13. GERBANG BELAKANG
----
Haura mengernyit bingung, disepanjang perjalanan menuju kamarnya ia menjumpai para prajurit dan para dayang berjalan terburu-buru kearah barat dengan menggunakan pakaian serba putih. Disandingkan dengan bawahan jarik panjang dengan corak yang sama.Padahal matahari baru terlihat menyingsing keluar dari persembunyian, namun orang-orang disini sudah terlihat sibuk dan rapi ditengah pagi buta yang masih menyisakkan embun di dedaunan, orang-orang Majapahit ini sudah sibuk berlarian kesana kemari ada yang membawa keranjang berisi buah-buahan segar, ada juga keranjang berisi kain-kain tebal, keranjang-keranjang bunga dengan berbagai warna, dan beberapa karangan bunga berwarna putih. Bahkan banyak sekali keranjang dari bambu dengan segepok koin emas.
Kenapa sih? Kayak mau hajatan kawinan. Kurang panggung sama biduan aja, jangan lupakan bapack-bapack kang nyawer.
Bahkan ia melihat ada segerombol wanita membawa wadah yang terbuat dari tanah liat berisikkan arang membuat asap yang pekat, dan juga beberapa dupa berbentuk panjang yang ditaruh didalam wadah yang terbuat dari bambu. Aromanya sungguh menyengat dihidung.
Haura terlalu larut dalam pikirannya sendiri hingga tak mendengar seseorang memanggilnya. Membuatnya berjenggit kaget.
"Nimas?!"
"Ha?"
Dayang itu agak ngengas. Karena Haura malah melamun tak mendengar panggilannya, itu juga disebabkan efek karena ia kesal mencari-cari kemana perginya putri Arya Megkudu itu sejak semalaman.
Gadis itu mengerjap, mengedarkan pandangannya rupanya ia sudah sampai didepan kamarnya. Dan ada beberapa dayang dengan pakaian rapi yang sudah menyambutnya didepan pintu.
"Dari manakah anda sejak semalam Nimas? Kami mencari anda, bukankah sekarang anda harusnya sudah bersiap. Paduka Putri sudah menunggu anda dan terus bertanya kemana perginya anda," kata dayang dengan usia yang terlihat masih muda itu.
Haura menurunkan selendang yang menutupi kepalanya, menyampirkannya keatas bahu. "Aaa ... aku di tempat ayahku, aku tertidur di sana,"ucapnya menggaruk puncak kepalanya. "Dan acara apa maksudmu?"
Dayang itu menatap wajah putri Arya Mengkudu itu sebentar, lalu kembali menunduk lagi. "Apakah nimas lupa? Hari ini adalah hari diadakannya upacara Sahiangneta Gopala," ujar dayang itu.
Gadis itu mengernyit bingung, Tuhan acara apalagi ini. Jangan sampai nanti ia hanya akan duduk diam mendengar para Brahmana atau apalah namanya itu bicara dengan banyak asap-asap. Ia mengucek pelan kedua matanya yang terasa lengket. "Upacara ... apa?"
"Upacara hari peringatan kematian mendiang Baginda Prabu Jayanegara, atau biasa kita menyebutnya ucapara Sanghiangneta Gopala, bertempat di bangunan suci yang berada di gerbang belakang Keraton disebelah barat,"
Oh. Rupanya acara peringatan kematian Jayanegara, kalau begitu mengapa tadi Arya Mengkudu tidak mengatakkan apapun tentang hal ini, dan mengapa tidak mengadakan upacara di dalaman keraton saja, mengapa harus jauh-jauh ke gerbang belakang untuk ... tunggu! Haura membeku, membuka kedua matanya dengan sempurna, apa ia tidak salah dengar? Gerbang belakang katanya? Gerbang belakang istana Majapahit? M-maksudnya Gapura Bajang Ratu?
"Gerbang belakang?!"
Dayang itu agak heran melihat perubahan wajah Haura yang menjadi sangat serius, ia bahkan merasa ngeri dan hanya bisa menundukkan kepalanya. "Benar Nimas, tempat itu dahulu gerbang belakang Keraton. Namun sekarang dijadikkan pintu masuk bangunan suci, tempat peringatan kematian, dan tempat keramat. Semua orang pasti-" Dayang itu menghentikkan perkataannya saat tidak ada respon dari Haura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Majapahit
FantasyApa yang ada dipikiranmu ketika mendengar nama Majapahit? Hayam Wuruk? Gajah Mada? Sumpah Palapa? Kerajaan Terbesar Di Nusantara? Ini adalah kisah seorang gadis berusia 16 tahun yang baru menginjak bangku kelas dua SMA yang terjebak dimasa lalu, di...