Resah yang kau rasakan
Kan jadi bagian hidupku bersamamu Letakkanlah segala lara di pundakku ini
(Ada Band -Masih (Sahabatku, Kekasihku))***
Mama memeluk Salma erat. Cukup banyak permintaan maaf terucap dari mama, merasa bersalah karena sering membahas tentang ibu Salma setiap kali bertelepon dengan menantunya, seolah menuntut Salma untuk bisa segera menerima keberadaan ibunya. Diam-diam Andro sudah menyampaikan pada mama tentang Salma dan perasaannya kepada ibunya. Masih butuh waktu, itu saja kesimpulannya.
Salma balas memeluk erat mama, mengatakan bahwa ia sudah baik-baik saja, sudah lega karena Andro mau menjadi tempat berbagi keluh dan kesahnya. Dia pula menyampaikan terima kasih pada mama, karena sudah membesarkan Andro dengan limpahan cinta sehingga Andro pun menjadi orang yang penuh cinta dan kasih sayang.
Papa tak ada, sudah keluar kota pagi-pagi bersama Dimas untuk urusan pekerjaan. Andro dan Salma memohon izin untuk masuk ke kamar mereka. Mata Salma mengedar ke sekeliling, mencari sosok ibunya di kediaman Antariksa, tapi tak ada.
"Bu Dita di panti Sal. Setelah ketemu kita dulu, beliau dua hari di rumah eyang, terus di sini tapi cuma sehari, setelah itu minta balik ke panti. Bu Miska nggak pernah cerita?" Salma menggeleng, mungkin karena dia sendiri tidak pernah membahas soal itu dengan Bu Miska.
Bu Miska paling tahu tentang Salma, jadi tak membahas pula soal ibunya. Hanya sering berpesan untuk selalu menjaga prasangka baik kepada siapa saja. Tak menyebut spesifik, tapi semestinya Salma tahu arahnya ke mana.
"Kalau kamu mau, nanti kita ke panti. Kalau belum pengen, terserah kamu pengen ke mana, aku siap nemenin. Atau mau main ke Madura? Atau ke Malang? Ke Bromo? Jatim Park?" Salma menggeleng, cuma tersenyum lebar.
"Kok geleng terus, sih? Bilang aja, Sal, kamu maunya apa, atau ke mana?"
"Sal cuma mau ke---"
"Iya, ke mana? Bilang aja," sela Andro cepat.
"Ke sini, ke hatinya Mas." Telunjuk Salma mendorong pelan dada suaminya, yang disambut Andro dengan tawa.
"Belajar dari mana nih Nyonya Andromeda? Mulai pintar ngegombalin aku, ya."
Direngkuhnya pinggang Salma, melingkarkan lengannya di sana. Salma menengadah, memajukan bibirnya seakan memberi kode agar Andro melakukan lebih. Andro jelas paling paham dengan kode semacam ini. Dia merespon secepat kilat.
"Ndro, bukain pintunya dong!"
Rea memang identik dengan perusak acara. Teriakan disertai gedoran di pintu membuat Andro mengumpat tak keruan.
"Punya mbak satu aja kok ya nggak pengertian. Ganggu aja kerjaannya. Mau ngapain sih?"
Rea mendorong adiknya dengan semena-mena. "Kalian juga, mau ngapain emangnya? Baru juga dateng, udah mau gituan. Beramah tamah dulu kek sama yang lebih tua. Lagian, Salma udah hamil juga, nggak usah sering-sering itu, bahaya."
"Sirik banget, sih. Salmanya juga suka, kenapa jadi Mbak yang kesel? Iri? Bilang, Boss."
"Iya, aku memang iri. Aku yang lebih tua, aku yang udah pengen banget punya baby, aku yang diharap-harapkan papa mama untuk segera punya anak, Mas Dimas juga udah siap banget, tapi malah kalian yang dapet duluan. Sini lah, share ke aku gimana tips and trick biar cepet bisa hamil.
"Atau mungkin kamu pakai apa gitu, Ndro? Jamu? Obat kuat? Ramuan-ramuan? Atau apa?" Rea merepet, memaksa masuk ke kamar adiknya, dan menarik Salma duduk bersamanya di sofa.
"Iki meneh, ramuan apa deh, Mbak? Paling pakai rayuan. Masa iya Andro pakai jamu, pakai obat kuat, hoho..., nggak perlu pakai itu juga udah kuat kali, Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
Fiksi UmumKeinginan dari keluarga ditambah rasa iba membuat Andro nekat melamar Salma, guru ngaji mamanya. Ia sadar, belum bisa sepenuhnya melupakan Zulfa. Maka muncul pula keraguan, bagaimana jika Salma hanya menjadi pelarian saja? Berbekal niat baik dan ras...