BAB 10

46 10 5
                                    

Manusia terlalu sering menilai orang lain, hingga mereka lupa untuk bercermin.

-Andinie

***

"Ayo, Mang!"

Arka memutar tubuhnya menghadap kerumunan di kantin. Dengan membawa nampan berisi satu piring gado-gado, dua mangkuk mie ayam, dan satu piring batagor, Arka siap menyajikannya untuk teman-teman.

Arka melangkah dengan hati-hati. Di belakangnya ada Mang Gisman atau yang biasa disapa Mang Gis, salah satu pedagang di kantin. Mang Gis membawa nampan berisi tiga gelas es teh dan satu gelas latte dingin.

"Ar!"

Panggilan dari seseorang membuat Arka menahan langkahnya. Cowok itu menoleh, menjumpai dua orang lelaki yang berjalan ke arahnya.

Laki-laki yang berjalan di depan itu namanya Hafis. Penampilannya terkenal berantakan. Kemeja yang tidak terkancing sempurna dan lengan yang selalu dilinting 3 lipatan ke atas. Membuat kesan bad boy dalam dirinya.

Di belakangnya ada Adam. Satu-satunya cowok perfeksionis yang selalu berpenampilan rapi di SMA Regal Jakarta. Lihat saja dirinya sekarang. Meski upacara telah usai, almamater kebanggaannya tetap terpasang sempurna di tubuh tegapnya.

Ceter!

"Aw! Sakit, Bego!" Umpat Arka kala sebuah dasi melesat indah di bahunya.

Siapa lagi kalau bukan si Hafis pelakunya. Cowok berandalan yang hobinya sabet sana sabet sini. Dengan bermodalkan dasi, ia mampu membuat orang-orang yang ditemuinya merasa jengkel dan kesakitan. Seperti barusan contohnya, ia melecutkan dasi sekolahnya tepat di bahu Arka hingga si empunya meringis kesakitan.

Hafis menyampirkan tangannya di bahu Arka, matanya menyorot isi nampan yang dibawa oleh temannya itu. "Banyak bener pesennya. Ada duit, lu?" tanya Hafis sarkas.

Namun, sang lawan bicara tidak mengindahkan perkataan Hafis. Ia terlanjur jengkel dengan teman satu band-nya ini.

Hafis menatap Arka yang tengah memberengut kesal. Cowok itu terkekeh pelan, "Yeilah, udah kaya cewek PMS aja, lu!" Olok Hafis sembari mengusap wajah Arka dengan telapaknya.

"Emh!" Arka menjauhkan wajahnya dari telapak Hafis, "Tangan lu bau banget anjir!"

"Hah? Masa, sih?" Hafis menghirup telapaknya dalam-dalam. "Oh iya, gue lupa. Habis cebok tadi," Hafis nyengir kuda.

Seketika Arka berekspresi seakan-akan mau muntah, mengingat bagaimana bau tangan Hafis tadi.

"Ehem!" Seseorang yang berdeham di belakang membuat Arka dan kedua temannya menengok. "Maap ya masnya, ini teh jadi dianter ke meja tidak atuh?" tanya Mang Gis.

Arka nyengir. "Ya ampun, saya lupa. Yaudah, Mang, biar teman saya yang bawa," Arka menyenggol lengan Hafis dengan sikunya, "Fis, bawain tuh."

Hafis mengangguk. "Sini, Mang, biar aing aja yang bawa." Hafis mengambil alih nampan dari tangan Mang Gis.

"Makasih ya, Mang!" Seru Arka saat Mang Gis dengan buru-buru kembali ke warungnya.

MathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang