bab 25

17.7K 2.1K 152
                                    

Happy reading

Boom komen dan vote

❤️❤️❤️



Arlan melewatkan jam makan siangnya dan yang paling parahnya, Arlan membatalkan semua janji kunjungan dengan pasien-pasiennya di hari ini. Wajah pria itu tampak mendung bahkan saat Selly datang membawakan makan siang untuknya dan juga Ivy, Arlan sama sekali tak bersuara. Mengatakan sepatah katapun seperti ucapan terimakasih pada Selly saja tak ada. Arlan hanya bersuara saat Ivy mulai merengek kelaparan dan meminta Arlan menyuapkannya.

Setelah makan siang, Arlan mengajak Ivy bermain lego kembali dan kini Ivy tampak tidur pulas di atas sofa yang berada di ruangannya. Bocah itu lelah setelah menghabiskan dua potong ayam goreng dan bermain lego sampai membuat berantakan ruangan Arlan.

Dua jam berlalu sejak Araya berada di ruang operasi dan selama itu pula lah, kedua mata Arlan tak henti melihat ke arah jam dinding. Dari Shelly pula lah Arlan tahu jika Araya mendapatkan luka tembak di bahu kirinya. Dan yang lebih mengejutkan lagi pelakunya adalah Rion, mantan suami Araya.

Sejak pertama kali melihat pria itu menyembah kaki Araya, Arlan benar-benar benci dengan pria brengsek itu. Sikapnya sangat pengecut untuk ukuran pria.

Pintu ruangan Arlan terbuka dan dia melihat Gevan. Gevan telah berganti baju karena kini pria itu mengenakan kemeja berwarna biru navy. Buru-buru Arlan berdiri dan menghampiri Gevan lalu mencengkeram kerah baju pamannya Ivy itu.

Gevan membiarkan Arlan melakukan apa yang dia mau pada dirinya. Raut wajah sendu terpancar dari wajah dokter Arlan saat pria itu mencengkram kerah bajunya. Ya, Gevan sejak awal sudah tahu jika dokter Arlan telah menaruh hati pada Araya hanya saja dokter Arlan tak pernah menyadarinya. Dengan kejadian ini, perasaan itu sedikit demi sedikit mulai muncul ke permukaan.

"Kenapa kau biarkan dia menembak Araya," teriak Arlan marah. Kedua mata Arlan tampak berkaca-kaca, rasa sakit itu menghantamnya lagi ketika mengingat tubuh Araya yang bersimbah darah.

Arlan benar-benar tak bisa berbuat apa-apa di saat seperti ini. Dia bukan ahli bedah seperti orangtuanya ataupun ahli anestesi seperti Damar. Arlan hanya seorang dokter obgyn, kehadirannya di ruang operasi tak akan bisa membantu apapun. Karena kedua orangtua Arlan tahu, jika di saat orang yang paling Arlan sayangi terluka. Arlan akan di serang rasa panik.

"Kalau aku tahu, aku gak akan membiarkan araya yang terluka," jawab Gevan lemah. "Kalau aku tahu, aku yang akan melindungi Ray bukan sebaliknya."

Gevan merasa dialah orang yang wajib disalahkan atas kejadian ini. Jika Araya tak melindunginya, Araya tak akan terluka. Ivy tak akan merasa sedih. Rencana lamaran itu tak akan tertunda.

"Maaf sudah mengacaukan semua rencana mu untuk Araya," lirih Gevan. Air mata Gevan mengalir, pria itu tak kuasa menahan rasa sedihnya.

Arlan akhirnya melepaskan cengkramannya dan kedua tangannya melemah. Marah pada Gevan pun tak ada gunanya saat ini. Kedua pria itu sama-sama merasa sakit.

"Biar Ivy sama saya, Ivy aman sama saya," ucap Arlan sambil memandang wajah Ivy yang tampak damai.

Gevan mengangguk singkat. Kehadirannya ke sini memang untuk menjemput Ivy tapi kehadirannya Gevan sepertinya tak dibutuhkan sama sekali.

"Jaga Ivy baik-baik."

Gevan pun memilih untuk meninggalkan ruangan itu. Ivy berada di orang yang tepat dan Gevan tak perlu merasa cemas.

***

"Lo yakin gue gak kena omel sama Abang lo?" Tanya Rachel saat memasuki kamar lili.

Ini bukan pertama kalinya Rachel menginap di rumah Lili. Entah yang ke berapa kalinya. Dan Rachel ingat, setiap kali dia menginap pasti Rachel diomelin Arlan karena baju Rachel yang kekurangan bahan terus.

The Best Part (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang