MAM || Chapter Sebelas

764 113 18
                                    

11

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

11. Manika Wulandari

---

"Dasar manusia tidak berguna, sialan! Begini saja tidak bisa!"

"Melakukan pekerjaan seperti ini saja tidak becus! Dasar bodoh!"

Gadis dengan selendang hijau tua itu terdiam, mengedarkan pandangannya keseliling karena terganggu dengan umpatan-umpatan kasar yang memuakkan untuk didengar. Haura menajamkan padangannya, kearah beberapa pria di sudut taman.

Satu orang pria dengan pakaian bangsawan, dan dua orang yang tengah berjongkok membawa baki besar. Namun, yang menganggu mata Haura adalah pakaian dua pria itu yang menurutnya sangat tidak layak, tubuh kurus kering, kulit dekil hitam bahkan ia bisa melihat beberapa bekas luka ditubuh mereka.

Haura membulatkan matanya, saat pria berpakain bangsawan itu menampar salah seorang pria yang berjongkok dihadapannya hingga tubuhnya terjatuh ke tanah. Haura bangkit dari duduknya ingin pergi menghampiri pria itu namun Nertaja menghentikkannya.

"Kau mau kemana?" tanya Netarja yang tengah bersama Arjati memilah beberapa bunga untuk dijadikan wewangian.

"Aku ingin kesana, lihat itu Tuan Putri. Mengapa pria berpakain merah itu memukul pria kurus dihadapannya?"

Netarja mengarahkan pandangannya kearah yang Haura tunjuk, namun ia lalu kembali melanjutkan kegiatannya. "Duduklah Bintari," ujarnya.

Haura mengerutkan keningnya, ia lalu duduk sedikit memiringkan kepalanya agar bisa melihat wajah ayu Nertaja. "Kenapa? Kenapa Tuan Putri? Pria itu memukulnya, ini tidak bisa dibiarkan aku akan melaporkannya agar dia di penjarakan," kata Haura geram.

Namun ia bingung, mengapa Nertaja hanya diam tak merespon. "Tuan Putri, kenapa anda hanya diam. Yasudah biar aku saja yang ke—"

"Aku memintamu untuk duduk!"

Haura terkejut begitupun Arjati, bahkan beberapa dayang yang tadi tidak terlalu mempethatikkan, ini tidak seperti biasanya. Netarja tidak pernah membentaknya, atau bahkan bicara dengan nada tinggi padanya ini pertama kalinya. Dan kenapa? Hanya karena Haura ingin membantu pria malang itu?

"Baiklah berikan aku alasan, mengapa aku tidak bisa membantunya?" Haura bertanya dengan tenang menatap manik pekat Tuan Putri Majapahit itu.

"Karena dia seorang budak," ujar Nertaja kembali mengarahkan pandangannya kearah bunga-bunga segar dihadapannya.

Budak? Haura terdiam sebentar, astaga pantas saja, ia lupa sedang berada di zaman mana. Ia kan sedang berada dizaman antah berantah ini, saat perbudakan dan pelecehan wanita masih menjadi hal biasa. Tapi, ini tidak berperikemanusiaan kan?

Haura menghela nafasnya, menatap Nertaja dari samping. "Budak? Kenapa manusia dijadikan budak seperti itu, bukankah kita memiliki hak yang sama untuk hidup Tuan Putri, mengapa harus ada perbudakan seperti itu dia juga melayaninya dengan kerja keras mengapa harus dibalas dengan perlakuan kasar semacam itu?" Sungguh Haura sangat geram, ia jadi teringat Mahhabharata hm dramatis memang.

Me And Majapahit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang