iv. hati yang panas

322 80 16
                                    

Happy reading!
.
.
.

Hari ini, Wendy sebenarnya merasa sangat tidak mood untuk bekerja. Padahal, ED dan EA tidak begitu banyak, In House pun hanya tamu grup yang tidak banyak tingkah. Tetapi sejak tadi pagi berdiri di counter front desk, hatinya langsung merasa panas begitu melihat siapa yang incharge dengannya.

Tepat di sebelah kiri Wendy, ada Sean yang tanpa malu sedang bekerja sekaligus melancarkan aksi pendekatan. Siapa sih yang tidak kesal jika jadi Wendy?

Sean mengajaknya pulang bersama selama seminggu terakhir, mereka banyak mengobrol dan bercanda, tapi tepat kemarin sore ternyata pria itu baru memberitahu maksud dan tujuannya. Sean yang sangat sialan itu ingin Wendy mencomblanginya dengan Egi—reception baru yang memang akrab dengannya.

Dengan sedikit ogah-ogahan ia pun melakukannya dengan cara menyatukan keduanya di shift yang sama.

"Gi, dulu di hotel sebelumnya bukan pake Opera ya?"

"Bukan, pakenya VHP. Kenapa emang?"

"Oh, pantes. Belum familiar ya? Sini deh, ini ada yang salah posting.."

Wendy merotasikan bola matanya kemudian dengan segera memalingkan wajah. Sean itu payah sekali cara pendekatannya. Dengan asal, Wendy pun mengalihkan perhatiannya dengan membuka booking engine dari online travel agent. Daripada memperhatikan mantan crush dengan crushnya, lebih baik dia memantau perkembangan reservasi kan?

Karena begitu fokus dengan kegiatannya itu, Wendy tidak tahu jika Sean dan Egi tengah asik bercanda dan sesekali melemparkan senyum malu-malu yang begitu jelas. Mengabaikan Wendy yang seakan menjadi makhluk tak kasat mata untuk sesaat.

"Nanti sore ada acara Gi?" tanya Sean yang baru selesai mencheck-out kan tamu. Di sebelahnya Egi baru saja selesai memperbarui profil tamu yang baru check-in.

"Gak ada. Kenapa tuh?" tanya balik si perempuan dengan mata yang mengerling jenaka.

"Jalan yuk!"

Wendy menghela nafas kasar dengan mata yang berotasi jengah. Sebenarnya dia ini dianggap tidak sih oleh dua orang mabok cinta itu? Entah karena ia yang masih kesal dengan Sean atau memang keduanya tampak begitu menggelikan, yang jelas Wendy merasa begitu mual mendengar obrolan keduanya.

.

.

.

Waktu seakan begitu lambat hari ini. Wendy merasa begitu bosan berada di antara Sean dan Egi yang tidak berhenti saling menggoda. Jika saja bukan rekan kerja, rasa-rasanya ia ingin menggetok kepala Sean dengan heels tujuh sentinya!

Baiklah, Wendy sadar ia tipikal yang mudah baper, mungkin ini salahnya juga yang terlalu serius menanggapi Sean. Tapi, apakah harus sejelas itu pendekatan mereka? Di tempat kerja?

Entah Wendy yang terlalu sensi atau bagaimana, yang jelas ia tak berhenti merutuki keduanya sejak tadi.

"Wen, ayo briefing dulu. Gak mau pulang lu?"

Akhirnya. Sepertinya suara Irene barusan adalah hal yang paling indah hari ini. Rasa-rasanya, sudah satu minggu ia berdiri di counter, walaupun pada kenyataannya baru delapan jam.

Gadis itu pun bersiap dengan logbook di tangannya dan beralih ke back office untuk briefing dan handover pada shift selanjutnya.

"Selamat sore semuanya. Dari Front Desk, Arrival 50, check in 20. ED sudah check-out semua........"

"Terima kasih semuanya, selamat sore.."

Akhirnya, Wendy bisa pulang!

Ia begitu senang karena rasa mual dan muaknya sudah berakhir untuk hari ini. Begitu selesai briefing, ia langsung menyelesaikan akhir shift reportnya secepat kilat.

"Wen, udahan? Yuk pulang!"

Egi tersenyum penuh keceriaan mengajaknya pulang. Meski agak terpaksa, Wendy ikut tersenyum. "Ayo."

Mereka berdua pun keluar dari back office diikuti oleh Sean. Ketika Wendy ingin masuk ke loker Sean memanggilnya pelan.

"Wen.."

Gadis itu menoleh dan sedikit heran, pasalnya Egi sudah lebih dulu masuk ke loker. Jadi ada urusan apa Sean dengannya?

Dengan alis yang mengernyit ia pun balas bertanya, "Apa?"

Pria itu terkekeh pelan dan Wendy entah kenapa begitu jengkel melihatnya.

"Thanks banget ya udah bikin gue sama Egi incharge bareng. Pokoknya kalo nanti kita jadian, lu orang pertama yang gue kasih PJ special!"

"Gak perlu," ucap Wendy datar dan masuk ke loker begitu saja. Meninggalkan Sean yang bahkan tidak menyadari kekesalannya.

.

.

.

Wendy melangkahkan kakinya begitu cepat keluar dari Hotel Airlangga. Ia benar-benar dirundung rasa kesal luar biasa setelah ucapan Sean yang tanpa dosa tadi. Dengan tergesa, ia buru-buru menaiki bus untuk pulang. Gadis itu butuh sesuatu untuk menumpahkan seluruh kekesalannya hari ini. Entah itu dengan cara menangis, berteriak, karaoke, atau pilihan terakhirnya adalah menelpon Krystal.

Krystal yang satu minggu lalu sudah memperingatkannya agar tidak terlalu kepedean dengan sikap Sean.

.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Halo, bosen gak si aku updatenya keroyokan? Wkwkw
Oke, glosarium utk kata yg bold ku taro dicomment ya.

Maaf kalau banyak istilah yg kurang familiar dan bikin kurang nyaman bacanya. Tapi aku suka aja ngomongin soal hotel😭😭

Oke, gimana dg chap ini? Mari cuap² di kolom komen!

Salam sayang dari pojokan jekardah,

Pu.

BLIND DATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang