Please try to create your own happiness, yeah? Waiting for others is endless.
-Rasya Sadewa
***
"Ea, ea, ea!"
Gaduh yang mampu memikat banyak pasang mata untuk menyorotnya itu berasal dari gerombolan siswa kelas sebelas. Abi—si pusat perhatian— berhasil melambungkan bola sepak di udara hingga berulang kali tanpa jatuh sekalipun.
Lambungan ke dua puluh tujuh, bola sepak tak kunjung lepas dari kendali laki-laki tersebut. Dengan begini, kepiawaian Abi dalam olahraga yang banyak digandrungi itu tidak terbantahkan lagi oleh teman-temannya.
Suasana pagi di lantai satu Regal Jakarta tak sesenyap biasanya. Sesuatu yang langka terjadi. Banyak siswa angkatan 62 Regal Jakarta, tiba di sekolah bahkan satu jam sebelum bel masuk berbunyi. Dan di sinilah mereka sekarang, di selasar lantai atas. Meramaikan situasi di sana dengan gelak tawa dan tantangan nyeleneh yang mereka buat.
Seperti sekarang, siapa pun yang melewati gerombolan di depan kelas MIPA 3 itu harus melakukan estafet juggling bola sepak. Orang yang baru datang akan menerima bola dari siswa sebelumnya yang sudah melakukan juggling lebih dulu, begitu seterusnya. Bola sepak itu milik Aska yang baru dibelinya kemarin sebagai kembalian membeli donat. Jadi, sudah dapat ditebak bukan, siapa yang menciptakan keramaian ini?
Yap, Trio Jonjing.
"Woy! Woy! Woy!" seru Yudhis dan Restu kala seorang siswa dengan jaket bomber andalannya, mendekati gerombolan itu. "Rasya, nih, Rasya!" Yudhis berujar heboh.
Sementara di tempatnya, Rasya mematung dengan ekspresi bingung tentunya. "Kenapa?"
"Sebelum masuk kelas harus juggling dulu," tantang Yudhis bersemangat.
"Ah, nggak bisa gue," celetuk Rasya.
"Bisa, coba aja dulu," sahut Arka.
Rasya menggeleng. "Nggak, nggak, kalian aja." Laki-laki itu hendak melangkah masuk ke kelas sebelum Aska menahan dirinya.
"Oit! Rasya, ini harus. Dari tadi, semua yang mau lewat harus juggling dulu. Ini wajib!" kata Aska telak.
"Nih, Ras." Kemudian bola sepak yang semula berada di bawah kendali Abi, melayang ke arah Rasya dengan tiba-tiba, membuat cowok itu refleks menjauh ke belakang, menghindari bola itu.
"Yaahh ..." Gerombolan itu kompak mendesah kecewa. Padahal sudah lima orang yang berhasil melakukan estafet juggling ini tanpa menjatuhkan bola, dan Rasya justru mengacaukannya.
Rasya tersenyum kikuk. "Hehe ... Sorry ..." ujarnya sembari menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
"Nggak apa-apa. Kita ulang dari awal," Restu menengahi.
"Oke, gue masuk dulu, ya." Pamit Abi, lalu merentangkan satu tangannya ke arah Petra, anak MIPA 2 yang ikut bergabung dalam gerombolan itu. "Tas gue," pinta Abi, lalu detik berikutnya ia telah mendapatkan kembali ranselnya. "Yak, thanks."
Melihat Abi, Rasya teringat sesuatu. Segera laki-laki itu membuka ransel yang ia panggul di bahu kanannya, dan meraih paper bag kecil dari dalam sana. "Bi, Bi, Bi!" panggil Rasya berulang-ulang kala Abi telah berbalik badan untuk masuk ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Math
Teen FictionNiat awal membuat cemburu Arka berakhir menjadi rasa sayang terhadap Naya. Raden Abimanyu, cowok jangkung yang terkenal akan kemampuannya berpikir logis dan matematis. Suatu hari ia mengetahui jika Arka menyukai seorang gadis secara diam-diam. Persi...