Langkah kaki menuntunnya cepat, matanya yang tak normal menyorot licik dan tajam. Sebuah bayangan mengikuti, membisikan berbagai macam dorongan kuat untuk menghancurkan. Elena tersenyum ketika seseorang muncul di ujung koridor istana, yaitu Beryl Johnson. Elena pun tak segan mengangkat tangan, terulur ke arah wanita itu, lagi-lagi mencekik dan napasnya tertahan di kerongkongan.
"Bagaimana kau bisa... akh, melakukan... ini?" Beryl kesakitan sembari memegangi lehernya yang terasa diremas-remas.
"Aku bisa merobek tenggorokanmu sampai putus, tapi..." Elena menurunkan tangannya dan Beryl jatuh bersimpuh ke lantai. "Fine, I won't do it, kurasa kau masih berguna," lanjutnya.
Beryl terbatuk. "Apa yang kau inginkan dariku?"
"Tidak sulit, kau harus membantuku membunuh Hitler," beritahunya.
"Apa? Tidak, aku tidak mau," Beryl menolak dan bangkit berdiri. "Hitler tidak bisa mati, dia abadi. Tidak ada satu pun benda atau kekuatan yang bisa membunuhnya di dunia ini."
"Oh ya? Tapi aku bisa membuatnya memohon, berlutut di hadapan kakiku, karena tuan kalian berpihak padaku," kata Elena tersenyum getir.
Beryl pun mengeryit. "Siapa maksudmu?"
"Dark Lord, he gave me strength. Tidakkah kau tahu?"
"Dark Lord?" Beryl nyaris membakap mulutnya terkejut dan langsung menunduk.
"Kau takut?"
"Elena, para penyihir hitam mengangungkannya, dialah kekuatan kami yang sesungguhnya, yaitu sihir hitam. Di setiap kitab mantra gelap tertulis namanya," terang Beryl berhati-hati.
"Dia berkuasa atas penyihir hitam? Dan juga Hitler?" tanya Elena penasaran, warna matanya kembali normal.
"Hitler adalah keturunan dari dua penyihir, penyihir beraliran hitam dan putih. Dia tidak akan begitu takut mendengar nama Dark Lord disebutkan di depan wajahnya. Karena Hitler tidak pernah menyembah siapa pun selain dirinya sendiri."
Kedua alis Elena nyaris bertautan. "Dia tidak akan tunduk padaku?" gumamnya kesal.
"Tergantung seberapa besar kau dapat melumpuhkannya, lebih mudah jika...," Beryl langsung diam setelah sadar hal yang akan diucapkannya akan menimbulkan masalah besar untuk dirinya.
"Apa? Katakan! Apa yang lebih mudah?" Elena menuntut jawaban, tetapi Beryl masih tetap diam.
"KATAKAN!" Elena membentak karena habis kesabaran, mencengkram bahu wanita itu agar membuka mulut. Warna matanya pun kembali hitam dengan emosi tertahan. Mencoba memasuki pikiran Beryl untuk mengetahui apa yang akan dikatakannya.
"Cerebrum incensum," lirih Beryl cepat.
Mata Elena sontak membulat, melepas bahu Beryl dan berteriak kencang sambil mencengkram kepalanya yang terasa terbakar seolah otaknya ada di atas panggangan yang apinya kian membesar. Terpejam kesakitan saat rasa panas membara dari dalam, tubuhnya pun melorot ke lantai. Berteriak makin kencang hingga kesadarannya perlahan lenyap dan tubuhnya tergeletak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOPPELGÄNGER ✔
RomanceFantasy - Romance (18+) • Sequel from ROSE DEATH • Tidak cukup dengan kematian Rose, kini datang kembali kematian tak terduga yang dialami oleh Elena Rosabelle setelah penikahannya dengan James Alexander. Diduga kematiannya yang misterius...