Vol.09

5.3K 427 8
                                    


"Namanya..."

"Namanya Aprillio. Karena lahir dibulan April hehehe" kekeh Zen sembari menggaruk-garuk lehernya yang tak gatal.

"Aprillio aja?" tanya ibu.

"Hm iya bu, Aprillio aja. Emang kenapa?"

"Kasih tambahan nama dibagian depannya Zenon. Singkatan dari nama Zen Aaron. Walau gimana pun, Aaron juga salah satu bagian dari anak kamu ini" ujar ibu dengan tatapan mata keibuannya yang mengarah Zen.

"Gak usah, buat apa Aaron diakuin? Dia aja gak mau tanggung jawab waktu Zen hamil, malah hilang gitu aja tanpa jejak. Gak patut dijadiin ayah atau juga bagian dari hidup anaknya Zen" emosi Zen menyulut ketika ibu mengatakan hal tersebut.

"Denger Zen...anak yang kamu ini juga hasil dari benihnya Aaron loh nak. Jadi tak ada salahnya juga kan?"

Ucapan ibu memang diluar dugaan Zen, di perkiraannya itu...ibu juga tidak akan mengakui Aaron atas bayi yang telah dilahirkan Zen tapi kenyataannya membuat Zen hanya bisa pasrah saja dengan ucapan ibunya.

"Humpph iya deh bu kalau gitu namanya Zenon Aprillio" terpaksa Zen harus menerima pendapat ibunya itu daripada harus terus menolak.

"Ngomong-ngomong...kualitas benih Aaron bagus juga bisa kasih kamu anak setampan ini" canda ibu yang sedikit menyenggol-nyenggol pelan pundak Zen.

"Ishhh apaan sih bu...hump" dengus Zen.

Semakin hari, Zen semakin melupakan kenangan dulu yang buruk dengan Aaron bahkan Zen juga mencoba melupakan wajahnya. Sekarang pikirannya berfokus pada keluarga kecilnya dan mulai bekerja di bagian shift malam di sebuah cafe mall. Penghasilan kerjanya bisa dibilang sangat mencukupi dari pekerjaannya dulu yang menjadi karyawan toko.

Keuangan keluarganya juga mulai membaik tanpa ada lagi kata kekurangan seperti dahulu. Hidup Zen mulai membaik semenjak itu juga tanpa masalah lagi yang membuatnya pusing. Ketika Zen berangkat kerja shift malam, Zenon anaknya yang masih bayi di jaga oleh ketiga adiknya dan juga ibu yang ada di rumah.

5 tahun berlalu, Zenon kecil yang tadi hanya bisa merangkak-rangkak kecil kini sudah memasuki sekolah TK dan juga lebih suka berlarian kesana kemari. Setiap pagi, Zen selalu mengantar Zenon untuk berangkat sekolah. Seperti biasa ibu-ibu yang berada disekolahan selalu membicarakannya bahkan beberapa kali alpa yang tak dikenal menggoda Zen sampai membuatnya merasa sangat risih sekali dengan ucapannya.

Dan hari minggu adalah hari yang dinantikan Zen, cafe mall di setiap hari minggu selalu libur dan ia juga sudah berjanji pada Zenon untuk membawanya jalan-jalan berdua di taman kota yang ditumbuhi berbagai macam bunga-bunga cantik.

"Papa! Cepetan papa! Naik ayunan ayo!" teriak Zenon yang berlari di jalanan taman.

"Zenon jangan lari-lari nanti jatuh"

Ocehan Zen tak dipedulikannya, kakinya terus saja berlari ke arah ayunan.

Bruk

"Aduh!" ucap Zenon mengaduhkan ketika menabrak seorang pria bertubuh tinggi yang menggunakan kaca mata hitam.

"Zenon! Nak, kamu gak apa-apakan?" reflek saja, Zen langsung melesat menghampiri Zenon yang tersungkur di tanah.

"Aduh, gimana nih? Kopi saya tumpah ke baju, ini semua salah anak kamu. Kamu harus ganti rugi"

"Maaf? Buat apa aku ganti rugi? Yang ngotori baju kamu itu kopi milikmu sendiri, jadi gak ada urusannya sama saya yang harus ganti rugi..." balas Zen yang masih berjongkok melihat tubuh anaknya yang kotor.

"Dan juga suruh siapa kamu jalan sambil bawa kopi. Udah tau disini banyak anak-anak, otaknya pake dong!" lanjut Zen dan bangkit berdiri menatap pria di depannya dari ujung kepala sampai ujung kakinya.

"Ayo Zenon kita pergi dari sini. Papa muak sama orang ini" ucap Zen yang langsung menggendong Zenon menjauh dari situ.

Sungguh kejadian yang menyebalkan, padahal itu untuk pertama kalinya Zen membawa Zenon melihat taman kota. Jadi sebagai gantinya, Zen membawa Zenon membeli es cream yang lokasinya tak jauh dari taman kota.

"Zenon mau rasa apa?"

"Hump...coklat" jawabnya sembari menunjuk es cream coklat di papan menu.

"Pak, ice cream coklatnya satu sama ice cream vanilla satu"

Kembali lagi mereka berjalan menyusuri kota sembari menjilat es cream, tak lupa Zen dan Zenon berfoto bersama sebagai kenang-kenangan moment mereka berdua.

Seharian penuh, Zen menghabiskan waktu bersama putranya. Sampai pada tujuan terakhir, mereka pergi ke taman kota lagi saat sore hari. Menyaksikan matahari terbenam dengan cahaya oranye yang indah bersama dengan anaknya yang tersayang.

"Papa! Liat itu burungnya ada banyak!" tiba-tiba Zenon menunjuk kearah gerombolan burung tapi mata Zen menangkap hal lain, sepasang kekasih yang tengah berciuman.

"Anak muda jaman sekarang...ish ish ish" gumam pelan Zen.

"Zenon, ayo pulang. Udah mau malem"

"Iya pa..."







Di rumah...

"Papa nanti kita jalan-jalan lagi ya?"

"Iya sayang...papa bakal ajak kamu jalan-jalan lagi. Sekarang Zenon tidur ya, besok Zenon harus berangkat sekolah" jelas Zen dan memberikan belaian lembut untuk Zenon hingga tertidur pulas di sebelah Zen.

Posisi tubuh Zen yang menyamping ke arah putranya dan matanya fokus menatap wajah putranya yang sudah tertidur, tangannya mengelus pipi chubby Zenon yang sedikit berwarna kemerahan. Betapa Zen menyayangi anaknya yang imut ini, kulit putih dan bibir kucing yang alami membuat Zen tak ingin mengalihkan pandangannya untuk beberapa saat.

Cup

Zen mengecup kening Zenon menggenggam tangan putranya.

"Selamat tidur pangeran kecil..." bisiknya perlahan sebelum ikut tertidur dan memasuki alam mimpinya.

※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※

"Zen?"

Orang yang selama ini Zen benci muncul dihadapannya tanpa ada rasa bersalah sedikit pun? Memang manusia sialan.

"Aaron?! Mau apa kamu hah!"

"Anak itu mau aku ambil, jadi kasih aja dia ke aku. Dia lebih layak tinggal di rumah yang mewah dan hidup enak" ucap Aaron memperlihatkan senyuman sombongnya.

"Gak! Aku yang berjuang sendirian demi Zenon dan kamu seenaknya mau rebut Zenon. Itu gak akan terjadi!"

"Kamu jangan banyak omong Zen, Sini!" tangan kokoh Aaron berhasil merebut paksa Zenon dari gendongan Zen.

"Papa...hwaaa papa..." tangis Zenon langsung menggelegar dalam gendongan Aaron.

"Kamu!" saat Zen hendak melangkah, kakinya terasa sangat kaku ditempat dan tak berdaya.

"Selamat tinggal Zen si jalang murahan..." bisiknya di telinga Zen yang sudah tak berdaya.

Satu dorongan keras dari Aaron membuat Zen tumbang tak bergeming di atas jalan raya dengan sebuah mobil truk yang melaju kencang kearahnya.

"Bye bye Zen~semoga tenang di alam sana HAHAHAHA"

"Papa..."

Tin!!!!!! Brak!










//TBC

Meet You Again [M-Preg] ーTAMATーTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang