x. meet the real him.

314 73 48
                                    

Happy reading!
.
.
.
.

"Krystal, gimana soal Wendy?"

Hal yang paling ditakutkan Krystal akhirnya datang juga. Jaerico seakan tidak lelah dan langsung menanyakan soal Wendy begitu mereka berdua sampai di kantor di jam 3 pagi. Ya, keduanya sepakat kembali ke kantor baru kemudian pulang karena ada beberapa hal yang harus dilakukan sebelumnya.

"Malem itu, saya udah coba hubungin Wendy Pak. Tapi HPnya gak aktif, pas kita udah landing saya coba telepon lagi...." Kalimatnya menggantung diiringi dengan jantungnya yang berdebar kencang saking takutnya.

Selama enam bulan ini, ia pernah beberapa kali melihat kemarahan Jaerico dan itu cukup seram. Sebenarnya, ketika beradu argumen saat meeting pun Jaerico sudah sangat seram. Tapi jika marah, matanya akan menajam setajam silet. Lalu, kakinya akan menendang apapun yang ada di dekatnya—diiringi dengan teriakan dan gebrakan di meja atau apapun yang ada di dekat tangannya.

Jaerico menatapnya serius dan penuh rasa penasaran. "Terus?"

"Ekhm, dia salah orang Pak pas blind date. Terus dia dianterin sama orang itu...."

"FOR REAL??"

Krystal tak menjawab dan justru tertunduk karena ekspresi yang ditunjukan bos nya cukup mengerikan untuk seorang pria kaku.

"Ya Tuhan Wendy!" Jae begitu frustasi. Tapi bukannya marah, pria itu justru terlihat kusut, kacau, dan gelisah. Ia mengusap wajahnya kasar. Kesempatannya telah diambil oleh orang lain. Kini, ia harus memikirkan cara lain untuk bisa mendekati gadis itu.

Begitu saja. Jae langsung melangkah keluar dari ruangan meninggalkan Krystal yang sudah gemetaran. Namun sebenernya ia cukup heran kenapa Jae tidak mengamuk dan marah seperti biasanya. Mampus aja ini mah!

---

"Wenca, kamu masuk middle kan hari ini?"

Wendy yang sedang sarapan pagi tersenyum. "Iya, nih. Sarapan, Chan!"

Di layarnya, terlihat Chandra yang sedang tersenyum lebar. "Aku udah sarapan. Kalo gitu nanti pulangnya aku jemput ya!"

Wendy manggut-manggut. "Oke."

"Kalo gitu aku kerja dulu ya, Wenca. Dahhh~"

Pip.

Panggilan video berakhir menyisakan Wendy yang masih saja tersenyum. Sejak ada Chandra, ia merasa hari-harinya penuh warna. Chandra begitu manis padanya. Yang paling penting, pria itu tidak terganggu dengan kebiasaannya yang blak-blakkan.

Ah, seideal itu Chandra di mata Wendy.

Tak lama berselang, gadis cantik itu pun berangkat ke hotel tempatnya bekerja.

.

.

.

Wendy baru saja akan tidur sore di lokernya jika saja tidak mendengar ponselnya berdering. Tapi berhubung yang menelponnya adalah Chandra, ia rela memangkas waktu tidurnya.

"Halo, Mas Chan.."

Pria di seberang sana berdeham seakan ragu untuk berucap.

"Ekhm, Wen... Maaf nanti aku gak jadi jemput kamu ya. Ternyata lagi ada event dan tiba-tiba ada extra paxnya banyak banget. Aku gak tega ninggalin tim aku..."

Gadis itu tertegun. Astaga, Chandra benar-benar peduli dengan para pegawainya. Sungguh gentle memang. Tapi ia juga tidak bisa bohong jika sebagian kecil dari dirinya yang mudah baper ini merasa kecewa. Namun, ia mencoba mengerti alasan yang pria itu katakan.

BLIND DATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang