BAB 3

114 14 16
                                    

Ada banyak hati untuk berlabuh. Namun, pada akhirnya hanya kamu tempat berhentiku.

-Afian Rasya Sadewa

***

Sudah dua hari Abi bersekolah di Smarekarta dan selama itu pula Abi duduk seorang diri di pojokan. Entah kemana teman semejanya itu hingga sekarang tak kunjung menampakkan diri.

Pagi ini giliran jadwalnya Bu Iyah selaku guru biologi di kelas XI MIPA 3. Dan semua murid telah siap di tempatnya masing-masing untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

"Baik, sekarang Ibu absen ya ..."

Baru saja hendak mengabsen murid-muridnya, ketukan dari seseorang di ambang pintu kelas menghentikan aktivitas Bu Iyah.

"Permisi, Bu," mulai orang tersebut.

"Ya?"

"Maaf Bu saya dari toilet, kebelet," jelasnya.

"Ya, silahkan masuk."

Cewek itu mengangguk, "Terimakasih, Bu."

Orang dengan tubuh mungil dan surai pendek berwarna hitam itu masuk. Ia menghampiri bangkunya yang berada tepat di sebelah cowok berwajah datar. Matanya tampak berbinar kala melihat seseorang telah mengisi kekosongan di mejanya. Itu berarti setelah ini ada teman untuk diajak diskusi dan mengobrol. Ya Tuhan, rasanya cewek itu ingin berteriak saking girangnya.

Di sisi lain cowok bernama Abi itu tengah memerhatikan seorang cewek yang menghampiri mejanya dengan wajah mesam-mesem. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, ini cewek kenapa deh? Senyum-senyum alay gitu? Gila apa gimana? Nggak jelas banget.

Seperti itulah kira-kira isi hati Abi saat ini. Ya ... Kalau dilihat-lihat sih cewek itu memang tampak seperti orang kesurupan. Mesam-mesem sendiri seraya melompat-lompat kecil.

"Gimana, Nay? Menang nggak?" tanya Restu seiring dengan tibanya Naya di bangkunya.

Bibir gadis itu mengerucut, wajahnya berubah masam, "Enggak."

Jawaban itu berhasil membuat Aska yang sedang memakan donat diam-diam, ikut berbalik menatap Naya.

"Kok bisa? Mereka curang ya?" tanya Aska penuh selidik.

"Ish, ya enggak lah. Mereka tuh lebih pro dari aku, jadi ya nggak heran kalau akunya kalah."

Restu mengangguk-angguk kecil. "Terus gimana?"

Naya mengernyit, "Gimana apanya?"

"Gimana ... Udah ada yang nyantol belum?" tanya Restu diiringi tawa kecil.

Sekarang Naya paham arah bicara Restu. Perempuan itu menarik napas kecil, "Aku ke sana buat lomba, bukan nyari pacar." Jawabnya diiringi senyum menggoda dari Restu.

"Huu ... Gimana sih lo, Res? Kalo sampai Naya punya pacar, kan bisa galau temen kita." Protes Aska kemudian kembali menyuap donat ke dalam mulut.

"LIONEL ASKA PRAMUJA!" Panggil Bu Iyah dengan lantang, ia tengah mengabsen murid-muridnya.

"I-IYA BU INI SAYA BUANG DONATNYA!" Saut Aska yang belum siap menerima panggilan.

Sontak seisi kelas terbahak mendengar penuturan Aska yang seolah-oleh tertangkap basah sedang makan di kelas.

Lain halnya dengan Bu Iyah yang memilih berdiri untuk mengecek murid bandelnya yang satu ini. Dan ternyata memang benar, Aska dengan mulut belepotannya itu masih memegang donat coklat kacang di tangan kanannya. Melihat keadaan muridnya, Bu Iyah berkacak pinggang, bersiap untuk mengomel-omel.

"Gusti Aska ... Kamu ini ya, dari kelas 10 Ibu perhatikan, makannya donaaaaat mulu. Nggak ada makanan lain apa?" omel Bu Iyah yang makin memicu gelak tawa seantero kelas.

Bagaimana tidak mengundang tawa? Bu Iyah yang sudah memasang wajah galak bukannya mengoreksi perbuatan bandel Aska justru mengomel karena makanan Aska selalu itu-itu saja.

Siswa berbadan gemuk itu tersenyum lucu. Pipi cabinya mampu membuat siapa saja gemas. "Ya gimana lagi Bu, donatnya enak sekali. Ibu salahkan donatnya saja, jangan saya." Dalih Aska.

Bu Iyah hanya bisa menghela napas dan menggeleng. Benar, ia tidak bisa marah dengan murid segemas Aska ini. "Nanti lagi makan donatnya, sekarang belajar biologi dulu." Titahnya yang langsung diangguki oleh Aska.

Lain dengan yang di pojok sana, dua makhluk berbeda alam duduk berjejeran. Yang cewek mesam-mesem tidak jelas dan yang cowok memasang mimik datar. Sangat bertolak belakang, bukan?

Cewek pemilik nama Sanaya Riskan itu menengok ke arah kanan, tepat dimana teman barunya berada. Tak henti-hentinya ia tersenyum. Bukan. Bukan karena ia duduk semeja dengan manusia tampan, melainkan karena akhirnya ia memiliki teman semeja. Suasana horor di pojokan kelas sedikit terkikis dengan hadirnya cowok itu.

"Hai!" Sapa Naya, senyumnya kian melebar.

Tidak mendengar respon apa-apa, Naya kembali bersuara, "Nama kamu siapa?" tanya Naya layaknya anak tk. Tangannya mengulur, siap menerima perkenalan dari cowok di sebelahnya.

"RADEN ABIMANYU!" Panggil Bu Iyah, masih mengabsen murid-muridnya.

"Hadir!" Seru Abi kemudian menoleh ke arah gadis di sampingnya. "Denger? Itu nama gue." Katanya singkat.

Naya terdiam sejenak lalu mengangguk-angguk kecil. "Okai, sekarang giliranku," ujarnya bersemangat. Tangan kanannya yang terulur sedari tadi, bergerak menarik telapak tangan Abi dan mengenggamnya. Memaksa cowok itu untuk menerima uluran tangan Naya.

"SANAYA RISKAN!" Kini saatnya nama Naya yang dipanggil.

"Hadir, Bu!" Seru Naya.

"Kamu juga denger 'kan? Itu namaku." Lanjutnya meniru gaya bicara Abi.

Abi menatap cewek di sebelahnya yang tengah menyengir kuda. Ini cewek salah minum obat apa gimana sih? Atau memang dari lahir udah ngeselin? Dumel Abi dalam hati. Ia segera melepaskan tangannya dari genggaman Naya dan beralih menatap buku paket biologi di hadapannya.

MathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang