Hadapi dengan senyuman
Semua yang terjadi biar terjadi
Hadapi dengan tenang jiwa
Semua 'kan baik-baik saja
(Dewa - Hadapi dengan Senyuman)***
Salma menutup pintu rapat-rapat, tak lupa menguncinya, bahkan pengait besi dia gunakan pula. Diambilnya satu kaus oblong milik Andro, lalu masuk ke kamar mandi dan mengganti bajunya hanya dengan kaus itu. Setelahnya ia mengambil air mineral dingin dari kulkas, lalu mendekati Andro yang berpura-pura memejamkan mata.
"Mas, minum dulu biar adem," kata Salma dari balik punggung suaminya. Dielusnya pipi yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu, tapi Andro tetap berpura-pura tidur.
"Sal tahu kok, Mas cuma pura-pura tidur, kan?" Salma mengecup kepala Andro, membelai sekilas rambut yang ikatannya sudah dilepas.
"Tapi aku nggak suka kamu bentak mama gitu, Sal. Aku sakit hati," sahut Andro sambil tetap memejamkan mata.
"Iya, Sal minta maaf, Mas. Nanti temani Sal minta maaf ke mama juga ya. Sal salah, tadi nggak bisa ngendaliin emosi sampai refleks bicara keras sama mama. Tapi Sal yakin mama ngerti. Wajah mama tadi nggak kelihatan marah, kok. Semoga mama masih mau maafin Sal ya, Mas."
"Mama udah pernah menahan sakit hati yang parah banget, Sal. Aku nggak mau ada yang nyakitin mama lagi, apapun itu." Masih datar nada bicara Andro. Salma lalu memeluknya dari belakang, menyelipkan tangannya di ketiak sang suami. Andro merasa ada yang berbeda saat tubuh Salma bersinggungan dengan punggungnya. Ia meneguk ludahnya.
"Iya, nanti kita selesaikan sama mama ya, Mas. Tapi sekarang Mas, jangan marah, jadi kayak orang PMS, kan, semua Mas ajak marahan. Mbak Rea juga minta maaf sama Mas, katanya Mas marah juga sama mbak. Kenapa? Mas pengen kayak Mbak Rea dan Mas Dimas juga?"
Dengan agak gemetaran Salma menarik tangannya, yang tadi terselip di ketiak Andro sekarang telah berpindah, masuk ke dalam kaus hitam bermotif outer space dengan satu galaksi spiral bertuliskan Andromeda.
"Mas tadi lihat Mbak Rea sama Mas Dimas, kan? Hot banget, ya? Mas pengen juga? Tadi mereka ngapain sih, Mas? Kasih tahu Sal, ya," Salma berbisik dengan nada menggoda. Andro masih diam. Kali ini tak hanya menelan ludah, tapi degub jantungnya sudah berdetak tak tentu arah.
Segala jenis rasa malu Salma buang jauh-jauh, fokusnya hanya pada Andro. Ini kesempatan untuk membuat pemuda tampan itu berhasil memperoleh pengalaman pertamanya. Bukan sekadar kenikmatan dunia yang menjadi tujuan Salma, melainkan agar suaminya bisa terlepas dari trauma dan bayangan buruk yang selama ini menghantuinya.
Gunung es yang terbentuk sejak insiden dengan mama tadi perlahan mencair. Bagaimanapun Andro hanyalah seorang pria dewasa sekaligus manusia biasa, hasrat tentu saja ada, bahkan menggelora. Maka tak butuh berlama-lama untuk Andro hanyut dalam pesona Salma.
Andro bagai musafir yang telah lama berjalan di keringnya padang pasir. Ia menjumpai sumur di tengah kehausannya, hanya saja sumur itu terkunci, hingga ia harus bersabar menunggu sang pemilik membukakan pintu. Detik ini kesabarannya membuahkan hasil. Sang pemilik telah membukakan pintu, mempersilakannya untuk mereguk kesegaran sepuas hatinya. Ialah sang musafir, sedang Salma si pemilik air.
Maka betapa bahagia hati Andro. Timba telah terjatuh ke dalam sumur, dan ia bisa melepas dahaga yang telah ia tahan sejak lama.
Dijatuhkannya timba lebih dalam, semakin dalam, hingga menyentuh dasar sumurnya. Keringat mengucur deras. Bebannya sudah terhempas. Dahaga yang selama ini tertahan telah pula terlepas. Puas."Sal, aku bisa, Sal. Semuanya karena kamu. I love you, Sal. I love you. Terima kasih sudah sepenuhnya jadi milikku. I love you." Andro tersengal-sengal, di titik antara kenikmatan dan kelegaan. Dia bisa keluar dari bayangan buruk itu. Dia bisa. Bisa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
General FictionKeinginan dari keluarga ditambah rasa iba membuat Andro nekat melamar Salma, guru ngaji mamanya. Ia sadar, belum bisa sepenuhnya melupakan Zulfa. Maka muncul pula keraguan, bagaimana jika Salma hanya menjadi pelarian saja? Berbekal niat baik dan ras...