Yes I will, take your hand and walk with you
Yes I will, say these three words that promise to
Yes I will, give you everything you need
And someday start a family with you
(Backstreet Boys - Yes I Will)***
Hampir jam delapan ketika Andro dan Salma masuk ke rumah usai mengantar Wahyudi ke stasiun. Papa dan mama Andro masih sibuk dengan beberapa urusan pasca gelaran pernikahan tadi siang. Rea dan Dimas menginap di salah satu hotel berbintang lima, hadiah dari salah seorang kolega papanya.
"Ndro, nggak pengen tidur di hotel juga?" tanya mamanya.
"Gimana Salma aja deh, Ma," jawab Andro, sambil menoleh ke arah istrinya. Salma menggeleng.
"Salma nggak mau, Ma."
"Lho, kenapa nggak mau, Ustadzah? Kan malam pertama, biar jadi malam yang berkesan." Salma tetap menggeleng, wajahnya terlihat malu-malu.
"Ma, udah jadi mantu masa iya manggilnya ustadzah, sih?" protes Andro disambut tawa mamanya.
"Iya, maaf. Nggak apa-apa ya, mama panggil Salma saja? Mulai hari ini, Salma juga panggilnya jangan Bu Tami dan Pak Antariksa, tapi mama dan papa. Ya?" Mama menepuk pipi menantunya.
"Baik, Bu Tami. Terima kasih."
"Mama, Sal. Bukan Bu Tami."
"Iya. M-ma-mama." Salma gugup. Ada bening menggenang di kedua pelupuk. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia memanggil seseorang sebagai mama. Ya, Salma punya orang tua sekarang.
Mama mertua seakan tahu, segera memeluk erat sang menantu. Tangis Salma tumpah di bahu mama Andro. Dengan agak ragu Andro mengulurkan tangan, mengusap lembut punggung Salma.
"Udah, Sal. Mulai sekarang kalau mau nangis peluknya aku aja." Masih sempatnya menggoda. Lalu menarik Salma dan berpamitan pada mama untuk masuk ke kamar.
Andro mencoba tenang meski ada yang berdebar-debar. Untuk pertama kalinya mereka berduaan di kamar tanpa ada aktivitas lain yang menunggu di luar. Salma apalagi, ia salah tingkah. Padahal siang tadi sudah membantu Andro berganti baju. Tapi yang ini beda, mereka mungkin tak akan keluar kamar lagi sampai besok pagi.
"Sal?"
"Ehk, i-iya, Mas."
"Emm, itu, emm, mau makan lagi nggak?" Andro ketularan gugup.
"Ng-nggak usah, Mas. Masih kenyang."
"Eh, ya udah. Kita ganti baju dulu aja ya. Kamu apa aku dulu yang ke kamar mandi?"
"Emm, silakan Mas dulu aja."
Andro menuju lemari, mengambil kaus dan celana pendek yang nyaman, lalu melepas baju yang melekat di badan. Ia membalut bagian bawah dengan handuk saja. Salma memalingkan wajah sambil menelan ludah, makin salah tingkah. Andro tak paham, ia bahkan tak melihat ke arah Salma sehingga tak tahu reaksi istrinya. Hanya berpikir bahwa suami istri biasa melakukan hal demikian.
Usai bergantian kamar mandi, Andro meminta Salma duduk di sebelahnya, di atas tempat tidur empuk yang mulai malam ini tak lagi ditempatinya seorang diri. Mereka duduk bersisian, bukan berhadapan.
"Sal, terima kasih ya udah mau menikah sama aku." Cuma begitu, tapi bikin Salma yang sejak tadi sudah gemetaran makin tak keruan.
"S-saya yang t-terima kasih, Mas."
"Emm, jadi gini, Sal. Kita menikah kan dadakan, udah pasti banyak hal yang belum kita tahu satu sama lain. Emm..., anu, kalau malam ini kita emm, ngobrol dulu aja, kamu keberatan nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
Ficción GeneralKeinginan dari keluarga ditambah rasa iba membuat Andro nekat melamar Salma, guru ngaji mamanya. Ia sadar, belum bisa sepenuhnya melupakan Zulfa. Maka muncul pula keraguan, bagaimana jika Salma hanya menjadi pelarian saja? Berbekal niat baik dan ras...