Extra Part 1

3.1K 394 137
                                    

Wahyudi baru saja masuk ke direksi keet, helmnya bahkan masih bertengger di kepala, ketika salah seorang security memanggil namanya.

"Mas Yudi, ada yang nyariin tuh di luar."

"Eh, maaf. Siapa ya, Pak?"

Dia tak merasa ada janji dengan siapa-siapa. Kalaupun Andro yang datang, biasanya langsung masuk saja tanpa harus sekuriti yang memanggilkan.

"Nggak ngerti saya, Mas. Tapi areke ayu. Wajahnya nggak kayak orang Indonesia. Bule gitu. Rambutnya coklat, keriting kayak Marimar si gadis pantai."

Wahyudi terkikik geli mendengar ucapan terakhir si bapak sekuriti. Siapa pula Marimar si gadis pantai? Dia tahunya marimar yang minuman sachet.

Diucapkannya terima kasih, kemudian bergegas ke luar. Diam-diam hatinya menerka, hanya saja tak berani menyebut nama yang melintas di pikirannya. Rasanya tidak mungkin kalau dia. Tapi....

"Leticia?" Nama itu akhirnya terucap juga. Tepat. Sesuai dugaannya.

"Hola, Yudi. Que tal? (Halo, Yudi. Apa kabar?)" Leticia tersenyum. Berusaha terlihat akrab dan biasa saja, namun kesan canggung tetap saja ada. Pun Wahyudi, yang tak menyangka sama sekali.

"Alhamdulillah. Muy bien (kabar baik). Tapi Andro dan Salma nggak ada di sini. Kamu cari mereka, kan?" Wahyudi mengedarkan pandang ke sekeliling, mencari seseorang yang mungkin membersamai Leticia, tapi tak ada.

"Kamu ke sini dengan siapa?" tanya Yudi lagi.

"Sendiri. Dan aku ke sini cari kamu." Jawaban Leticia agak mengejutkan bagi Yudi.

"Oh ya? Adakah sesuatu yang cuma bisa dibantu olehku?" Sebuah pertanyaan aneh meluncur begitu saja, lalu disesali oleh si penanya.

"Emm..., apa aku mengganggu?" Ragu-ragu Leticia berucap.

Wahyudi jadi tak enak hati. Lagipula, kenapa harus kikuk? Toh diantara mereka tak ada apa-apa. Dia juga baru sepekan lalu berikrar di depan sahabatnya untuk tak lagi memikirkan hal-hal yang tidak bermanfaat untuk masa depannya, salah satunya soal perempuan. Setidaknya untuk saat ini. So, kenapa kehadiran Leti harus mengganggunya?

"Off course not. Kamu sudah makan, Leticia?" Leticia menggeleng.

"Kita makan, yuk." Leticia menggeleng lagi.

"Sekali lagi aku minta maaf, Leticia. Aku tadi cuma surprised saja kamu datang mencariku. Rasanya itu sesuatu yang impossible. But it's okay. Yuk, makan. Aku lapar. Ada kafe dengan menu rice bowl enak di dekat sini. Kalau kamu nggak makan nasi, aku akan menraktirmu churros sebagai permintaan maaf."

Wahyudi bersyukur sekali uang beasiswa yang rutin dia terima selalu dia gunakan dengan sebaik dan sehemat mungkin. Setidaknya dalam kondisi seperti ini dia tak harus terlihat kere-kere amat. Perkara nanti harus ngutang pada Andro untuk menambal sisa hidupnya di Surabaya —yang itu pun numpang pada keluarga sahabatnya— bisa dipikir sambil jalan.

"Apa kamu nggak suka aku datang ke sini?" Leticia masih terlihat tak enak hati. Wahyudi jadi heran, ada gadis cantik yang dibesarkan dengan kultur Eropa, tapi punya rasa sungkan di atas rata-rata.

"Aku suka, Leticia. Aku suka. Cuma merasa surprised saja. Come on, Leticia, jangan menolak. Aku lapar." Wahyudi menarik tangan Leticia agar mengikutinya. Tawa Leticia terdengar. Hati Wahyudi langsung lega tak terkira.

Kafe yang dimaksud tak jauh dari proyek tempatnya magang, hanya sekira 100 meter saja. Dia pernah sekali makan di sana. Waktu itu Dimas mampir proyek saat jam makan siang tiba. Tahu Wahyudi adalah orang yang punya peran besar dalam hidup adik iparnya, ditraktirnya Wahyudi makan di kafe.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang