08. sentiment

18 14 2
                                    


Dug

Dug

Dug

"Mati aja sana!"

Rosa hanya bisa diam ketika kepalanya berulang kali dilempar bola basket. Ringisan terus keluar dari kedua bibirnya, menandakan lemparan bola basket pada kepalanya tidaklah pelan.

"Yah--Nangis???" Seru salah satu gadis ketika melihat kedua mata Rosa berair. Gadis itu berjongkok, menyamakan dirinya dengan Rosa yang terduduk di lapangan sekolah, dikerumuni 5 orang gadis.

Tak ada yang peduli dengannya, semua teman sekelasnya pada sibuk dengan urusan mereka masing-masing, dan memilih menjadi pengamat.

Sedangkan gurunya.

Hari ini dijam pertama adalah pelajaran olahraga, dan mereka harus bersabar tiga puluh menit menunggu Pak Roy, si guru olahraga. Karena beliau ada urusan membuatnya terkendala datang tepat waktu.

Duk

Rossa meringis kembali, bahkan ia menatap nanar kini semen putih lapangan yang meneteskan darah dari hidungnya. Ia agak panik ketika telinganya berdengung kencang, yanga seketika meredam suara umpatan disekitarnya.

Duk

"HEI!"

"Ups! Sorry, bolanya salah lempar--Tadi aku mau lempar kesana malah kesini, hehehe." samar-samar Rosa mendengar suara itu. Ia mendongak, hingga seketika kedua bola matanya melebar melihat gadis tak asing itu.

Itu gadis yang pernah menyelamatkannya karna hampir ditabrak oleh saudara tirinya. Dan untuk pertama kalinya ia merasa, masih ada orang yang memandangnya, dan memperlakukannya seperti manusia. Rosa kenal gadis itu, dan ia tidak akan pernah bisa melupakan kebaikan gadis itu.

Sapu tangan, adalah bukti kebaikan gadis itu.

Ailin.

"CK!"

"By the way kalian gak dengar Pak Roy udah teriak manggil kalian, hah?" Tanya Ailin berkacak pinggang, sambil memainkan menendang kecil bola Voli didekatnya.

Gadis itu berdecak menatap sebal Ailin yang cukup mengganggunya. Gadis itu melirik teman-temannya yang sama sebalnya dengannya.

Namun mendengar teriakan Pak Roy mau tak mau mereka semua berkumpul membentuk barisan, keculi Ailin dan Rosa. Mereka juga baru menyadari semuanya sudah berkumpul membentuk barisan, dan sialnya hari ini jam olahraganya digabung dengan kelas lain.

Rosa meneguk ludahnya tersenyum sangat berterimakasih pada Ailin.

"Loh? Hidung kamu berdarah!" Pekik Ailin mendekat mengulurkan tangan, membantunya berdiri.

Rosa tersenyum tipis. "Gak papa kok, cuman kena bola aja tadi..." Rosa beryukur ternyata dengung di telinganya sudah reda, ia bisa kembali mendengar suara-suara disekitarnya.

Rosa memencet hidungnya agak mendongak. Menghalau darah yang terus keluar dari hidungnya. Ia agak meringis kecil melihat Ailin masih memperhatikannya.

"Kamu bisa ikut jam pelajaran, atau mau di UKS aja??" Tanya Ailin khawatir.

Rosa tersenyum. "Aku mau ke UKS aja..." ujar Rosa dengan tersenyum, berusaha bersikap baik-baik saja. Ntah mengapa bentuk perhatian Ailin membuat hatinya agak bergetar kecil. Ternyata masih ada orang baik di dunia ini, fakta yang nyaris ia katakan adalah kebohongan.

"Mau aku temani?" Tawarnya lagi dengan kerlipan tulus khawatir.

Rosa menggeleng pelan, "Kamu lanjutkan aja pelajaran ini, aku bisa sendiri kok." Jawab Rosa menolak dengan sopan.

Deep Inside Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang