blamed

1.1K 205 13
                                    

Panggilan namanya tidak dihiraukan oleh si pemilik hidung bangir. Fokusnya saat ini hanyalah kepada sebuah buku pelajaran berbau khas yang baru ia pinjam dari perpustakaan. Matanya bergulir membaca beberapa untaian kata yang terketik pada buku tua, meskipun tidak dapat dibohongi pikirannya saat ini tidak sedang ingin menyerap materi yang dibaca.

Begitu sosok lain merebut buku tersebut dari atas mejanya, Juyeon sontak mendongak dengan sorot dinginnya yang sudah menjadi ciri khas bagi seluruh penghuni kelas yang sama dengannya. Sosok Hyunjae nampak memberikan tatapan datarnya ketika tau Juyeon terlihat terkejut melihatnya masuk tanpa permisi ke dalam kelasnya.

Anehnya Juyeon tidak bergeming saat Hyunjae berjalan dan duduk di bangku di sebelahnya yang sebenarnya adalah bangku milik Chanhee yang tadi izin untuk menemui sang kekasih entah kemana.

Kedua kaki pemuda itu terangkat di atas meja. Terkesan memberi wajah angkuh sambil menghadap ke arah Juyeon yang kini telah bertingkah acuh terhadap kehadirannya.

"Jika bukan karena si bangsat itu, gue males sih buat nemuin lo." Tanpa siapapun yang ada bertanya, Hyunjae terlebih dahulu bercerita. Memancing perhatian Juyeon yang terkesan tidak peduli dengannya. "Ngomong-ngomong dia sakit, gara-gara lo, of course."

Sindiran Hyunjae nyatanya berhasil membuat konsentrasi Juyeon akan buku lain yang dibacanya. "Diputusin tanpa alesan yang jelas, pas minta kejelasan malah pacarnya sama sekali nggak keluar dari rumah. Padahal udah rela hujan-hujanan nunggu kepastian selama berjam-jam sampai sakit karena pacarnya ini sama sekali nggak mau bales pesan yang dikirim. Tebak gue lagi ngomongin siapa?"

Genggaman Juyeon pada pulpennya menguat. Seakan menjadi pusat perhatian, Hyunjae dengan gencar menjelek-jelekkannya di kelas sehingga orang-orang mulai memberi kesimpulan jika Juyeon adalah sosok antagonis yang sedang dibicarakan olehnya.

Gebrakan meja yang dilakukan oleh Juyeon mengejutkan mereka semua. Juyeon membereskan semua perlengkapan belajarnya dan memasukkan ke dalam tas, kemudian membawa tas itu untuk pergi bersamanya dari kelas yang kini mulai gaduh akan ulahnya tadi.

Merasa berhasil, Hyunjae memberi sebuah senyuman kecil teruntuk dirinya sendiri. Setidaknya ia berhasil memancing sisi emosional Juyeon dengan beberapa sindiran yang didasarkan oleh fakta yang sebelumnya Younghoon ceritakan kepadanya. Persetan dengan Juyeon yang akan membencinya, Hyunjae cukup tau diri dan tentu saja cukup mengerti akan apa arti dari sebuah ancaman.

.
[Regret]
.

Juyeon berlari meninggalkan sekolah tanpa sedikitpun menoleh kebelakang. Tidak peduli dengan jadwal pulang yang sebenarnya hanya tinggal dua jam lagi. Rasa sakit hati menderu seiring dengan pelupuk matanya yang terasa basah dan menggenang sampai perlahan menuruni pipi tembamnya.

Ini bukan Juyeon yang biasanya. Ia tidak pernah merasa sekalah ini sebelumnya dalam urusan membalas semua sindiran yang dilontarkan oleh orang-orang kepadanya. Tapi, ucapan Hyunjae tadi benar-benar menusuk ke ulu hatinya yang terdalam. Semua itu bukan salah Juyeon. Ia juga tidak tau secara jelas akan alasan mengapa ia harus menjauhi Younghoon secara tiba-tiba.

Juyeon juga tidak mau semua itu terjadi. Ini diluar kehendaknya sendiri. Tapi, Juyeon juga tidak mau menyalahkan Minho sama sekali. Selama ini adik kembarnya itu menyayanginya, sama sepertinya meskipun kadang sewaktu-waktu ia menyebalkan.

Masa bodoh dengan orang-orang yang berlalu-lalang dan memperhatikannya dengan sebuah kebingungan ketika melihat seorang siswa sekolah menengah atas sepertinya jatuh terduduk di trotoar jalan sambil mengeluarkan isakan lirih. Kesedihan tidak dapat dibendung dengan baik. Juyeon terlihat bak anak kecil yang kehilangan figur ibunya di tengah keramaian.

.
[Tbc]
.

Regret +BbangjuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang