22

14K 1.3K 18
                                    

Raka berjalan pelan mendekati ranjang, lalu menyentuh kening sang istri membuat Aura membuka matanya.

"Kamu sudah pulang?" Ucap perempuan itu sembari beranjak dari tidurnya.

"Kamu masih pusing?" Alih-alih menanggapi ucapan sang istri, Raka lebih memilih menimpalinya dengan pertanyaan lain.

Aura terdiam sebentar lalu mengangguk. Sejak pagi tadi, Aura memang mengeluh tidak enak badan. Bahkan Raka sampai menunda meetingnya untuk merawat Aura yang muntah-muntah.

"Perutku juga masih mual." Tuturnya.

"Ayo ke dokter, aku antar. Mumpung masih sore." Ajak Raka sembari melepas dasinya.

"Kayaknya nggak perlu Ka, paling cuma masuk angin biasa. Nanti juga sembuh." Tolak perempuan itu.

"Nggak ada salahnya periksa ke dokter Ra, biar nggak makin parah."

"Anak-anak gimana?"

"Nanti aku telepon Erika biar ke sini, sekarang sama susternya dulu."

"Nggak pa-pa kita tinggal?"

"Nggak pa-pa, periksa paling bentar kan."

***

Jemari Aura yang berada di genggaman Raka mendadak berkeringat, sesaat setelah turun dari tempat periksa.

Baru saja dokter Beni memberi instruksi padanya untuk melakukan USG. Dokter laki-laki yang menanganinya sejak beberapa tahun silam, yakni saat operasi pengangkatan salah satu indung telurnya dilakukan.

"Bagaimana kondisi istri saya dok?" Tanya Raka setelah dokter itu duduk di kursi kebesarannya.

Aura tidak berani bersuara, Ada satu hal yang mengganjal di pikirannya sejak beberapa hari lalu. Namun perempuan itu selalu berusaha menepis, takut jika hasil dari pikiran itu hanya akan membuatnya kecewa lagi.

Dokter Beni menatap wajah pucat Aura dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Aura," Panggil pria paruh baya itu, Aura menengadahkan kepalanya sembari membalas tatapan dokter Beni dengan takut.

"Saya ingin mengatakan sesuatu pada kalian. Tapi saya harap, ini bisa menjadi kabar yang akan membuat kalian lebih kuat." Aura menggeleng pelan, perasaannya semakin kacau, kata-kata dokter Beni sama persis dengan ucapannya saat pertama kali Aura divonis punya kista bahkan harus dioperasi.

"Ada apa dok?" Tuntut Raka tidak sabar.

"Setelah melakukan pemeriksaan, saya menyatakan bahwa Aura positif hamil." Dokter Beni bisa melihat, bagaimana ekspresi terkejut sekaligus terharu dari wajah pasangan suami istri di hadapannya.

"Ha-hamil dok?" Ulang Raka membuat dokter Beni mengangguk cepat.

"Usia kandungannya tujuh minggu." Lanjut sang dokter sembari menghela napas.

"Berarti saya tidak mengalami kemandulan kan, dok?" Seru Aura dengan suara sedikit bergetar. Genggaman tangannya pada Raka semakin erat.

"Saya sempat curiga dengan perubahan kondisi tubuh saya. Bahkan sempat gembira setelah tidak mendapati tamu bulanan. Tapi saya tidak berani pakai tespack, karna takut kecewa pada hasilnya." Jujur Aura dengan air mata yang mengalir. Inilah yang ia nantikan sejak awal pernikahannya dengan Raka. Bahkan keduanya baru saja merayakan anniversary satu tahun pernikahan beberapa minggu lalu.

"Saya senang, karna diagnosa saya beberapa tahun lalu salah. Saya ikut terharu dengan keajaiban ini, Aura." Sela dokter dengan senyum tulus.

"Lalu, bagaimana dengan kondisi janinnya? Janinnya sehat kan dok?" Dokter Beni kembali terdiam, sembari menghela napas berat.

Save The Date!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang