Chapter 4 : ijen

385 70 0
                                        

    Rima membawa Stephani ke tempat dimana mobil mereka di parkirkan, ia bisa melihat wajah takut Stephani pada saat itu. Dengan mengusap pundak Stephani dengan lembut Rima menenangkannya lalu berkata, "Semua akan baik baik aja kok kak." Stephani meresponnya dengan sedikit tersenyum, Rima tahu betul apa yang sedang ia rasakan.

    Arum tak sadarkan diri setelah Marchel membacakan ayat suci untuk mengeluarkan makhluk yang ada di tubuhnya. Sembari menunggu Dimas menjemput Rima dan juga Stephani, Marchel mulai berpikir ada yang tidak beres dengan Stephani. Semacam ada yang mengikutinya namun Marchel sendiri tidak tahu dan tidak bisa melihat apa itu. Tak lama Arum bangun, Marchel membantunya untuk duduk kemudian memberikannya segelas air. 

"Sorry tadi gue bikin ribut ya ?" Ujar Arum setelah meminum air lalu memberikan gelasnya pada Marchel

"Enggak kok santai aja." Balas Marchel

"Lo udah tau kan, chel ?" Tanya Arum, Arum memang sudah tahu kalau Marchel indigo dan Marchel adalah satu satunya teman di kampus yang mengetahui bahwa dirinya juga indigo.

    Marchel hanya terdiam tidak menjawab pertanyaan dari Arum, sebelum kejadian ini terjadi Marchel sendiri tidak melihat sosok yang mengikuti Stephani namun, ia sendiri bisa merasakan aura jahat di sekeliling Stephani.

"Dia jahat, Chel. Kasihan Stephani kalau sosok itu terus terusan nempel, kemungkinan terbesarnya Stephani akan terpengaruh oleh aura jahatnya terlebih sosok itu nggak akan bisa lepas dari Stephani kecuali kalau dia meninggal."

    Pintu terbuka menampilkan Dimas,Rima dan Stephani paling belakang. Arum bisa melihat sosok tersebut sedang bersembunyi dibalik tubuh Stephani dan enggan untuk menatap mata Arum. Untuk mencairkan suasana Arum mengajak mereka untuk jalan jalan sore di sekitar kampung.

    Sepanjang jalan mereka disuguhkan oleh kegiatan masyarakat disana yang sedang melakukan aktivitas, pemandangan seperti ini yang sangat jarang mereka temukan di kota besar. Sampai mata Marchel menangkap seorang gadis cantik yang sedang menyapu di depan halaman rumahnya. Rambutnya yang di sisipkan diantara telinganya membuat wajahnya yang cantik terekspos dengan indah. 

"Woy del !" Sapa Arum dengan suara yang sedikit keras membuat gadis yang sedang Marchel tatap itu menoleh kearahnya. Mata mereka sempat bertemu sebelum gadis itu mengalihkannya pada Arum. 

"Eh Rum, Arep nang ndi ? Reneo sek ta  ( eh rum, mau kemana ? kesini dulu lah )" ucapnya sambil melambaikan tangannya untuk mengisyaratkan Arum untuk menghampirinya.

"Eh kenalin ini temanku namanya adela, adela ini temen temenku di kampus, " mereka mulai menjabat tangan Adela satu persatu sampai pada giliran Marchel, dengan menyebutkan namanya Marchel menatap dalam Adela. karna tangannya tak kunjung dilepaskan oleh Marchel, Adela menatap Marchel sambil berkata, " mas kenapa? " disana Marchel baru sadar lalu melepaskan tangannya.

    Setelah berbincang sebentar dengan Adela, Arum membawa mereka kembali untuk berjalan. Cuaca yang cerah dan banyaknya orang yang berlalu lalang menambah suasana khas perkampungan, apalagi ditambah hijaunya persawahan yang terbentang luas. Tak lupa mereka mengabadikan momen mereka ke akun media sosial mereka masing masing. 

    Matahari mulai membentangkan sinar oranye nya, jalan sore mereka diakhiri dengan meminum kelapa muda di pinggir jalan sambil mengistirahatkan badan setalah lelah berlarian dijalan. Stephani bersender di pundak Dimas dengan Dimas yang sesekali mengusap rambut Stephani. Hazby dan Rima yang sedari tadi bergurau entah membahas masalah apa, sedangkan Marchel yang terus menerus menanyakan tentang Adela kepada Arum.

"Lo suka sama dia ?" Tanya Arum secara langsung membuat Marchel yang meminum es nya tersedak.

"Suka sama siapa ?" Hazby bersuara dengan menatap Marchel dan juga Arum.

"Nggak ada, Lo salah denger by. Udah gelap mending kita pulang." Marchel berdiri membayar es yang tadi di pesan lalu beranjak pulang.

    Singkat cerita di di malam hari sekitar jam sembilan mereka sudah bersiap siap untuk pergi mendaki ke gunung ijen. Gunung ijen sendiri sudah menjadi wajah dari Banyuwangi yang sudah menarik banyak mata wisatawan untuk berkunjung disana. Yang membuat gunung ijen menarik adalah blue fire atau api biru yang berada di dasar gunung tersebut. 

"Gila ! , ini beneran apinya warna biru?" seru Dimas keluar ruangan sambil menunjukkan foto yang dimaksud. 

"Iya beneran, apalagi kalau malem lebih cantik." Jawab Arum yang telah selesai mengemas barangnya kedalam tas. Rima dan Stephani mulai tertarik lalu Rima mengambil handphone Dimas untuk melihat foto tadi.

"Ih cantik banget, kita bisa bakar marsmellow nggak sih disini ? " lalu pertanyaan konyol ini muncul dari Rima.

"Ya kalau kamu mau mati muda si nggak pa-pa. " Arum menjawabnya

    Setelah dirasa semua lengkap, mereka mulai mengangkut semua barang kedalam mobil lalu mulai berangkat. Sebelum Marchel naik kedalam mobil ia sempat melihat Adela yang tengah mengobrol dengan seorang pria paruh baya yang Marchel asumsikan sebagai ayahnya di depan teras rumahnya. Dengan cantiknya ia tersenyum kepada Marchel lalu dibalas senyuman juga oleh Marchel. 

    Kebetulan jarak antara rumah Arum dengan tempat tujuan tidak terlalu jauh mereka hanya menempuh sekitar 55 km dari sini. singkat cerita mereka telah sampai di tempat tujuan, dengan tiket masuk sepuluh ribu rupiah mereka memarkirkan mobil di pos paltudir lalu mulai mengeluarkan barang barang mereka. 

    Pakaian tebal dengan jaket, sepatu gunung tak lupa kupluk hangat yang bersarang di kepala mereka kecuali Rima yang entah mengapa tidak mau memakainya alasannya adalah takut poninya yang badai itu rusak. 

"Untuk menuju puncak kita harus naik keatas sekitar 3,4 km kalau diantara kalian ada yang nggak kuat sebisa mungkin ngomong ke yang lain jangan langsung duduk dan nggak ada yang tahu. Dan juga ini tempat terbuka jadi tolong banget dijaga ucapannya karna banyak banget kasus akibat mulut yang nggak dijaga. " Arum berujar memberi arahan, disini Arum lah yang memimpin karna memang dia yang tahu segalanya.

    Sebelum dimulai mereka berdoa terlebih dahulu lalu memulai pendakian, berbekal senter yang berada di kepala mereka masing masing dengan hati hati mereka mulai naik keatas. Mereka bukan rombongan sendiri yang akan naik keatas, banyak sekali rombongan yang lainnya seperti turis ataupun warga lokal. Angin yang berhembus menambah suasana dingin sampai sampai Rima menutup kedua telinganya ketika hembusan angin masuk kedalam telinganya. Hazby yang kebetulan berada di sampingnya memberikan kupluk yang ia kenakan dan memakaikannya ke Rima.

"Makasih kak." Ini mungkin sesuatu yang sepele namun, kenapa jantung Rima berdetak kencang ? Apalagi saat Hazby mengelus puncak kepalanya sambil berujar, " lucu " 

    Entah mengapa hari ini Rima terlihat cantik dimata Hazby. Rambut hitam panjang dan juga poni andalannya membuat Rima terlihat lucu dan juga menggemaskan. Hazby memperhatikan Rima beberapa detik sebelum Rima menoleh kepadanya lalu bertanya,  "Kenapa kak ? ada yang salah dari wajah aku ?" 

"Nggak kok, kamu cantik." Ucap Hazby yang membuat jantung Rima lagi lagi berdetak kencang.

PETAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang