47. Mengikhlaskan

3.3K 480 45
                                    

Happy reading :)

***

Nyaris seharian Salma berkutat dengan urusan rumah yang sudah lebih dari tiga hari ditinggalkan. Seperti biasa, dia merasa seisi rumah harus segera dibersihkan, padahal yang lain merasa tidak ada sedikitpun kerapian dan kenyamanan yang berkurang.

Ibunya sudah mengingatkan supaya Salma istirahat dulu saja, tapi Salma tetap keras kepala. Dia merasa kurang nyaman dan tidak tahan melihat rumah yang -menurutnya- berdebu. Setelah urusan kebersihan usai pun Salma masih melanjutkan dengan membuat kue, kegiatan yang sudah berhari-hari tak dia lakukan. Pada akhirnya yang bisa dilakukan ibunya hanya membantu, paling tidak mengurangi potensi Salma dari kecapaian.

Tak ada yang tahu, Salma melakukan itu semua untuk mengalihkan kesedihan setiap kali teringat pada Bu Miska. Dia baru menyadari, bahwa makin bertambah hari, rasa kehilangan atas seseorang yang begitu berarti bukannya makin berkurang justru malah makin menusuk hati.

Salma baru saja mengeluarkan loyang dari oven. Aroma harum berebut menyapa penciuman, sumbernya adalah seloyang sponge cake keju dan seloyang lagi rasa pandan.

"Bikin apa sih, Sal? Baunya enak bener." Sepasang tangan melingkari perut Salma, embusan napas terasa hangat di belakang telinganya.

"Ih, Mas nih, datang nggak diundang, pulang nggak bilang-bilang. Ngagetin aja. Mana belum cuci tangan cuci muka, udah main peluk aja." Salma mengomel. Memukul pelan tangan yang sedang mengelus perutnya.

Andro tertawa sambil mengacak rambut Salma. Disapanya jabang bayi di dalam rahim sang istri, kemudian memberi kecupan untuk si calon ibu muda sebelum dia beranjak menuju ke kamar.

Langkahnya terhenti melihat Bu Dita berjalan ke arah dapur. Disambutnya dengan mencium tangan sang ibu mertua, lengkap dengan basa-basi secukupnya.

"Bu, nitip sebentar, ya. Nanti kalau udah agak dingin, tolong dipindah tempatnya. Sal mau ngeladenin Mas dulu," pinta Salma setelah selesai mencuci tangan di wastafel.

Pernah dua pekan di Semarang membuat Bu Dita sudah hafal kebiasaan Salma setiap kali Andro datang. Dia merasa senang, putrinya tumbuh menjadi perempuan yang istimewa, taat dan selalu melayani pada suaminya.

Salma menyusul ke kamar. Merebahkan badannya sambil menunggu Andro keluar dari kamar mandi. Melihat Salma rebahan, Andro ikut berbaring di sampingnya.

"Gimana di kampus, Mas?" Salma memulai pembicaraan, menghadapkan tubuhnya ke arah Andro, dan melingkarkan tangannya di pinggang sang suami.

"Alhamdulillah. Aman, Sal." Dikecupnya kening Salma.

"By the way, Sal..., udah lama ya kita nggak...." Andro melempar kode, yang diterima dengan baik oleh sang lawan bicara.

"Iya. Sal minta maaf ya, Mas. Kemarin-kemarin agak kacau."

"Dimaklumi banget lah, Sal. Justru aku salah kalau tetap menuntut ini itu dan nggak mau mengerti keadaanmu."

"Mas mau sekarang?"

"Mau apa?"

"Dih, kura-kura dalam perahu, si dia pura-pura nggak tahu," canda Salma. Jemarinya menyusuri bulu-bulu tipis di pipi Angkasa Andromeda.

Andro tergelak riang. Sejak kepergian Bu Miska, sesuatu yang selalu Andro tunggu adalah canda dan tawa Salma, sebab mendengarnya membuat Andro yakin bahwa Salma baik-baik saja.

Keduanya beradu pandang. Dan entah siapa yang memulai, mereka mulai bertukar sentuhan yang menghangatkan.

Baru juga permulaan, suara ketukan di pintu membuyarkan segalanya. Andro lari ke kamar mandi. Salma membetulkan homedressnya yang berantakan, kemudian merapikan tempat tidur sebelum membukakan pintu.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang