Kematian resi Amorakanda kian meruntuhkan mental para prajurit Lodoyong, kehadirannya yang semula mampu memompa semangat mereka, kini tiba tiba redup kembali.Dyah Tulodong menyadari akan hal ini, dia langsung berteriak teriak untuk kembali membakar semangat para prajuritnya.
" tidak perlu kau berteriak teriak gusti ratu, kekalahanmu cuma tinggal menunggu waktu "
" diam kau anak Airlangga "
" menyerahlah "
" pantang bagiku untuk menyerah "
Tanpa kata kata lagi, dyah Tulodong langsung menyerang Mapanji Garasakan dengan kerisnya.
Beberapa tusukan langsung dia arahkan pada lawannya itu, namun semuanya tidak ada artinya bagi Mapanji Garasakan.
" bangsat..., mudah sekali dia mematahkan seranganku, aku tidak boleh menyerah, aku harus bisa mengalahkannya "
Dyah Tulodong kembali melancarkan serangannya, namun berulang kali dia gagal.
" sudahlah..., kau menyerah saja gusti ratu "
" sudah berulang kali aku katakan, aku tidak akan menyerah "
" baiklah kalau memang itu maumu "
Dengan cepat Mapanji Garasakan yang kini ganti menyerang, dan gerakan kerisnya lebih cepat dari dyah Tulodong.
Dyah Tulodong merasa kewalahan dengan serangan yang bertubi tubi ini, dia terus berusaha untuk menghindarinya.
Kekalahan seolah olah hanya tinggal menunggu waktu bagi dyah Tulodong, beberapa sabetan keris Mapanji Garasakan sudah berhasil menggores kulitnya.
Dyah Tulodong menyadari, untuk bisa mengalahkan Mapanji Garasakan terasa sudah tidak mungkin.
Tapi dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan para prajuritnya yang telah berjuang mati matian membela kehormatan dirinya.
" aku akan melawan anak Airlangga ini hingga tetes darah terakhir "
Dia berusaha untuk kembali menguatkan dirinya, sementara Mapanji Garasakan mengambil sikap diam dan mengamati apa yang akan dilakukan dyah Tulodong.
" mati...kau anak Airlangga.."
Dengan sekuat tenaga, dia langsung menusukkan kerisnya pada Mapanji Garasakan, namun lagi lagi serangan ini gagal.
Justru menjadi fatal bagi dirinya, karena Mapanji Garasakan berhasil menyerang balik dengan cepat.
Beberapa sabetan ujung tajam keris Mapanji Garasakan kembali menggores kulitnya.
Hal ini membuat dyah Tulodong tersungkur, dia mencoba bangkit kembali, namun sudah tidak sanggup lagi.
Dengan keris tergenggam erat, Mapanji Garasakan sudah bersiap untuk menghabisi dyah Tulodong, tapi terdengar suara yang membuat dia mengurungkan niatnya.
" cukup adikku "
" kenapa ? "
" apa kau kurang puas dengan kemenanganmu ini ? "
Ucapan Sanggrama wijaya tunggadewi itu sejenak merendahkan amarah Mapanji Garasakan.
" tapi dia musuh kita "
" ampuni dia adikku "
Mapanji Garasakan kembali menyarungkan kerisnya, dia menuruti ucapan kakaknya tersebut.
" lalu.., hukuman apa yang pantas untuk dirinya ? "
" biarkan dia kembali ke Lodoyong "
Mapanji Garasakan sebenarnya tidak setuju dengan apa yang kakaknya katakan, namun sebagai adik, dia juga menghargai rasa welas asih saudara tuanya itu.
" kembalilah kau ke Lodoyong gusti ratu, dan sekarang kau menjadi bawahan Kahuripan "
Dyah Tulodong tidak sanggup lagi berkata apa apa, dia cuma diam, dan dalam hatinya seraya ingin berkata terima kasih kepada Sanggrama wijaya tunggadewi.
SELESAI
KAMU SEDANG MEMBACA
Kahuripan 1009 - 1042 2 Dyah Tulodong
Historical Fictionkeinginan Airlangga untuk menguasai pulau jawa seperti para pendahulunya dahulu tidak berlangsung mudah. usai menaklukkan empat kerajaan di blang selatan jawa, Hasin, Wuratan , Lewa dan Wengker. namun masih ada satu kerajaan yang belum bisa dia takl...