MAM || Chapter Delapan Belas

328 19 8
                                    


18. Hukuman

...


"Nampaknya hari ini melelahkan sekali bagimu Yang Mulia?"

Maharani Tribhuwana Tungga Dewi tersenyum kecil saat sahabatnya, Prameswati membantunya melepaskan pernak-pernik di bahunya sembari berbincang-bincang kecil. Rasanya sudah lama mereka berdua tidak menghabiskan waktu bersama, Tribhuwana yang sibuk dengan urusan dewan kerajaan. Dan Gusti Ndoro Prameswati yang disibukkan dengan kegiatannya mengurus pekerjaan para dayang.

Entah mengapa rasanya hari ini berlalu dengan cepat, saat ini bahkan sudah larut malam, dari pagi semua orang disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Esok hari adalah hari terakhir untuk persiapan penyambutan kepulangan Paduka Cakradhara dan Mahapatih ke Keraton.

"Apa kau tidak lelah? Tidak biasanya kemari malam-malam begini, ada apa?" tanya Tribhuwana sembari melepaskan beberapa gelang ditangannya. Kini ia hanya memakai kemben dan selendang hijau muda tanpa hiasan apapun, persis seperti Dyah Gitarja yang dahulu selalu Prameswati lihat.

Ada raut lelah dari wajahnya yang tidak semuda dulu, Tribhuwana kini beralih duduk dipinggiran tempat tindur sembari memijat sendiri tumit kakinya yang terasa pegal.

"Kau tau ada kejadian besar apa hari ini Gita?" tanya Prameswari duduk disebelah Tribhuwana sembari memberikan segelas air.

Gita, nama panggilan yang sejak kecil selalu Prameswati gunakan untuk memanggil nama penguasa Majapahit itu.

Tribhuwana mengernyitkan dahi kecil, menaruh gelas perak yang sudah kosong keatas meja. "Kejadian apa?"

Prameswati menghembuskan nafas pelan, ia sudah menduga sahabatnya itu pasti belum mendengar tentang kejadian yang dibuat putri Arya Mengkudu tadi pagi.

"Kau tak tau putramu sekarang tengah sakit?" tanya Prameswati pada Tribhuwana. Namun melihat reaksi kaget dari penguasa Majapahit itu, Prameswati yakin Tribhuwana belum tau.

"Sakit? Mengapa tidak ada yang memberitahuku? Putraku sakit apa? Apa sudah diobati?"

"Gita tenang dahulu, Pangeran sudah diobati. Kau tidak perlu khawatir."

Mendengar itu Maharani menghembuskan nafas lega, ia mengerti alasan tidak ada yang memberitahunya pasti karena mereka tak mau itu menganggu kegiatannya.

"Kau tahu putri Arya Mengkudu? Yang kemarin hampir merusak upacara Sahiangneta Gopala? Aku kesal sekali mengingatnya, hari ini dia kembali membuat onar dengan menumpahkan ramuan obat milik Paduka Pangeran, dan membuat kekacauan diruangan Paduka Putri," tutur Prameswati dengan kekesalan yang tidak bisa disembunyikan wajah juga nada bicaranya.

Tribhuwana tampak terkejut. "Bintari? Dia membuat masalah? Mengapa dia bisa menumpahkan obat putraku?"

"Tidak ada yang tau alasannya, padahal Pangeran sudah menunggu lama, lalu tiba-tiba gadis itu datang dan berteriak-teriak seperti tidak punya adab, aku kesal sekali mengingatnya. Bukankah seharusnya kau perlu memberinya sedikit pelajaran Gita? Sudah banyak sekali yang dia perbuat, namun kau hanya memakluminya dan membiarkannya ada disisi Paduka Putri setiap waktu," kata Prameswati.

Ia kini tengah berdiri disisi tempat tidur sembari menyodorkan gelas emas berisi ramuan jamu untuk kesehatan sang Maharani, minuman itu bisa dibilang adalah minuman wajib setiap kali Rajaputri Majapahit itu akan pergi tidur. Seperti sudah tau dan hafal kebiasaannya tersebut tanpa diminta Prameswati memberikan semua kebutuhan Tribhuwana yang tampaknya sudah lelah dan ingin segera tidur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 22, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Me And Majapahit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang