Menyerah

40 3 0
                                    

Tameng tameng kayu prajurit Lodoyong sudah diatas kepala, sementara panah panah yang dilepaskan oleh prajurit Kahuripan, bagai hujan yang sangat lebat menghujani mereka.

Mereka merundukkan badan, sementara anak panah itu, satu persatu mulai menancap pada tameng tameng kayu mereka.

Tidak ada tempat untuk berlari, cuma mereka berharap, agar panah panah yang menghujani mereka lekas berhenti, dan pertarungan terbuka siap mereka hadapi.

Namun dibalik tameng tameng yang melindungi tubuh mereka, tanpa mereka sadari, para prajurit Kahuripan secara perlahan, sudah bergerak maju.

Merasa anak panah yang menghujani mereka telah berhenti, secara perlahan mereka  bangkit dari posisinya semula.

Namun datang kejutan yang tidak mereka sangka sangka sebelumnya, kini ganti senjata senjata prajurit Kahuripan yang ganti menyerang mereka.

Tanpa pikir panjang lagi, para prajurit Lodoyong langsung memberikan perlawanan.

Sekedar perlawanan, karena dari jumlah mereka sudah kalah, dan perlawanan mereka cuma sesaat menunda datangnya kematian.

Satu persatu, prajurit Lodoyong mulai berjatuhan, dan hal ini terus berlangsung.

" gusti ratu, cepat atau lambat, kita akan kalah "

" benar resi, tapi aku tidak akan menyerah begitu saja "

Resi Amorakanda langsung memacu kudanya menuju medan pertempuran, sementara perlawanan prajurit Lodoyong, sudah tidak berarti apa apa lagi.

" tidak sampai matahari diatas kepala, mereka sudah pasti bisa kita kalahkan "

Ucap Samarawijaya dengan penuh keyakinan.

Melihat resi Amorakanda maju ke medan pertempuran, Mapanji Tumanggala dan Mapanji Garasakan langsung memacu kudanya menuju pertempuran.

Melawan ataupun tidak melawan, maka hasilnya akan tetap sama, tak ingin para prajuritnya mati sia sia, dyah Tulodong memacu kudanya ke arena pertempuran.

" hey...resi, ayo hadapi aku "

" Tumanggala, mati kau hari ini "

Resi Amorakanda langsung melompat dari kudanya, tongkat panjang yang ada dalam genggaman tangannya, dia ayunkan dengan sekuat tenaga kearah Mapanji Tumanggala.

Mapanji Tumanggala langsung menghindar dengan menjatuhkan diri dari pelana kuda, namun naas bagi kudanya.

Hempasan tongkat resi Amorakanda menghantam kuda tersebut, seketika itu juga ringkikan keras kuda Mapanji Tumanggala langsung terdengar, dan sesaat kemudian, tubuhnya langsung tergeletak di tanah.

Kembali resi Amorakanda mengayunkan tongkatnya, suaranya bagai gemuruh angin puting beliung yang dahsyat.

Kembali Mapanji Tumanggala harus bergulingan di tanah, menghindari pukulan tongkat tersebut.

" bagaimana ini "

Mapanji Tumanggala bagai orang yang kehilangan akal dalam menghadapi serangan tongkat resi Amorakanda.

" aku harus bisa mengalahkannya "

Dengan cepat dia melompat kearah resi Amorakanda, dengan keris ditangan dia sudah siap untuk menyerang penasehat dyah Tulodong ini.

" oh...tidak "

Namun tanpa dia duga, tongkat resi Amorakanda telah lebih dulu menghantam tubuhnya.

Tubuhnya langsung terpental ke belakang, dan jatuh bergulingan di tanah.

" biarkan aku yang menghadapi "

" bayu aji "

Resi Amorakanda agak terkejut melihat apa yang bayu aji pegang, sebuah cambuk dengan warna kekuningan.

" ilmu apa itu ? "

Ucapnya dalam hati.

Belum sempat terjawab pertanyaannya, tanpa dia duga sebelumnya, bayu aji langsung menghempaskan cambuknya kearah dirinya.

Dengan cepat dia menangkis cambukan tersebut dengan tongkatnya.

Terdengar bunyi seperti ledakan yang begitu keras, tubuh resi Amorakanda mundur beberapa langkah ke belakang.

Dia terperangah melihat apa yang baru saja terjadi, tongkatnya telah patah oleh cambukan bayu aji.

" oh....ini tidak mungkin "

Tanpa ampun lagi, bayu aji kembali menghempaskan cambuknya, tapi resi Amorakanda berhasil menghindarinya.

Serangan pertama gagal, tapi tidak yang kedua, dengan sekali hempasan, tubuh resi Amorakanda langsung tersambar cambuk bayu aji.

Kahuripan 1009 - 1042  2 Dyah TulodongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang