i. her calls

670 92 11
                                    

Happy reading💜
.
.
.
.

"Krys, lo lembur?"

Gadis bernama Krystal merotasikan bola matanya malas. Jengah mendengar pertanyaan basa-basi dari perempuan kecil namun sangat ribut—yang sedang melakukan video call dengannya. "Yaelah, pertanyaan lo gak bermutu," ucapnya datar. Gadis itu lantas kembali menatap komputer di depannya, berkutat dengan setumpuk pekerjaan dan deadline sebagai budak korporat.

"Heheheh. Lu mah gitu, gak pernah menghargai basa-basi busuk gue."

Tanpa menoleh ke ponselnya yang bersandar pada penyangga, gadis itu menjawab. "Bacot. Lo mau cerita apa?" Saking terbiasanya diganggu oleh si penelpon, ia sudah tahu jika panggilan ini pasti karena ada yang ingin diceritakannya.

Si penelpon kembali tertawa bahkan sambil meloncat-loncat di atas ranjangnya. Untungnya si penelpon tidak memakai kain putih. Kalau iya, agak seram juga, sih.

Karena Krystal tak memakai earphone, mau tak mau suara tawa dari ponselnya terdengar mengisi sebagian ruangan besar yang ia tempati sekarang—ruangannya dan sang bos.

"Berisik lu anjir, gue gak pake earphone. Ntar bos gue denger."

Bukannya diam, gadis di line seberang justru semakin meloncat kegirangan. Hal itu berlangsung beberapa saat dan Krystal hanya mendiamkannya sambil terus mengerjakan laporan. Dia sudah sangat muak dengan pekerjaannya yang tak habis-habis. Mau bagaimana lagi? Bosnya adalah salah satu direktur yang sangat berpengaruh dan sibuk, sehingga pekerjaannya begitu banyak. Jadi mau tidak mau, sebagai sekertarisnya pekerjaan Krystal juga lebih banyak lagi! Hingga mengharuskan untuk sering lembur, karena bosnya juga lembur.

Tidak mungkin Krystal pulang lebih dulu dari bosnya kan?

Tiba-tiba gadis yang ada di layar ponsel Krystal berhenti meloncat dan duduk bersila dalam balutan piyama olaf—di umurnya yang sudah duapuluh empat tahun. "Biarin aja sih bos lu denger. Gue kan mau berbagi kebahagiaan, Krys.." Gadis itu mendekatkan wajahnya yang tengah tersenyum lebar ke kamera.

Krystal yang takut Pak bos yang beberapa saat lalu keluar mendengar suara cempreng sahabatnya itu pun langsung beralih menatap ponselnya. "Lo mau cerita apa sih, Wendy?"

Wendy Callistha Joan—satu-satunya sahabat jomblo yang Krystal miliki itu malah berguling-guling di kasurnya bak kucing yang ingin di elus-elus. Krystal bingung, Wendy ini cacingan atau apa?

"Heh, Olaf KW, lo mau cerita apaan ih! Jangan bikin lembur gue makin lama deh."

"Sorry-sorry! Itu Krys, si Sean ngajak gue pulang bareng lagi tadi! Aaa~ gue seneng banget deh. Gapapa kan kalo gue baper?"

Sumpah, Krystal jijik melihat tingkah Wendy yang kelewat alay. Padahal ini bukan pertama kalinya gadis itu menyukai seseorang, tapi kenapa kelakuannya tak jauh beda dengan bocah SMP? Dengan malas, Krystal menjawabnya. "Lo udah baper apa belom, nyet?"

"Udah..." Wajah Wendy merona.

"TRUS NGAPAIN NANYA HALAH!"

Wendy nyengir kuda di layar ponselnya. "Love is tolol, Krys. Santuy dikit kek jadi cewek."

"Gue emang gak santuy." Krystal kembali melihat layar komputer dan mengabaikan Wendy yang malah mengclose up wajahnya. "Tanya dong gue sama Sean ngapain aja?"

Asli, Krystal muak mendengar sahabatnya yang sepertinya kerasukan entah apa. "Jijik banget tau gak lo?"

Wendy merengut, tapi sedetik kemudian tersenyum cerah. Apa cinta sebegitu kuatnya mengontrol mood seseorang?

BLIND DATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang