Chapter 19

196 17 6
                                    

“Apa sakit?” tanya Maddie yang terlihat hati-hati memplester luka di pelipis Sean. Sungguh ia lupa kalau kemarin Sean terluka.

“Aku tidak terlalu merasakannya, sakitnya hilang karena kau yang merawatnya,” balas Sean sembari menyunggingkan senyuman.

Maddie menggeleng pelan sembari tertawa. “Jangan mencoba untuk merayu.” Ia kemudian beralih merapikan rambut Sean yang lumayan berantakan.

Kemudian Sean terdiam membiarkan Maddie sibuk dengan rambutnya. Sepertinya Sean telah termakan dengan ucapannya sendiri, ia pernah bilang bahwa... tidak akan tertarik pada Maddie. Tapi nyatanya Sean menemukan dirinya berada di sini dan menginginkan gadis itu.

Sean tahu ia telah putus asa ketika kehilangan Elena dalam hidupnya. Tapi ia memilih Maddie bukan karena melihatnya sebagai Elena, melainkan untuk menantang diri agar lebih berusaha keras untuk segera melupakan masalalu. Sean tidak akan pernah melihat kematian lagi, karena Maddie bukanlah takdir yang direncanakan oleh Rose.

Dengan ini Sean akan melawannya. Tidak peduli siapa Maddie, dan tidak peduli seberapa banyak rahasia yang masih tersembunyi, ia akan siap untuk mengetahuinya. Sebisa mungkin Sean akan mempertahankan hubungan ini.

“Sudah selesai?” tanya Sean pada Maddie yang berdiri di depannya sementara ia duduk di atas ranjang.

“Rambutmu tebal,” sahut Maddie menyugar setiap helaian rambut Sean. Tiba-tiba pemuda itu menarik pinggangnya mendekat dan ia bisa merasakan wajah Sean menyentuh perutnya.

“Aku ingin berlama-lama lagi denganmu,” kata Sean mengingat sebentar lagi Max akan datang untuk menjemputnya.

Sungguh Maddie tidak bisa berhenti tersenyum melihat tingkah Sean saat ini. “Sean, aku sudah berjanji pada James untuk mengembalikanmu.”

“Dia tidak bisa mengaturku, tidak untuk kali ini.”

“Sean, dengar aku!” pinta Maddie lembut sembari menangkup kepala Sean dan mendongakannya agar mereka bisa bertatapan. “James khawatir padamu, kau tidak bisa mengabaikannya meski dia agak menyebalkan,” lanjutnya.

Akhirnya setelah beberapa detik Sean pun menghela napas dan mengalah. “Baiklah,” putusnya.

Maddie tersenyum dan mengecup kening pemuda itu singkat. “Cool, that's my boyfriend,” ucapnya kemudian. “Aku berjanji besok akan langsung menemuimu di kampus,” sambungnya.

Sean pun tambah mengeratkan pelukannya pada pinggang Maddie. Betapa ia sangat nyaman berada di dekat gadis itu dan memeluknya seperti ini. Mungkin perasaan mulai tumbuh dalam hatinya untuk Maddie. Dan ya, Sean akui bahwa sekarang ia merasa sangat bahagia.

“Oh ya, Sean. Ketika wanita itu menyekapmu, apakah kau melihat orang lain yang disekap olehnya?” tanya Maddie tiba-tiba karena teringat tentang Alira.

Seketika Sean mengeryit. “Tidak, di sana aku sendirian,” jawabnya lalu mendongak. “Kenapa? Apakah kau sedang mencari seseorang?”

Raut wajah Maddie melemah sembari melepas tangan Sean yang melingkari pinggangnya lalu bergabung duduk di atas ranjang. “Wanita itu sedang memburu orang-orang seperti kita untuk dimanfaatkan. Aku ingin melepaskan mereka juga,” terangnya.

Sean langsung mengeryit heran. “Orang-orang seperti kita? Kau tahu aku...,” ia menjeda kalimat sebelum menyelesaikannya.

“Setengah duvel. Ya, aku tahu,” sela Maddie.

Sean pun tertegun sesaat, tidak percaya Maddie mengetahuinya. Tapi sejak kapan? Rasanya ia belum pernah mengatakannya.

Karena Sean tak kunjung bicara, Maddie pun menggenggam tangan pemuda itu dengan sorot mata penuh keseriusan. “Sean, tidak penting aku tahu dari mana. Sekarang aku khawatir padamu, wanita itu pasti akan mengejarmu lagi.”

DOPPELGÄNGER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang