"Dan lo tahu, kemarin gue nyariin lo sama Raisa sampai keliling-keliling tapi gak ketemu. Kita kira lo udah pulang apa engga? Eh pas malamnya nyokap lo datangi apartemen gue sama rumah Raisa, sambil bilang lo belum pulang dari pas kita pergi tadi. We are shock dong! malah hp lo gak bisa dihubungi!!" Omel Ceroline berdiri di sebelah kananku. Kita sedang mengantre beli makanan di jam istirahat.
Raisa, dia dapat tugas jaga tempat duduk kita.
"Yeah, sorry.. i got something wrong yesterday." sahutku sambil melengos malas.
"But why?"
"Sorry. I can't talk to you," balasku sambil melangkah maju karna antrian semakin berkurang.
"Oke! gua hargai privasi elo. but! remember! you have me and Raisa is already of anything you want." balas Ceroline.
"Thanks.."
Kedua bola mataku bergerak ketika melihat satu gadis yang kini berdiri tepat di samping kiriku baru saja.
Walau seketika dia tersenyum kepadaku seperti biasanya, and then...
Just ignore her.
Lucy tampak terkejut dengan respon spontanku. Aku melangkah maju dan memilih pesanan makanan. Ceroline yang di sebelah kananku tampak berseru pelan membisikan sesuatu kepadaku.
"Your eyes so cynical, wosh!"
"Ailin!" Refleks aku menoleh kembali kepada Lucy yang sepertinya masih tersenyum kepadaku.
Kedua bola mataku jatuh pada sesuatu benda di leher gadis itu.
Kalung nama yang memiliki model sama seperti miliku dan Alea.
Sepertinya Daddy sangat adil kepada anak pungut tirinya ini.
"Hm?" balasku sedikit acuh, masih berdiri menunggu makananku.
"Aku boleh gabung---"
"Nope!" balasku cepat sambil tanpa tersenyum, lalu beralih tersenyum kepada pelayan kantin.
"2 Sandwich sama satu porsi salad di meja sepuluh," Aku menuju meja yang sudah dijaga oleh Raisa, sekaligus memesan dua menu sekaligus untuku dan Raisa.
Aku dan Ceroline keluar dari barisan meninggalkan gadis malang nan menyedihkan bernama Lucy.
Seutuhnya tanganku terkepal kuat menahan diri tidak mencakar wajahnya. Aku sangat-sangat membenci gadis menjijikan bernama Lucy.
"Lo ada masalah sama Lucy?" Tanya Ceroline kepo.
"Banyak! sampe mau muntah cuma liat mukanya aja!" sahutku sambil bergidik.
Ceroline terkekeh kecil. "Sadis amat lo. Gue aja yang jijik sama anak kelas sebelah gak gitu banget."
"Beda dong. Tingkat bencinya udah melebih taraf internasional." Sahut Raisa buat aku mengangguk setuju. "Tapi lo punya masalah apa sih? gue juga bingung anak-anak sekolah ini juga sebagian engga suka sama Lucy, what's wrong with Lucy?" Raisa melirik gadis itu bingung.
"Kalau kepo tanya Jaemin, dia kalau gak salah sekelas sama Jaemin pas kelas 1." Ceroline menyahut.
Aku meletakan kedua sikuku pada meja, menatap kedua sahabatku. "Gue may nanya. Apa semua orang bakalan tetap baik jika udah disakiti dengan cara yang bisa dibilang engga biasa?" Balasku sambil menarik kursi kantin dan duduk.
"Tergantung, kalau gue sih kayanya engga, Hahaha..." Tawa Ceroline yah memang itulah sifatnya sama, sama pendendam sepertiku.
"Kalau gue engga sih," Celetuk Raisa seraya menyimpan ponselnya. "Tergantung konteks masalahnya dan alasannya kenapa dia nyakiti gue."

KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Inside
Teen FictionMenjadi sosok penderita Gangguan kecemasan kadang menyakitkan. tubuh ini tampak sehat nyatanya remuk di dalam. pikiranku kacau bahkan aku merasa gila, namun pada nyatanya aku masih menepis kuat pikiran mengerikan itu. Aku tidak gila. Hanya saja piki...