Airlangga mulai merasa lelah, beberapa kali telapak tangannya mengusap ngusap wajahnya, cuma untuk sekedar menyeka keringat yang membasahi wajahnya.Hembusan nafasnya terasa mulai berat, beberapa orang prajurit yang bersamanya mulai terlihat kelelahan.
Namun rasa capek dan lelah tidak berlaku bagi Mapanji tumanggala, dia terus mengamati keadaan sekitar tempat mereka berhenti, dia selalu memastikan ada yang mengikuti atau tidak.
Ingatan Airlangga seperti ditarik pada masa beberapa tahun yang lalu, saat itu dia mengalami masa seperti yang dia alami saat ini.
Kota raja hancur dan dikuasai oleh musuh, dia dan Narotama harus menyelamatkan diri, serta kehilangan orang orang yang dicintainya.
Kini peristiwa itu terulang kembali, namun saat ini dia harus lari bersama Mapanji tumanggala, dalam hati dia berdoa, semoga keluarganya selamat.
" tumanggala, kita sudah menyeberangi sungai, hendak kemana lagi kita ? "
" pergi sejauh jauhnya dari pusat kota raja "
" tapi aku rasa ini sudah cukup jauh "
" belum gusti prabhu, gunung penanggungan masih terlihat dari sini"
Sejauh mata memandang, memang gunung Penanggungan masih terlihat tinggi menjulang dengan diselimuti warna hijaunya pepohonan.
" Sejauh apa jarak kita nanti dengan Penanggungan ? "
" saat kita melihat gunung itu warnanya sudah biru "
Airlangga sudah mengerti maksud Mapanji tumanggala, berarti dia dan sejumlah prajurit yang bersamanya saat ini, harus kembali berjalan lebih jauh dari Watan mas.
Sebagai raja dia sebenarnya punya kuasa untuk memerintah dan menolak, namun apa yang Mapanji tumanggala lakukan itu juga untuk kebaikan dirinya.
Sejauh kaki melangkah, mereka selalu menengok ke belakang, melihat kearah gunung penanggungan, masih terlihat hijau, apa sudah biru.
" tumanggala, gunung Penanggungan telah terlihat biru, didepan kita juga ada sungai "
" kita akan menyeberanginya gusti prabhu "
Airlangga cuma diam, namun sorot matanya tertuju pada derasnya air sungai tersebut, dia tidak bisa melupakan kejadian yang lalu.
" saat diseberang sungai nanti, aku yang akan menjadi penunjuk jalan tumanggala "
" sendiko gusti prabhu "
Bagi Airlangga, wilayah utara sungai adalah tempat yang tidak asing bagi dirinya, dia lebih mengenal tempat tersebut, dari Mapanji tumanggala.
Dari atas bukit yang tidak terlalu tinggi, Airlangga memandang kearah sekelilingnya, kadang rasa tidak percaya hinggap dihatinya, sebuah pertanyaan, namun jawabannya adalah penyesalan.
Tidak percaya dengan dikuasainya kota raja oleh ratu dyah Tulodong, dan penyesalannya adalah dia tidak mengira jika ratu Lodoyong itu akan menyerangnya.
Namun penyesalan datangnya selalu setelah kejadian, kini dia harus kembali bangkit untuk dapat mengalahkan ratu tersebut.
" gusti prabhu, ada sesepuh warga desa Pata'an ingin bertemu "
" suruh dia kesini "
Airlangga tidak bisa menutupi rasa bahagianya, janji setia yang diucapkan oleh para sesepuh desa Pata'an, telah membuat dirinya kian yakin, bahwa rakyat masih menginginkan dirinya untuk menjadi raja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kahuripan 1009 - 1042 2 Dyah Tulodong
Historical Fictionkeinginan Airlangga untuk menguasai pulau jawa seperti para pendahulunya dahulu tidak berlangsung mudah. usai menaklukkan empat kerajaan di blang selatan jawa, Hasin, Wuratan , Lewa dan Wengker. namun masih ada satu kerajaan yang belum bisa dia takl...