Aku akui, tawamu bahagiaku. Tapi, apakah aku harus tetap bahagia jika tawa itu tercipta karena laki-laki lain?
-secret admirer
***
| "Omong-omong, Den." Naya menyerongkan tubuhnya ke arah Abi, menatap binar manik lelaki itu. "Kejadian tadi itu ... keren!" serunya.
Abi kembali menyandarkan pungungnya. Menelan suapan nasi goreng pertamanya dengan pandangan yang tak lepas dari mata sang lawan bicara. "Maksud lo?" tanya Abi, salah satu alisnya terangkat.
"Itu ... waktu kamu nendang bola sampai kena pipinya Kak Mahen, menurutku itu keren banget!" ujar Naya antusias.
"Seneng banget lihat orang kesakitan," balas Abi.
"Ya habisnya aku greget banget sama dia, nggak pernah bisa menghargai orang," lanjut Naya lalu menggigit kecil cone es krimnya.
"Emang ..." Abi menggantung ucapannya, "biasanya kelakuan Mahen kaya gitu?" tanyanya, menyorot Naya dengan tatapan penasaran.
Gadis itu mengangguk. "Udah, ah, jangan bahas Kak Mahen lagi." Naya memberengut. "Enak nggak nasgornya?" tanyanya kemudian sembari memperhatikan sajian nasi goreng di tangan Abi.
Abi mengangguk. "Enak," cowok itu menjeda, kembali menyendok nasi gorengnya. "Nggak tahu, deh, kalau lo yang masak," kelakarnya yang berhasil membuat Naya tergelak.
"Aku jadi takut ngeracunin kamu, Den." Naya kembali tertawa, diikuti dengan kekehan kecil dari Abi.
"Cicipin dulu makanya. Kalau beracun kan lo dulu yang kena, bukan gue," canda Abi.
"Bener juga," sahut Naya, tidak bisa menghentikan tawanya.
Entah mendapat dorongan dari mana, tangan Abi bergerak menyentuh puncak kepala Naya. Menahannya sesaat, lalu mengacak rambut gadis itu sekilas. |
"Argh!"
Arka mengusap wajahnya gusar. Sial, ia mengingat pemandangan itu lagi. Pemandangan di mana Naya tertawa bersama Abi di taman belakang.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan itu, tapi entah kenapa, ada denyut menyakitkan di dada Arka kala ia melihat Naya tertawa bersama laki-laki lain.
"Duh, gimana ini, Nay? Lihat lo dibuat ketawa sama orang lain aja gue kepikiran, apalagi ngebiarin lo punya hubungan spesial sama orang lain," Arka bermonolog, memandang langit malam dengan lesu.
Detik ini, Arka tengah berbaring di genteng atap rumahnya. Menjadikan tangan kanan sebagai bantalan, sedang tangan yang lain diletakkan di atas perut. Entahlah, tempat ini begitu nyaman bagi Arka. Terlebih lagi saat dirinya sedang dilanda galau dan cemburu yang membabi buta.
Arka mengatupkan mata sekejap kala semilir angin menerpa dirinya. Bayangan Naya dan Abi selalu saja menghantui pikirannya. Waktu itu di belakang gereja, dan sekarang di taman belakang sekolah. Ah, mengapa mereka semakin dekat, sih?
"Bang Abi orang baik, Nay. Dia bisa ganti posisi gue buat jaga dan sayangi lo. Tapi kenapa setiap kali lihat lo akrab sama dia, rasanya sakit?" Arka berujar dalam hati. Rahangnya mengeras, menahan rasa perih yang tak terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Math
Teen FictionNiat awal membuat cemburu Arka berakhir menjadi rasa sayang terhadap Naya. Raden Abimanyu, cowok jangkung yang terkenal akan kemampuannya berpikir logis dan matematis. Suatu hari ia mengetahui jika Arka menyukai seorang gadis secara diam-diam. Persi...