BAB 9

46 8 2
                                    

Happy Eid Al-Adha, luuurr🌙🙏

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini.

Hope you like this chapter!

***

Jangan salahkan keadaan. Salahkan dirimu sendiri yang tidak bersegera mengambil tindakan.

-Andinie

***

Derap langkah seseorang menggema hingga ke seluruh penjuru lapangan. Laki-laki beralmamater hitam itu bersusah payah mengatur pernapasannya. Baik wajah maupun seragamnya sudah basah oleh keringat karena berlari sejauh 2 kilometer.

Kondisi sekolah sedang sunyi kala laki-laki itu tiba di sekolah. Dia melihat sekeliling, peserta upacara di lapangan ini terlihat sedang mencari sesuatu. Hingga akhirnya pria paruh baya yang berdiri di tengah sana, memanggil dengan lantang.

"RADEN ABIMANYU!"

Laki-laki itu terperanjat saat namanya disebut. Namun, sesaat kemudian ia tersadar. Mungkin karena terlambatlah ia dipanggil ke depan.

"Di sini!" Seru lelaki itu sembari mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Seruan Abi berhasil mengalihkan atensi semua orang ke arahnya. Segera ia meletakkan ranselnya di bawah papan pengumuman dan melangkah menuju tengah lapangan.

"Ini dia, Raden Abimanyu kita!" Pak Aden, sang pembina upacara, merentangkan tangannya menyambut kedatangan Abi di tengah lapangan.

Abi mengerutkan keningnya. Kalau dia dipanggil karena telat, mengapa ekspresi Pak Aden seperti orang yang sedang bahagia? Bukankah seharusnya marah?

Pemuda 19 tahun itu semakin dibuat bingung saat Pak Aden memeluknya erat. Seperti seorang ayah yang bertemu anaknya setelah sekian lama. Ditepuknya punggung Abi sebanyak tiga kali, sebelum Pak Aden mengurai pelukannya.

"Mayoritas dari kalian pasti sudah tahu, dong, siapa laki-laki di samping saya ini?" tanya Pak Aden, nadanya terdengar sangat excited.

"Tahu!" Sahut sebagian besar siswa di lapangan. Bagaimana mereka tidak tahu? Kedatangan Abi sebagai siswa baru sempat menjadi trending topik di seluruh grup angkatan.

"Yang kelas 12 ingat tidak, dia siapa?" Pak Aden kembali menatap Abi seraya tersenyum penuh arti.

Abi mulai mengerti maksud dari sikap Pak Aden terhadapnya beberapa detik yang lalu. Dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Pak Aden selanjutnya. Meski begitu, Abi tidak akan menghentikan Pak Aden. Mungkin inilah saatnya warga sekolah tahu identitas Abi yang sebenarnya.

"Jadi, Raden dulu pernah sekolah di sini," Pak Aden menunjuk Abi dengan kelima jarinya. "Dia masuk sebagai angkatan 61 yang seharusnya duduk di kelas 12 tahun ini."

Situasi lapangan menjadi gaduh setelah Pak Aden mengatakan fakta itu. Siapa yang mengira jika siswa baru itu pernah sekolah di Smarekarta sebelumnya? Terlebih lagi para siswa-siswi angkatan 62. Mereka kira Abi teman sebaya mereka, ternyata kakak kelas.

Pak Aden kembali mamandang Abi. Paham akan arti tatapan Pak Aden, Abi pun menganggukkan kepalanya.

Guru itu beralih menyorot siswa-siswi yang berbaris di hadapannya, "Tapi waktu itu Raden mengundurkan diri dari sekolah ini saat bulan terakhir semester gasal. Dan sekarang, dia datang kembali sebagai siswa kelas 11 dan bergabung di angkatan 62!" Jelas Pak Aden, meninggikan suaranya di kalimat terakhir.

MathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang