BAB 5

77 11 15
                                    

Deket sama Kak Abi itu,
kalian nggak bakalan dighosting
paling cuma diajak thinking.

-Natusya Kiara Resky

***

Benturan antara dinding dengan benda bulat bervolume itu memenuhi seisi gedung. Abi menatap tajam dinding di hadapannya. Sama seperti caranya menatap seseorang yang dua hari lalu dijumpainya.

Pikirannya melayang ke masa lalu. Masa yang menyulap dirinya menjadi sebongkah es batu berjalan. Bahkan setelah satu tahun lebih ia masih mengingat dengan jelas peristiwa itu.

Sebenarnya ia ingin melupakannya, tapi kejadian sore ini, di mana ia bertemu lagi dengan sosok itu, membuat Abi kalap dengan pikirannya.

DUK! Tendangan penutup untuk mengakhiri sesi pelampiasan amarahnya. Abi membalikkan badan untuk mengambil tasnya yang berada di bangku seberang lapangan olahraga indoor itu. Abi menyambar kasar handuk navy yang menyampir di atas ranselnya. Menyapu bersih seluruh keringat di wajah serta tengkuknya.

Di tengah kesunyian gedung olahraga, tiba-tiba suara toa dari seorang gadis di ambang pintu menggema di seluruh sudut gedung. "Assalamualaikum! Ada Kak Abi nggak?!"

Namun hal itu tetap tidak menganggu fokus Abi pada pikirannya yang tetap tertuju pada sosok itu.

Cewek dengan ransel pink peachnya masuk ke dalam gedung hingga beberapa langkah. Memegang kedua tali ransel di samping tubuhnya dan menjelajahi seluruh isi gedung dengan indera pengelihatannya.

"Gede banget, yak? Udah kaya gedung serba guna. Padahal mah cuma gedung buat main bola." Dialognya pada diri sendiri. Kemudian ia melanjutkan langkahnya. Melihat-lihat sekitar lapangan hingga menemui seseorang yang di carinya tadi.

"Kak Abi!" Panggilnya.

Bak seorang yang tuli, Abi sama sekali tak menghiraukan panggilan gadis itu. Siswi bername tag Natusya Kiara R. itu menatap lelaki di sampingnya lekat-lekat. "Oh gue tau," ia menjentikkan telunjuknya sesaat lalu mengambil sesuatu dari dalam tas ranselnya.

"Nih gue ada soal mtk," ucapnya menyodorkan tiga lembar kertas dalam satu klip ke arah Abi,  "tolong kerjain, ya."

Bola mata Abi bergerak. Tertarik untuk melirik kertas putih yang dipenuhi angka itu. "Sini," Abi merebut kertas itu dengan tak sabar.

"Udah dikasih pakan juga, masih aja ganas." Lirih Kiara tak terima dengan sikap Abi.

"Lo pikir gue binatang?" sergah Abi kala mendengar kata 'pakan'.

"Lagian emosian banget. Ada apa si?"

"Nggak usah kepo." Balas Abi lalu mengambil langkah seribu menuju bangku yang terletak sejauh lima langkah dari keberadaannya.

"Nah kan, nah kan. Gue jadi makin kepo nih kalau kaya gini. Ada apa sih, Kak? Hayuklah ceritaaa," rengek Kiara sembari menyusul pemuda yang telah menemukan belahan jiwanya, matematika.

Tidak berniat melayani rengekan adik kelasnya itu, Abi memilih untuk mempertanyakan satu soal yang sudah terkerjakan,"Ini lo yang ngerjain?" Abi menoleh menatap Kiara.

"Iya. Baru nomor itu doang, yang lainnya gue nggak ngerti."

Abi menggeleng, "Mana ada mutlak min 1 hasilnya negatif."

"Lah emang iya 'kan? Min 1 hasilnya ya min 1. Masa min 2?" Balas Kiara sok pintar.

"Nilai mutlak hasilnya selalu positif, bodoh." Omel Abi sembari memukul pelan kepala Kia.

"Loh iya toh? Baru tahu," Kiara beralih menatap soal di tangan Abi. "Emang nilai mutlak itu apaan sih?"

Mata Abi membola, "Lo nggak tahu nilai mutlak?" tanyanya sedikit meninggi.

Kia menggeleng. Abi pun menggeleng. "Lo udah berapa lama sih sekolah di sini?"

"Baru sebentar, belum sampai ganti semester."

Abi menerawang ke lain arah dan mencoba mengingat sesuatu. "Gue masuk ke sini sekitar minggu ke-5 awal semester. Itu artinya sudah ada 5 kali pertemuan untuk mapel matematika. Dalam 5 kali pertemuan itu paling enggak 2 bab udah selesai karena di Smarekarta proses belajarnya cepet," Abi beralih menatap gadis di sampingnya. "Nilai mutlak itu bab pertama loh, Ki. Seharusnya bab ini udah selesai di pelajari."

Cewek bersurai panjang itu memutar bola matanya malas. Kakak kelasnya ini mulai lagi. Segala sesuatu pasti dihitung dengan serius olehnya. "Emang iya. Makanya Pak Bowo ngasih kertas itu. Buat latihan ulangan dua bab sekaligus minggu depan."

"Kalau gitu kenapa lo masih nggak ngerti sama nilai mutlak? Kan udah lewat babnya. Udah mau ulangan juga," jengah Abi, "gue yang baru masuk dua hari lalu, udah paham tiga bab yang dipelajari di 5 pertemuan sebelumnya. Bahkan semua bab di kelas 11 udah gue pahami. Masa lo bab pertama aja nggak ngerti, Ki?"

"Ya itu kan elo. Bukan gue."

Abi menggeleng lagi. Ia meraih sesuatu dalam ranselnya dan mengecek sesuatu di sana. "Udah jam 5. Yuk balik, kita bahas ini di jalan."

"Bahas nilai mutlak?"

"Iya."

"Capek ah, bahas yang lain aja."

"Mau bisa nggak lo?" serobot Abi emosi.

"Iya, iya."


***

Natusya Kiara Resky / Kia

Natusya Kiara Resky / Kia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang