9. Permintaan Maaf
----
"Arjati pelan-pelan." Haura terseok-seok mengikuti langkah gadis dihadapannya yang berjalan begitu terburu-buru sembari mengapit lengan Haura.
Astafirullah bangsul banget nih orang, gue ditarik-tarik kek karung ketan.
Haura menggerutu dalam hati, "Adoh!" Gadis berginsul itu berteriak keras karena Arjati tiba-tiba menghentikkan Langkahnya membuat Haura menabrak punggung kerempeng itu.
"ARJATI KA---"
"Permisi Adipati Cayapata!"
"Iya, ada yang bisa ku bantu? "
Haura mengangkat wajahnya, menatap pria tinggi dihadapannya yang tengah berbicara, bukan padanya tapi pada gadis di sampingnya.
"Mengapa Nimas Arjati terlihat sedang terburu-buru?"
Haura hanya diam menyaksikan dua orang yang tengah berbicang ini. Dan lihatlah si Nona Arjati ini, cih! Mengapa nada bicaranya jadi sok manis begitu. Dan si Cayapata, biasanya pria itu selalu menatap orang dengan tajam ada apa dengannya saat ini.
"Aaa tidak, kebetulan aku berpapasan denganmu. Mm ... Aku ingin bertanya dimana Paduka Pangeran saat ini, b-bolehkah Bintari menemuinya."
Haura kaget saat tiba-tiba Arjati sedikiti mendorong bahunya kedepan. Membuat tatapan Cayapata langsung tertuju padanya, ya ... tatapan membunuh itu. Hih!
"Untuk apa? Maaf. Sembarangan orang tidak bisa bertemu beliau dengan mudah," katanya.
Dih gue juga ogah kali ketemu dia! Gue terpaksa kelues karena gue masih pengen idup!
Haura memaju-majukkan bibirnya kesal. "Aku mengerti, namun begini. Sebenarnya Bintari hanya ingin ... meminta maaf atas sikapnya yang tidak sopan waktu itu, dia tidak bermaksud untuk melakukannya," ujar Arjati dengan begitu mulusnya. Haura jadi mengingat Renata yang biasanya dengan mudah membohongi pak Jamil sang guru Matematika itu.
"Ohh ... rupanya dia sudah sadar dengan siapa waktu itu dia bicara, bagus. Supaya dia tidak lagi melewati batasan-nya," ujar Cayapata sarkas.
"Kenapa harus memakai kata 'Dia' kau bisa bicara langsung kepadaku," kata Haura merasa sedikit bukan sedikit tapi sangat tersinggung.
"Ah, sudah-sudah. Dia hanya ingin meminta maaf kepada Paduka Pangeran. Aku mohon tolong izinkan dia Adapati," Arjati melerai Haura dan Cayapata yang saling menyindir sedari tadi.
Cayapata berpikir sebentar. "Baiklah, tapi aku mohon anda jangan membuat masalah yang akan membuat Paduka marah,"
"Tentu saja," balas Haura tak pikir panjang.
"Mari, beliau sekarang tengah berada di tempat berlatih. Beliau tengah berlatih pedang di sana."
Tak berlama-lama mereka segera berjalan menuju tempat tujuan.
▪
"Dayang!"
"Nggih, Ndoro." Seorang pelayan disebelah Nertaja menunduk, membalas panggilan Tuan Putri Majapahit tersebut.
"Apa kau melihat kemana perginya Bintari, dan juga Arjati?" tanya Nertaja yang sedari tadi bingung mencari keberadaan kedua sahabatnya.
"Hamba tidak tau, hamba tidak melihat mereka Ndoro."
Nertaja mengangguk. Ia juga melihat kearah tempat duduk Hayam Wuruk, disana juga kosong dan juga ia tak melihat pengawal pribadi kakaknya, Cayapata. Kemana mereka semua pergi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Majapahit
FantasyApa yang ada dipikiranmu ketika mendengar nama Majapahit? Hayam Wuruk? Gajah Mada? Sumpah Palapa? Kerajaan Terbesar Di Nusantara? Ini adalah kisah seorang gadis berusia 16 tahun yang baru menginjak bangku kelas dua SMA yang terjebak dimasa lalu, di...