Senin pagi. Sejak usai subuh, papa sudah bersiap pulang ke Surabaya. Sendiri, sebab mama masih akan menemani Andro dan Salma sampai weekend berikutnya. Mama sudah meminta Dimas dan Rea tinggal di rumah Pakuwon untuk sementara, sampai mama pulang. Tentu saja papa yang akan menjemput lagi ke Semarang.
"Jangan ngerepotin anak-anak lho, Tam. Jangan kebanyakan ceramah sama mereka juga. Sering-sering telepon aku ya, nanti aku rindu. Dan jangan bosan-bosan memaafkan aku. I love you, Tam. Terima kasih sudah bersabar ngadepin aku. I miss you," pamit papa pada mama, lengkap dengan pelukan yang erat dan lama.
"Apa sih, Pa? Lebay banget. Belum juga pergi udah i miss you aja." Andro menertawakan kelakuan papanya yang menurutnya seperti ABG, Angkatan Bapak Gue. Satu cubitan kecil membuat pinggangnya nyeri. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Salma.
Papa dan mamanya cuma tertawa, lalu menyuruh Andro menyiapkan mobil dan meminta Salma membantu membawakan kopernya. Papa cuma mau 'mengusir' keduanya, sebab ingin mencium mama sebelum pergi.
"Baik-baik ya, Tam. You're the best i ever had. Just you, Tam. Maafkan aku." Mama terkekeh, menyeka dua bening yang turun dari kedua netra Antariksa.
"Setengah tahun kita nggak jauh-jauhan agak lama gini, ya? But don't you worry, Ik, I'll be fine here. Aku bahagia bisa nemenin anak-anak di sini."
"Kamu nggak bahagia sama aku, Tam?"
"Ish, gak ngono juga kali, Ik. You're the greatest happiness in my life. Aku nemenin anak-anak dulu di sini, kamu nemenin anak-anak di sana. Insya Allah kita bareng lagi, soon. I love you." Mereka berciuman lagi, tak sadar ada sesosok usil yang berdiri mengawasi.
"Cieee, hot couple. Tiru aaah."
Sejoli senior buru-buru melepas keintiman. Tangan mama terulur ke kuping Andro, membuatnya merah tanpa bisa ditawar. Anak lanang malah tertawa menggoda, membuat Salma yang baru menyusul masuk jadi bingung.
"Ah, kamu telat, Sal. Jadi nggak kebagian adegan dewasa, deh." Salma makin kebingungan. Andro malah menariknya sampai tak berjarak. Bibir Andro mencari kehangatan pada bibir kemerahan milik Salma.
Tanpa pikir panjang Salma mendorong Andro dengan keras. Wajahnya merah padam, antara malu dan menahan kemarahan.
"Maaf, Ma, Pa. Maaf." Salma memohon-mohon. Matanya berair. Jelas sekali ia merasa ketakutan. Lebih tepatnya tak enak hati pada mama dan papa yang melihat kejadian barusan. Salma tak suka dengan apa yang dilakukan Andro.
"Sal, jangan marah. Yang tadi itu cuma bercanda. Aku cuma mau membalas mama papa, menunjukkan kalau aku juga bisa karena aku punya kamu." Salma tak peduli suaminya berkata apa. Ia masih terus meminta maaf pada mama dan papa.
Sambil tertawa mama menarik Salma ke dalam peluknya. Menantu kesayangan meluapkan tangis disertai permintaan maaf, juga kalimat yang menunjukkan ia tak suka pada apa yang dilakukan Andro baru saja.
"Nggak apa-apa, Salma. Andro ya begitu itu. Mama sama papa nggak masalah kok, itu sesuatu yang wajar dilakukan oleh suami istri. Apalagi pengantin baru seperti kalian. Udah ya, jangan nangis. Nanti malah papamu ketinggalan pesawat. Andro biar nanti mama jewer lagi." Andro merasa sangat berdosa. Inginnya memeluk Salma, tapi ia harus buru-buru mengantar papa ke bandara.
"Maafkan aku ya, Sal. Kalau mau marah, tolong simpan dulu. Nanti aku pulang dari kampus, kamu boleh keluarkan semua marahmu ke aku. But you must know that i love you." Andro mengecup pipi mamanya, lalu beralih pada puncak kepala Salma. Mengatakan i love you sekali lagi, sambil mengusap kepala istrinya.
Mama dan Salma melepas dua laki-laki kesayangan. Hanya Andro dan papa yang pergi ke bandara, sebab Andro akan langsung ke kampus setelahnya. Perkuliahan mulai aktif pekan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
General FictionKeinginan dari keluarga ditambah rasa iba membuat Andro nekat melamar Salma, guru ngaji mamanya. Ia sadar, belum bisa sepenuhnya melupakan Zulfa. Maka muncul pula keraguan, bagaimana jika Salma hanya menjadi pelarian saja? Berbekal niat baik dan ras...