MAM || Chapter Lima Belas

505 78 19
                                    

15. Sang Pangeran Mahkota Dan Gadis Pembuat Onar

..

"Wah ... Rupanya nyisanak ini malah duduk bersantai di sini setelah membuat kekacauan besar di upacara tadi."

Haura sedikit berjenggit kaget, lalu menoleh kesamping, menemukan putra mahkota Majapahit yang berbicara. Ia sudah akan berdiri dari duduknya, namun tidak jadi saat Hayam Wuruk malah ikut duduk disebelahnya, diundakan yang sama, tidak terlalu dekat, juga tidak terlalu jauh.

"Merasa luar biasa ya? Setelah membuat acara yang disusun berhari-hari berantakan begitu saja?" Hayam Wuruk kembali berbicara sembari mendongak, mengarahkan pandangannya ke atas menatap langit yang diisi beberapa bintang yang bergantian berkedip setiap detiknya.

Haura hanya diam, ah sindiran yang menyebalkan. Ia hanya bisa menunduk tak berani menatap pria disampingnya. Tapi memang benar ia memang keterlaluan, sangat keterlaluan hari ini, jika bisa ia akan bersujud dan meminta maaf dihadapan Maharani karena telah mengacaukan acaranya.

"Hamba tau hamba salah, hamba memang pantas dihukum akan hal ini, hamba sungguh minta maaf kepada Paduka pangeran dan yang lainnya. Hamba janji akan menemui Maharani langsung dan meminta maaf nanti."

Eh?

Hayam Wuruk menoleh sekilas kearah Nimas Bintari ini, yang rupanya tengah menunduk sembari mengusap sudut matanya pelan. Apa dia menangis? Apa Hayam Wuruk begitu berlebihan dalam berucap, ini bukan respon yang pria itu duga. Ia pikir gadis itu akan menjawab tak terima ucapannya lalu mereka akan berdebat seperti biasa, nyatanya malah tidak.

Ia jadi merasa bersalah. "Ti–tidak apa, k-kau pasti tidak bermaksud, kenapa malah menangis ...." ujar pria itu sedikit menurunkan nada bicaranya diakhir kalimat.

Suasana jadi hening untuk beberapa saat, tidak ada yang memulai pembicaraan terlebih dahulu. Mereka hanya diam sembari menatap kedepan kearah hamparan rumput luas di taman belakang, menatap beberapa bocah kecil laki-laki dan perempuan yang tengah merengek meminta pulang kepada ibu mereka— yaitu beberapa dayang yang sibuk memilah buah-buahan sisa upacara tadi dan memasukkannya ke dalam keranjang untuk dibawa pulang nanti.

"Ada apa?"

Haura pikir ia salah dengar rupanya tidak, ia lalu menoleh kesamping, pria di sebelahnya itu baru saja bertanya padanya. Hah? Ada apa katanya? Kenapa sebenarnya dengan pria angkuh ini. Apa coba maksudnya?

Hayam Wuruk yang merasa diperhatikan pun ikut menoleh kesamping mendapati putri Arya Mengkudu itu tengah menatapnya, sepersekian detik gadis itu langsung membuang muka kembali menatap kedepan.

"Kenapa? Kenapa menatap seperti itu?"

Haura menggeleng. "Tidak, aku hanya heran paduka bertanya padaku tadi?"

Pria itu kembali menyangga tubuhnya dengan kedua tangan kebelakang, dan sebelah kakinya ditekuk menatapi langit malam yang mendung membuat beberapa bintang tertutupi awan hitam yang pekat itu. Angin memang berhembus kencang sedari tadi, meninggalkan hawa dingin yang menembus kulit.

"Memang salah bertanya, aku hanya heran ada apa dengan gadis pemberani ini, kenapa lukanya begitu terpancar di upacara tadi, apa kau begitu terluka. Ya aku tau aku bukan siapa-siapa yang berhak bertanya atas apapun yang kau rasakan, tapi jujur sedari tadi aku memikirkannya dan itu membuatku sangat ... penasaran."

Me And Majapahit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang