02. Chaos

98 34 8
                                    


"Ailin!"

Aku menoleh kebelakang melihat seorang pemuda sipit nan tinggi berlari memghampiriku.

"Oh kamu ternyata Jisung. Ada apa?" Aku bertanya kepadanya berusaha tersenyum. Walau aku benar merasa kehilangan kendali.

Pikiranku masih kacau karna malam tadi.

"Lin, Buat kamu!" Katanya, buat aku menunduk melihat benda kotak yang disodorkan kepadaku.

"Apa ini?" Aku menerimanya dengan bingung.

"Eomma yang memberikannya padaku buatmu," katanya menyebutkan 'Ibunya' dalam sebutan orang-orang korea.

Hm. Aku sekolah di sekolah Internasional, jadi wajar saja banyak ditemukan murid sejenis Park Jisung disini, dan asal kalian tahu disini juga banyak pertukaran pelajar di seluruh dunia, jadi ketika kalian berada di tempat ini kalian bakalan merasa sedang di luar negri.

Karna ada saja di setiap kelompok tidak menggunakan bahasa indonesia atau inggris, melainkan bahasa asal negara mereka sendiri.

Dan aku payah dalam bahasa mandarin, Spanish, japanese, etc, Expcepting, just english and indo.

"Oh ya! Thanks Jisung bilang pada Eomma-mu!" Aku tersenyum menerima kotak bekal itu.

Bukan sekali dua kali Jisung memberikanku hal seperti ini, tapi aku tak peduli dalam konteks apa dan hanya kuterima saja.

Aku berjalan memasuki kelas tanpa mengenali diriku sendiri. Tadi pas menuju kelas aku berjalan beriringan dengan Jisung.

Yeah, aku tertawa dan yang kusadari aku sama sekali tidak merasa lucu dan malah hambar.

Dan untuk pertama kalinya aku merasa garing dengan guyonan Jisung yang biasanya selalu saja buatku tertawa.


○○○

Pelajaran demi pelajaran hingga 3 jam setengah habis, dan bel pun berbunyi.

Perkenalkan namku Ailin Olivia Jason. Jason nama Ayahku, Wiliam Jason. Aku berdarah blesteran, Inggris dan Indonesia.

Ayahku berasal dari Eropa dan Ibuku Asia.

Kulitku sih lebih dominan kepada Ibuku yang merupakan orang pribumi, yang meyakinkanku memiliki darah luar hanya dari aksenku ketika berbicara bahasa Inggris dan hidungku. Sisanya aku lebih mirip Ibuku, sangat berbeda dengan Alea.

Dia sangat cantik berkulit putih sedikit kemerahan, dan wajahnya sangat persis dengan Ayahku.

Yang membedakan kita berdua. Aku lebih sedikit tertutup daripada Kakaku.

Aku menyandarkan kepalaku pada meja. Sesekali bergumam tak jelas. Aku masih ingat rasanya tadi malam. Dan aku masih takut.

Terdengar suara tawa, umpatan, dari berbagai bahasa, suara kaki dan suara-suara lainnya. Ketenanganku agak terganggu. Wajar sih ini kan jam istirahat.

Aku tersenyum miris melemaskan bahuku masih menyandarkan pipi sebelahku pada permukaan mejaku.

Mereka semua tampak ringan tidak sepertiku.

Deep Inside Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang