Kau ingin 'ku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu, jauhkan godaan
Yang mungkin kulakukan
Dalam waktuku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu, jatuh, dan terinjak
(Ada Band - Yang Terbaik Bagimu)***
"Ndro, bangun, Boy. Udah mau subuh nih. Ayolah, sekali-sekali jamaah ke masjid."
Andro membuka mata dengan berat. Biasanya suara mama yang membangunkan, disusul kecupan hangat pada keningnya. Tapi kali ini beda. Ia melihat papanya, yang sudah ganteng dan gagah dengan sarung, baju koko, dan kopiah. Wajahnya pun terlihat begitu cerah. Kontras sekali dengan dirinya yang masih bergelung malas di balik selimut, hanya boxer saja yang melekat di badannya.
Ditengoknya jam dinding dengan malas. 04.10. Ia bahkan baru tidur selama tiga jam setelah acara kakaknya semalam.
"Kamu nggak kedinginan apa gimana sih? Dari bayi sampai sekarang kalau tidur kok mesti kayak Tarzan. Mana AC-nya pol begini."
"Nggak gitu juga kali, Pa. Kalau pas ada temen yang numpang tidur di kost juga Andro pakai baju kok."
"Berarti harus ada yang nemenin tidur, gitu? Papa cariin mantu, gimana?"
"Papa ngelindur? Tidur lagi aja sana, gih." Papanya tertawa.
Andro kesal. Baru juga melek, sudah disambut obrolan macam begini. Ia langsung bangkit, mendorong papanya untuk keluar.
"Oke, papa keluar. Papa tunggu di ruang tamu ya. Kita ke masjid bareng."
"Andro mau subuhan di ru--- Eh, oke deh, Pa. Andro siap-siap dulu."
Hampir menuruti rasa malas, tapi niatnya semalam mendadak melintas. Niat untuk mulai rajin ke masjid, supaya terhindar dari menjadi imam, dengan makmum penghafal Al Qur'an.
Dih, apaan sih, kok jadi ke Salma lagi?
Secepat kilat ia bersiap. Mencuci muka, menggosok gigi, mengenakan outfit yang pantas untuk ke masjid. Setidaknya menurut dirinya sendiri.
Andro menepuk pundak papanya, yang sedang menunggu sambil membaca mushaf. Sungguh, Andro jadi malu melihat perubahan pria yang sejak kecil menjadi idolanya.
Papa memandang si anak bungsu dari ujung kaki sampai ujung rambut. Joger pants di atas mata kaki, kaos oblong hitam yang hanya terlihat bagian lengan sebab ditutup oleh rompi salat warna abu-abu muda, rambutnya sudah licin dan diikat rapi. Ditambah aroma maskulin yang menguar segar.
"Ganteng amat, Boy. Mau langsung dilamarin anak gadis orang apa gimana?"
"Rese amat, Sir. Emang anak gadis orang nggak butuh dinafkahin apa gimana?" Papanya tertawa.
"Yuk lah, berangkat. Kita bahas nanti setelah salat subuh."
Kunci mobil Rea diserahkan padanya, sedangkan sang papa membukakan pagar. Mini Cooper warna silver meluncur menuju masjid, diiringi alunan murotal surat 'Abasa.
Andro menikmati subuh pertamanya di masjid. Pertama sejak ia berada di rumah. Detik itu juga dia menyesal, tak sedari dulu rajin berjamaah di rumah ibadah. Salatnya memang tak pernah bolong, hanya saja sering tak tepat waktu, apalagi kok dilakukan di masjid.
"Nggak apa-apa merasa terlambat. Bersyukur masih Allah kasih kesempatan untuk bisa merasakan nikmatnya iman dengan merasakan kenikmatan beribadah di masjid." Dari balik kemudi, papanya membesarkan hati. Seperti tahu apa yang sedang dirasakan sang penerus nasab.
"Maafkan papa dan mama ya, Ndro." Sambungnya lagi.
"Kenapa memangnya, Pa?"
"Karena nggak sedari kecil mengajari kalian tentang agama, tentang keimanan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
General FictionKeinginan dari keluarga ditambah rasa iba membuat Andro nekat melamar Salma, guru ngaji mamanya. Ia sadar, belum bisa sepenuhnya melupakan Zulfa. Maka muncul pula keraguan, bagaimana jika Salma hanya menjadi pelarian saja? Berbekal niat baik dan ras...