15

12.8K 1.4K 29
                                    

"Ra, bangun!" Aura mengerjab pelan, berusaha membuka matanya yang terasa sangat berat.

Perempuan itu menatap sekeliling, dan baru ingat jika malam tadi dia tidur di kamar Riko dan Caca. Tatapannya sontak berhenti kala mendapati Raka duduk di sisi ranjang sambil menatapnya datar.

Ah, jadi yang bangunin dari tadi Raka?? Perempuan itu segera beranjak, berusaha menahan kegugupannya.

"Bangun, udah siang." Lanjut laki-laki yang sudah rapi dengan setelan celana panjang dan kemeja bewarna putih polos itu.

"Loh, anak-anak mana?" Sela Aura setelah menatap sekeliling, dan tidak mendapati dua anak kembar yang semalam tidur dengannya.

"Udah dibawa Erika keluar, mereka di ruang make-up sekarang." Aura menghela nafas pelan. Ya, ini adalah hari H pernikahannya.

"Lo cepetan mandi, setelah itu ke ruang make-up, pasti butuh waktu lama buat nutupin wajah pucat dan kantung mata lo itu." Aura menelan ludahnya susah payah sembari memalingkan wajah. Matanya memang bengkak setelah menangis semalaman. Pasti terlihat sangat buruk, apalagi Raka mendapatinya dalam kondisi baru bangun tidur.

Ia beranjak mengambil handuk dan baju gantinya. Kemudian berjalan pelan ke kamar mandi, berusaha mengabaikan Raka yang masih duduk di sisi ranjang. Setelah beberapa menit membersihkan diri, Aura keluar. Dia bingung mendapati Raka yang masih berada di kamar si kembar. Posisi tubuh tegap laki-laki itu membelakangi arahnya.

Raka tampak serius meneliti sesuatu di atas meja, sampai-sampai tidak menyadari kehadiran Aura yang berjalan mendekati. Betapa terkejutnya perempuan itu, saat berhasil mengintip sesuatu yang Raka pandangi sedari tadi. Laki-laki itu ternyata memegang secarik kertas kecil, sembari menghafal tulisan yang ada di sana.

Lafal ijab qabul?

Entah kenapa, Aura merasa sangat terharu. Untuk ukuran pernikahan yang disetting seperti pernikahannya sekarang, Raka terlalu baik jika menghafal dengan seserius ini.

"Ka," Panggil Aura pelan membuat Raka menoleh.

"Udah selesai? Langsung ke ruang make-up aja." Titahnya.

"Aku mau tanya sesuatu." Sela Aura.

"Tanya soal apa?"

"Ka-kamu yakin mau menikahi aku hari ini?" Keraguan itu semakin kuat Aura rasakan, dia hanya tidak mau Raka menyesal nantinya.

"Sepertinya cuma lo yang ragu. Kalau mau dibatalin bisa kok, mumpung masih ada waktu beberapa jam lagi." Sahut laki-laki itu dengan santai. Dia melipat kertas yang sejak tadi dibaca lalu memasukkan ke saku celana.

"Tapi kalau mau aman, mending nggak usah mikir macam-macam. Jalani aja sesuai rencana." Aura terdiam, menatap sendu pada laki-laki yang saat ini berjalan keluar dari kamar.

***

Kebaya putih sederhana yang beberapa waktu lalu Aura pilih di butik sahabat Erika, kini sudah melekat di tubuhnya.

"Cantik banget Ra!" Seru Erika sembari mendekat ke arah tempat duduk Aura.

"Makasih Rik," Sahutnya sambil tersenyum kecil.

"Sebenarnya, bagusan yang banyak Swarovski yang gue pilih waktu itu." Sesal Erika, tapi perempuan itu tidak bisa memaksa karna Aura sudah menentukan kebaya pilihannya.

"Itu mahal banget Rik, lagian aku nggak pantas pakai yang mewah-mewah gitu. Pakai ini aja aku udah minder." Ucap Aura membuat Erika sontak mendengus.

"Ck! Nggak usah lebay, Sekali-sekali bikin uang Raka habis nggak pa-pa lah." Aura hanya tertawa, Erika memang selalu asal kalau bicara.

Save The Date!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang