11

12.8K 1.4K 19
                                    

Aura memilin tali dressnya kuat-kuat. Menghela nafas berkali-kali, namun sesak di dadanya justru semakin hebat. Lamunannya buyar ketika suara klakson mobil berbunyi, tepat di depan tempatnya berdiri saat ini. Aura mendongak, menatap Raka yang keluar dari sana sambil menggendong Riko dan Caca.

"Kamu bawa mereka?" Tanya Aura kaget.

"Di rumah nggak ada yang jagain. Pengasuhnya minta perpanjangan cuti."

"Erika?"

"Jam segini masih kerja." Jelasnya sambil menatap jam tangan. Aura mengangguk paham, lalu mengalihkan tatapan pada dua anak kembar yang tampak cantik dan keren itu.

"Kalian cakep banget sih!" Pujinya sembari mencubit gemas pipi Riko dan Caca.

"Bajunya juga cantik!"

"Tantik!" Ujar Caca menirukan kata-kata Aura.

"Iya cantik, Riko juga ganteng!"

"Ayo berangkat, acaranya mulai setengah jam lagi." Putus Raka.

Aura mengangguk lalu menggandeng dua anak kembar itu masuk mobil.

"Mereka biar duduk di belakang aja, ada pengamannya kok."

"Jangan dong, biar di depan sama aku." Bantah Aura sembari memposisikan Riko dan Caca untuk duduk di sisinya.

Raka tidak berkomentar lagi, laki-laki itu menjalankan mobilnya dengan tempo sedang. Ini adalah kali kedua, Aura menaiki mobil Raka. Suasananya jelas berbeda, karna mobil semakin ramai dengan celotehan Riko dan Caca.

Tidak berselang lama, mobil berhenti tepat di depan hotel, di mana pernikahan Dhimas dan Dinda dilaksanakan. Aura kembali merasakan sesak yang jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. Wajahnya mendadak muram kala menatap bangunan di depannya.

"Kalau nggak siap, nggak usah turun. Ntar pingsan di dalam gue juga yang repot." Sahut Raka sambil melepas sabuk pengaman.

Aura menggeleng perlahan, "Siap kok!" Jawabnya acuh berusaha menekan rasa perih di hatinnya.

"Ya udah ayo turun." Ajak Raka setelah membawa Caca di gendongan. Sedangkan Riko berjalan pelan sambil menggenggam jemari Aura yang semakin dingin.

"Kartu kamu mana?" Tanya laki-laki itu, setiap tamu yang datang wajib membawa kartu untuk masuk ke ballroom.

"Ini,"

Setelah mendapat ijin untuk masuk dari petugas, Raka menggiring Aura dan kedua anaknya berjalan memasuki ballroom.

Dhimas dan Dinda sama-sama berasal dari keluarga yang berada, tidak heran jika mereka menggelar acara pernikahan semegah ini. Tamu yang hadir tentu tidak main-main, semua yang ada di dalam pastinya orang-orang penting.

Aura jadi berpikir, betapa mindernya jika dia yang menjadi pendamping Dhimas. Pantas saja ibu kandung laki-laki itu tidak setuju pada hubungan mereka di masa lalu.

"Ra, ayo salaman sama pengantin." Ajak Raka membuat Aura terperanjat. Meski dengan langkah berat, Aura tetap mengayunkan kakinya mengikuti laki-laki itu.

"Selamat untuk pernikahan kalian, semoga langgeng sampai maut memisahkan." Tutur Raka pada Dinda dan Dhimas.

"Terima kasih pak Raka, senang sekali bapak bisa hadir di hari penting kami." Ujar Dinda lalu menoleh pada Aura.

"Makasih ya mbak, kue buatan mbak Aura sangat bagus. Aku suka banget sama hasilnya." Aura tersenyum kecil.

"Sama-sama, terima kasih sudah pesan kue di tokoku untuk acara sepenting ini." Tatapannya beralih pada Dhimas yang berdiri dengan wajah kakunya. Sangat berbeda dengan Dinda yang tampak begitu bahagia.

Save The Date!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang