hidden

4.9K 387 28
                                    

Homophobic.

Juyeon benar-benar tidak menyukai bagaimana keadaan di lingkungan sekolahnya saat ini. Kata toleransi menghilang entah kemana. Melihat dua orang laki-laki tengah duduk tepat di salah satu bangku, tidak jauh dari tempatnya berteduh di bawah rindangnya pohon; sedang asyik berpacaran adalah hal yang membuat perutnya terasa aneh.

Saking terganggunya, Juyeon kali ini beralih memperhatikan rumput. Mencari benda yang kiranya bisa membuat kedua orang tidak waras—menurutnya itu menghilang dari jarak pandangnya.

"Anjing!" seru salah seorang dari mereka sembari menolehkan kepalanya ke sekitaran taman. "Siapa yang ngelempar kepala gue pakai batu?!"

Dan Juyeon lantas mendengus. Rencana pengusiran tersebut kiranya kurang berhasil. Alih-alih pergi menjauh darinya, kedua orang itu malah kelimpungan mencari tersangka dengan berteriak entah kepada siapa.

Juyeon tidak khawatir jika dirinya dijadikan sebagai kandidat tersangka pelemparan batu. Lagipula, tidak hanya dia dan dua orang itu disini. Ada banyak lagi pasangan normal dan tidak normal berkeliaran di taman sekolah. Namun, bagi Juyeon, hanya dua orang itu yang paling membuatnya terganggu.

"Lo kalau mau teriak ke hutan aja sana!" Juyeon menyahut seraya menutup buku novel yang tadi dibacanya.

"Bisa-bisanya kalian nggak malu nge-homo di tempat ramai kayak gini. Mau emang lo berdua gue seret ke ruang konseling?"

Kembali mengacuhkan bagaimana pendapat kedua oknum tadi mencercanya dengan berbagai kalimat tidak pantas. Pada akhirnya, Juyeon mendapat keinginannya untuk bisa menikmati waktu istirahat dengan membaca buku di tempat favoritnya, tentu saja setelah mereka berdua tadi memutuskan untuk beranjak dari tempat asalnya.

Juyeon lantas kembali membuka lembaran yang tadi sempat belum terbaca olehnya. Meneruskan kegiatan membaca novelnya, sembari berharap agar tidak ada lagi gangguan dari siapapun.

.
[Regret]
.

Dan kesialan kembali menghampirinya. Ponselnya tiba-tiba mati disaat ia sedang membutuhkannya untuk memanggil siapapun di rumahnya yang mungkin lupa untuk menjemputnya pulang.

Juyeon sungguh membenci hari ini, seperti hari-hari sebelumnya. Namun, mungkin hari ini adalah yang paling terburuk dari yang sebelumnya.

Rintik hujan mulai membasahi kemeja putihnya yang kini mulai transparan karena terus-menerus di terpa derasnya air yang turun dari langit. Juyeon tidak peduli, mau dia sakit sekalipun, semuanya akan tetap sama. Tidak ada yang akan memedulikannya.

Suhu mulai terasa semakin menurun. Membuat bibir merahnya perlahan terlihat memucat. Juyeon sangat tidak menyukai suhu dingin. Terutama saat ini tidak ada jaket atau sweater yang biasanya sering ia selipkan ke dalam tasnya sebagai jaga-jaga jikalau seandainya akan turun hujan, seperti sekarang ini.

Juyeon memang jarang sekali sakit, oleh karena itu ia tidak terlalu mementingkan kondisi kesehatannya. Dan jikalau ia sakit, tinggal pergi ke dokter. Hitung-hitung menghabiskan harta orang tuanya yang lebih mementingkan pekerjaannya, alih-alih kebahagiaan anak mereka.

Sebuah mobil terparkir tepat di depan Juyeon berdiri. Ia yakin sekali jika mobil itu bukan bagian dari koleksi keluarganya jadi tidak mungkin pemilik mobil itu adalah salah satu dari suruhan Ayahnya yang bertugas untuk menjemputnya dari sekolah.

Obsidiannya menyipit. Berupaya memandang dengan sejelas mungkin akan siapa sosok yang tengah turun dari mobilnya dan berlari menghampirinya dengan sebuah jaket denim sebagai payung.

"Masuk ke mobil gue, biar gue anterin lo pulang ke rumah."

.
[Tbc]
.

(pindah lapak)

Regret +BbangjuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang