Dengan kaki berbalut kain perban, Rima berjalan dengan kaki kirinya yang ia angkat. Malam ini mereka. Marchel, Rima dan Arum berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan membawa makanan untuk Hazby dan Dimas.
Dengan kaki yang sedikit pincang, Rima berjalan dibantu oleh Marchel yang merangkulnya sedangkan Arum dengan hati yang bergemuruh menggenggam kuat kuat kantong plastik yang berisi makanan untuk meredakan amarahnya. Nampaknya sia sia menghantamkan kaki Rima ke batu tadi.
Disisi lain, berjalan dari arah sebaliknya lalu melihat mereka bertiga. Matanya ia picingkan ketika melihat wanita yang dirangkul oleh Marchel. Seperti Rima, namun kenapa dengan kakinya ? Hazby berlari menuju mereka yang menyadari Hazby berlari kearah mereka.
Dengan memegang kedua pundak Rima, Hazby berujar, "Kaki kamu kenapa ha ?" Rima sedikit terkejut dengan nada bicara Hazby yang sedikit Ia tinggikan dibagian akhir.
"Emm nggak pa-pa ini tadi-"
"Lo apain Rima, Chel ?" Marchel langsung melepas rangkulan tangannya pada Rima.
"Aanu, ini Rima tadi..,"
Sebelum Marchel di interogasi habis habisan oleh Hazby, Rima mengambil tindakan dengan memegang kedua tangan Hazby sambil berujar, "nanti aku ceritain semuanya, Rima bawa makanan, kakak pasti laper, 'kan ?"
Hazby makan dengan ditemani oleh Rima sedangkan Dimas makan dengan matanya yang sesekali menatap Stephani, rasa bersalahnya masih mengganggu hati dan pikirannya setidaknya dengan menatap Stephani ia bisa mengurangi rasa bersalah tersebut. Rima tahu Dimas menatapnya terus menerus namun ia coba untuk mengabaikannya dengan cara berbincang dengan Marchel dan Arum.
Perbincangan mereka semula baik baik saja dan masih seputar kenapa kaki Rima jadi seperti itu namun, semua berubah ketika Stephani mulai membahas soal Balqis.
"Suka banget lo sama Balqis, Chel ?" Tanya Stephani yang tak sengaja melihat lock screen handphone Marchel.
Marchel tersenyum sedikit lalu menatap wajah cantik Balqis yang sedang berpose,"cantik dia."
Arum masih tak percaya Marchel mengganti kembali tampilan ponselnya. Tak kuat menahan amarahnya, Arum keluar dari ruangan tersebut tanpa mengucapkan satu kata apapun.
Arum melihat pantulan dirinya dalam cermin. Pikirannya mulau beradu. Arum bisa melihat senyum Marchel saat menyebut nama Balqis. Marchel sangat terlihat bahagia dan itu membuat hatinya sakit. Arum mulai membandingkan dirinya dengan Balqis. Memandang dalam dalam wajahnya yang terpampang jelas di cermin. Ternyata dirinya kalah cantik dari Balqis itu sebabnya Marchel tidak menyukainya.
Arum tertunduk dan membiarkan air matanya mengalir jatuh.
"Why is loving you so hard ?"
Menangis dalam diam, Arum berusaha untuk tak bersuara walau nyatanya air matanya terus mengalir. Dirinya ingin menyerah untuk menyukai Marchel lagi, setelah pertanyaan tadi muncul dalam pikirannya akhirnya dia sadar bahwa ia tak pantas untuk Marchel.
Setelah menyeka air matanya dan mencuci muka, Arum keluar dan berharap tak ada yang menyadari kalau dia habis menangis. Sepanjang jalan ia hanya menunduk untuk menutupi matanya yang mungkin saja merah. Ditengah jalan ia dikagetkan dengan seseorang yang memegang lengannya.
"Hazby ?"
"Lo kalo nggak bisa bawa motor mending nggak usah bawa apalagi ngebonceng Rima," Hazby langsung melepaskan tangannya dari Arum yang sekarang menatapnya dengan wajah bingung.
"Cih, Lo abis nangis ? Drama anjing." Hazby langsung meninggalkan Arum menuju ruang Stephani.
Tinggallah Arum dengan wajah datarnya mencerna semua omongan Hazby. Oke lah dia bisa paham pasti hazby tak terima 'orang tersayangnya' disakiti seseorang. Sudut bibir Arum terangkat lalu ia berdecak, "Cih ! Asshole"
KAMU SEDANG MEMBACA
PETAKA
HorrorSeperti Dejavu, kejadian 4 tahun lalu kembali terulang dan menghantui Marchel dan yang lainnya. Cerita 4 tahun yang lalu ternyata belum selesai, para iblis terus terusan menganggu mereka seakan menuntut balik apa yang mereka renggut. Stephani hanya...