalu menutupi diri dengan kekurangan mu sedangkan tanpa kamu sadari, kelebihan mu terpancar dengan jelas sampai-sampai orang lain enggan untuk mendekat," ucap dokter Arlan panjang. Sejauh Arlan mengenal Araya, ibu satu anak itu adalah sosok wanita yang tetap berusaha kuat demi anaknya.
Araya sampai mengerjabkan kedua matanya. Baru kali ini dia mendengar dokter Arlan bicara panjang tapi dengan nada yang tenang, biasanya dokter Arlan akan mengatakan dengan nada berapi-api.
"Jadi apakah dokter Arlan termasuk yang enggan mendekati?"
Arlan hanya tertawa singkat menanggapi lelucon Araya. Arlan hanya mengangkat bahunya. "Percaya diri sekali."
Araya pun ikut tertawa. Kalau begini dokter Arlan terlihat sangat bersahabat daripada biasanya. "Bukannya dokter bilang mau membicarakan hal yang penting?"
"Gak jadi," sahut Arlan cepat. Arlan mengurungkan niatnya mengklarifikasi video itu.
Jika di lihat dari ekspresi Araya sepertinya wanita itu tak tahu menahu soal video yang menggegerkan itu. Bagus jika Araya tak mengetahui video itu sehingga Arlan masih punya muka jika suatu saat bertemu lagi.
***
Lili sedang duduk-duduk santai sambil membaca novel. Rutinitas sehari-hari Lili setelah belajar selalu menyempatkan diri untuk membaca novel. Refreshing otak daripada nonton sinetron melulu.
"Abang kamu belum pulang?" Tanya mamanya sambil menyalakan televisi.
"Belum ma, kencan kali," sahut lili tak lepas dari bacaannya. Lili menutup novelnya dan ikutan menonton televisi. "Mama kok suka banget dengan sinetron kayak gini," ucap lili sambil geleng-geleng kepala ketika melihat salah satu sinetron yang sedang menjadi trendy topik di salah satu akun media sosial.
"Bagus tahu sinetron kayak gini, perawat di RS pada cerita katanya bagus dari pada sinetron yang suka selingkuh itu," jelas mamanya. "Mama suka sama pemeran cowoknya. Kaya, ganteng, duda, pengusaha kaya raya pula lagi."
Lili mencibir dalam hati. Mamanya udah jadi korban sinetron. "Ma, Lili tadi kirim bunga ke kak Araya loh," ujar lili memberi tahu. "Bunga mawar ma, masih fresh dan cantik."
"Bohong kamu," cibir mamanya karena tak mungkin Lili mengirim bunga ke Araya. Mana ada harga bunga fresh yang ramah di kantong pelajar. Apalagi uang saku Lili sangat terbatas.
"Ihh si mama gak percayaan." Lili buru-buru mengambil ponselnya di atas meja lalu membuka galeri fotonya. Dia pun memperlihatkan bunga yang tadi ia pesan. "Masih gak percaya juga?" Lili menyodorkan ponselnya ke arah mamanya.
Kedua mata mamanya menatap lekat bunga yang di beli Lili. Bagus dan cantik.
"Dimana kamu beli bunga kayak gini?" Tanya mamanya penasaran.
"Lili beli di tempat langganan Rachel, ma. Nama toko bunganya Aray florist," jelas Lili dan mamanya langsung menepuk jidatnya saat anaknya mengatakan nama toko bunga itu.
Kemudian mamanya tertawa yang malah membuat lili bingung. "Kamu gimana sih, ya gak kejutan dong namanya kalau kamu beli bunganya di toko bunga milik Araya," jelas mamanya sambil menahan tawa.
"Masa sih ma?!" Lili sama sekali tak tahu jika toko bunga itu adalah milik Araya. "Yah, ketahuan dong kalau bunganya bukan dari abang," sahut Lili lesu.
"Masih banyak jalan menuju Roma," ucap mamanya memberi nasehat.
Lili mengangguk, sepertinya sebelum dia membeli sesuatu dia harus memeriksa siapa pemilik toko.
"Ma, ponsel mama bunyi tuh."
"Duh siapa sih yang telpon, mana lagi seru-serunya," dumel Merlin sambil beranjak mengambil ponselnya yang ia letak di atas rak buku.
Ketika Merlin mengambil ponselnya, ternyata yang menelepon dirinya adalah Rama. Merlin akan memarahi Rama karena telah mengganggu jadwalnya menonton.
"Halo, assalamualaikum. Ganggu banget sih," dumel Merlin.
Rama di sebrang sana terkekeh pelan. "Aku bawa kabar bagus," ucap Rama senang.
"Kabar bagus apa?! Jangan bilang gaji ku bakalan kamu naikan?!" Tebak Merlin asal. "Loh loh kok ada suara Arlan di sana? Ngapain anak nakal itu ke rumah kamu?" Tanya Merlin penasaran karena samar-samar dia mendengar suara Arlan dan juga Ivy yang menjerit senang memanggil papa dokter.
Merlin tersenyum senang. Siapa lagi yang di panggil Ivy dengan papa dokter kalau bukan Arlan.
"Arlan mengantar Araya pulang," jawab Rama kelewat senang. "aku beneran gak nyangka, bocah nakal itu benar-benar datang dengan sendirinya ke rumah ini."
"Harus dirayakan ini." Merlin pun ikut-ikutan senang karena dia telah membayangkan bagaimana bahagianya dia bisa bermain dengan Ivy sepuasnya.
"Jangan buru-buru. Arlan itu licin kayak belut. Kalau kita paksa Arlan terus menerus, anak itu akan berontak." Rama mencoba menenangkan sahabatnya yang sudah kelewat girang. "kita pantau terus, aku yakin dengan sendirinya Arlan akan jatuh cinta sedalam-dalamnya sama Araya."
"Sok tahu kamu." Merlin sedikit meragukan asumsi Rama.
Rama berdecak kesal. "Aku dokter psikiater dan aku hapal sifat Arlan sejak dulu. Tenang kalau araya menikah dengan Arlan, biaya resepsi tujuh hari tujuh malam aku yang tanggung."
Merlin tertawa heboh. "Pak dokter segitunya, kami masih mampu kok. Yang penting itu kata sah dulu lah."
"Oke aku tutup, hanya itu yang mau aku sampaikan ke kamu."
"Oke, makasih sahabat ku tersayang," jawab Merlin senang.
Lili memperhatikan sedari tadi ketika melihat mamanya yang tiba-tiba malah kesenangan. Gadis manis itu mengerutkan keningnya, bingung.
"Tumben mama senyum-senyum gak jelas kayak gitu," kata Lili sambil menatap mamanya penasaran.
"Abang kamu antar Araya pulang. Ini berita luar biasa Lili," jerit mamanya heboh sambil memeluk Lili gemas.
Lili ikut tersenyum lebar. Sepertinya hasil video yang ia bagikan pada bang Damar telah menunjukkan hasilnya. Kalau begini Lili harus ekstra keras lagi menjadi Mak comblang antara abangnya dan juga emaknya Ivy.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Part (Completed)
Ficción GeneralSequel worst love BACA LENGKAP HANYA DI KBM /KARYA KARSA,KUBACA AKUN SYLVIA AI JUDUL THE BEST PART Dua tahun lebih pasca Araya bercerai dari Rion. Ayah Rama semakin gencar mendekatkan Araya pada Arlan. Usaha-usaha kecil pun sering dilakukan oleh Ra...