14

11.7K 1.4K 18
                                    

Aura meneliti semua barang-barang yang ingin ia bawa. Sembari mengusap-usap tembok ruko yang sudah mulai kusam warnanya. Malam ini, adalah hari terakhir perempuan itu tinggal di ruko.

Aura juga berencana menutup toko kuenya untuk beberapa waktu sampai dirinya mampu menata hati. Meski sudah melakukan persiapan pernikahan, namun Dhimas tidak berhenti mengganggu hidupnya. Aura tentu tidak nyaman dengan sikap nekat Dhimas. Dari sana, Raka mengajaknya pindah ke rumah laki-laki itu.

Setelah meratapi hidupnya beberapa saat, Aura beranjak keluar lalu mengunci pintu ruko yang sudah hampir setengah tahun ini dia sewa.

"Ton, ini gembok dan uang sewa yang terakhir ya." Ucapnya pada anak sang pemilik ruko.

"Tadi sudah dibayar mbak, uangnya banyak banget lagi!" Jawab Toni.

"Siapa yang bayarin?" Tanya Aura bingung.

"Itu mbak, laki-laki yang ada di mobil." Tunjuk anak itu membuat Aura ikut menoleh.

Ah iya, Aura lupa! Malam ini Raka memang datang menjemputnya.

"Ya sudah, ini buat kamu aja. Itung-itung ucapan terima kasih mbak, karna sudah diterima dengan baik di sini." Putus perempuan itu sambil tersenyum lembut.

"Beneran mbak?" Aura mengangguk cepat.

"Makasih ya mbak, sering-sering main ke sini sekalian buatin Toni brownis!" Pinta Toni membuat Aura terkekeh.

"Salam buat bapak ya, mbak Aura buru-buru nggak bisa nunggu bapak kamu sampai rumah." Kebetulan, pemilik ruko sedang ada keperluan di luar.

"Iya mbak nggak pa-pa, nanti biar Toni yang sampaikan ke bapak. Mbak Aura hati-hati ya!"

"Siap!" Setelah itu, Aura berjalan cepat menghampiri mobil Raka yang kebetulan berada di seberang jalan.

Raka turun lalu membantu Aura memasukkan barang-barangnya ke jok belakang.

"Cuma ini yang mau dibawa?" Tanya laki-laki itu.

"Barang-barangku memang nggak banyak." Ujar Aura membuat Raka mengangguk, lalu menutup kembali pintu belakang setelah semua barang Aura masuk.

"Aku kira, kamu bakal minta tolong orang lain buat jemput aku di sini." Sahut Aura memecah keheningan di antara keduanya. Sejak berangkat dari ruko hingga setengah perjalanan, dua orang itu memang hanya saling diam, barangkali bergelut dengan pikiran masing-masing.

"Gue aja bisa berangkat sendiri, ngapain minta tolong orang." Serunya cepat.

"Kata orang jaman dulu, kalau mau nikah dilarang ketemu." Sahut Aura pelan membuat Raka tertawa geli.

"Ya udah lo merem aja deh biar nggak ngelihat gue." Apa-apaan laki-laki itu! Kalau memberi saran suka asal!

Suasana hati Aura semakin tidak karuan, kala mobil Raka memasuki garasi rumahnya. Tidak pernah Aura bayangkan, dirinya akan tinggal di rumah sebesar ini. Bahkan sebagai pembantu rumah pun Aura tidak berani halu, apalagi mau jadi tuan rumah dan istri sang pemilik.

"Ayo turun." Aura terperanjat, lalu menurut.

"Pak Saleh, tolong bawakan barang-barang di belakang ke kamar saya ya." Pinta Raka pada salah seorang pegawainya.

"Baik mas,"

"Ke kamar kamu ya?" Ulang Aura berusaha memastikan laki-laki di depannya tidak bercanda.

"Iyalah, mau ke mana lagi." Jawab Raka acuh.

"Tapi aku nggak mau sekamar sama kamu kalau belum sah." Ujar perempuan itu dengan nada takut. Dia tentu khawatir Raka tersinggung.

"Lo tidur di kamar gue, biar gue yang tidur di kamar tamu." Sahut Raka setelah menghela nafas panjang. Barangkali dia lupa, Aura berbeda dengan perempuan-perempuan yang biasa dia pakai.

Save The Date!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang