BAB 23

32 5 3
                                    

Apa yang terlihat belum tentu apa yang sebenarnya.

-MathQuot

***

"Mas! Mas!" Melambaikan tangannya berulang, wanita berbusana kantoran itu memekik keras guna menghentikan pengendara motor berseragam SMA.

Bersama matic-nya, pemuda tinggi yang dimaksud menepi tepat di hadapan si wanita. Kemudian dia mendorong kaca helm-nya ke atas, membuat kontak mata dengan orang yang memanggilnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" celetuk pemuda itu.

Begitu si wanita mendengar panggilan 'Bu' dari pemuda itu, air mukanya tampak bersungut. "Saya nggak setua itu, ya!"

Pemuda berjuluk Abi itu memindah pandangan. Memutar otak untuk maksud dari perkataan si wanita yang sedikit lambat dimengerti olehnya. "Ma-af, Tante?" cetusnya terbata, takut-takut jika ucapannya menyinggung wanita itu lagi.

"Aduh, Mas!" wanita itu menggeram. "Saya bukan tante-tante yang suka sama berondong!" protesnya yang lagi-lagi membuat Abi gagal paham. Kemudian wanita dengan polesan make-up bold itu mengamati pemuda di hadapannya. "Tapi kalau Masnya, boleh dibicarakan, hehe ..." imbuhnya yang membuat Abi semakin dirundung bingung.

"MIMA!"

Sontak si wanita terperanjat. Kelopak netranya terbelalak, minta dicolox. Dia menoleh, pun dengan Abi yang penasaran dengan siapa yang berteriak layaknya aungan singa.

"Mati aku, Mas!" pekiknya seraya menepuk kening keras-keras. "Ayo!"

"Ayo ke mana Bu- Tan-" Abi mendengus halus. "Jadi saya harus memanggil Anda apa?"

"Yemima Ekuadoor," beo wanita itu. "Itu nama saya. Kamu boleh panggil Sayang, tapi kalau kamu nggak mau terburu-buru, panggil saya Mbak Mima aja," kelakarnya.

Abi tersenyum kaku dan tampak sangat dipaksakan. "O-ke, Mbak Mima."

"Kata orang, saya ada di Amerika," kembali membeo, wanita berjuluk Mima itu membenah mimiknya menjadi serius. "Tapi kalau kata saya, mah, saya ada di hati kamu- JIAKH!" Mima tergelak. Tampannya paras pemuda di hadapannya ini membuat dirinya tidak bisa menahan diri dari kebiasaannya, menggoda bujang.

Bisa dikatakan, ini adalah lelucon sepihak sebab situasi sebenarnya, hanya Mima yang dengan hebohnya tertawa, sementara Abi menyimak. Suasana semakin aneh dan canggung kala orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar mulai mencuri-curi pandang ke arah Mima dan Abi, dengan tatapan bertanya tentunya.

Bodoh. Kenapa tadi harus berhenti, sih?

Laki-laki itu mulai merutuki dirinya sendiri karena telah menjadi orang yang berhasil diberhentikan oleh Mima. Abi tidak suka diperhatikan seperti ini, apalagi oleh orang banyak, itu pun orang yang tidak dikenalnya. Huh, rasa-rasanya Abi ingin menghilang saat ini juga.

"Saya bercanda!" seru Yemima kala melihat raut Abi yang tegang. "Jangan serius-serius, ah! Saya belum siap ke pelaminan," wanita 28 tahun itu kembali berkelakar.

"JEMIMA!"

Yemima kembali berjengit kaget. "Ya Allah! Lupa!" Ia menepuk pelipisnya kuat-kuat. "Tolongin bos saya! Mobilnya mogok, kurang dari 20 menit lagi ada meeting sama investor," ia berujar cepat dengan raut resah.

Abi mengangguk. "Tapi saya hanya bisa membawa satu orang, Mbak."

"Bawa bos saya aja. Kalau saya ikut, nanti dikira cabe-cabean, bonceng tiga."

Abi mendesah kesal. Mbak-mbak yang terlihat seperti tante-tante ini sempat-sempatnya bergurau di tengah-tengah keadaan genting seperti sekarang.

"Ayo! Bos saya ada di depan sana."

MathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang