16

13.2K 1.4K 32
                                    

"Ra!" Panggil Erika saat Aura keluar dari toilet.

"Ya?" Ia berjalan dengan cepat ke arah iparnya, yang kebetulan berdiri di ambang pintu kamar.

Setelah ijab qabul selesai dilaksanakan satu jam yang lalu, Aura pergi ke kamar si kembar dan membersihkan diri di sana. Sedangkan Raka, entah ke mana laki-laki itu sekarang.

"Yuk, kita ke ruang make-up untuk coba gaun."

"Gaun? Gaun apa Rik?" Tanya Aura benar-benar tidak mengerti.

"Gaun untuk acara resepsi nanti malam." Sahut Erika merasa aneh karna Aura justru bertanya seperti barusan.

"Resepsi? Ada resepsi juga ya?"

"Lo gimana sih ra, yang nikah malah nggak tahu. Raka bikin resepsi di kantornya nanti malam."

"Di kantor? Resepsi pernikahanku dengan Raka?"

"Iyalah. Masa resepsi pernikahan Riko dan Caca. Lo gimana sih kok malah nggak tahu!" Seru Erika.

"Raka nggak bilang apa-apa soalnya." Ujar Aura pelan, merasa bodoh dengan dirinya sendiri.

"Oh, mungkin kejutan kali Ra." Putus Rika sembari menarik tangan perempuan itu.

"Udah nggak usah dipikirin, yang penting sekarang kita coba dulu gaunnya, kalau nggak cocok bisa pesan lagi." Erika membawa Aura ke ruang make-up yang tadi pagi digunakan.

"Duduk Ra," Lagi-lagi Aura menurut.

"Mbak Ratih, gaunnya sudah siap belum?"

"Sudah mbak, tinggal dicoba."

"Ra, sini biar gue bantu pakaiin."

"Ini gaunnya?" Tanya Aura sembari meneliti gaun dari atas sampai bawah.

"Iya Ra, suka nggak? Kalau nggak suka biar gue telepon desainernya. Kita bisa pesan yang lain."

"Nggak ada yang lebih simple?"

"Ini udah yang paling simple di antara koleksi desainer yang Raka pilih, Ra." Aura termenung sembari menelan ludahnya. Tatapannya tertarik pada secarik kertas yang ada di dalam tas tempat gaun tadi. Ternyata kertas itu adalah selembar nota tagihan dari salah satu butik ternama.

"Astaga Rik, harganya!" Seru Aura sembari membekap mulutnya. Erika tergagap lalu merebut nota tadi dari tangan Aura.

"Duh, gimana sih mbak Ratih, kenapa notanya ditinggal sembarangan." Gerutu Erika pelan sambil meremas kertas kecil itu dan membuangnya ke tempat sampah.

"Pantas gaunnya sebagus ini, harganya aja puluhan juta." Cibir Aura sembari mengusap-usap gaun yang akan dipakai.

"Nah, gimana lo suka nggak?"

"Siapa yang nggak suka dikasih gaun semahal ini."

"Bagus! Berarti gue nggak perlu minta Raka buat cari gaun yang lain."

"Tapi, Rik.. Kayanya gaun semahal ini nggak cocok di badan aku."

"Duh, capek gue dengar lo merendah gitu terus! Buruan cobain, abis itu make-up. Tinggal beberapa jam lagi soalnya."

Aura menghela nafas kemudian mengangguk. Bersyukur, sudah tentu. Namun hati kecil Aura selalu minder dengan apa yang saat ini dia dapatkan.

Kebahagiaan dan Kemudahan yang Aura rasakan ketika bersama Raka, justru menjadi ketakutan besar untuk Aura. Apa jangan-jangan Tuhan hanya sedang mengujinya?

***

"Ini kantor Raka?" Tepat pukul tujuh, Aura bersama Erika dan dua anak kembar Raka, sampai di kantor tempat di mana resepai akan dilaksanakan.

Save The Date!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang