18 : Kisah Lain

291 49 10
                                    

Tolong bantu tandain typo ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tolong bantu tandain typo ya.
Happy reading buddies!

•••

Kiera melangkah masuk kedalam rumah sang ibu. Ia hanya memiliki satu jadwal syuting hari ini. Semi mengatakan padanya melalui sambungan telepon jika Nana— Ibunya itu sudah sangat merindukannya.

Sejujurnya Kiera juga menahan rindu yang sama. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia memijakkan kaki dirumah ibunya. Dan ketika mata sayu itu tertangkap pandangan matanya, senyum Kiera secara natural terbentuk. Wanita akhir 20an itu berjalan semakin cepat untuk memeluk sang ibu.

"Ibu, apa kabar?" sapanya begitu pelukan itu terlepas.

"Seperti yang kamu lihat, ibu baik-baik saja. Bahkan sepertinya ibu merasa semakin baik." Nana mengembangkan senyumnya. Usianya yang kian tahun semakin bertambah tua tidak sedikit pun mampu menghilangkan kemanisan pada senyum yang ia kembangkan.

Kiera mengeluarkan buah dari dalam keranjang. Ibunya itu tidak diperbolehkan bebas memakan apa pun di keadaannya yang sekarang. Ibunya sudah lama mengidap penyakit yang membahayakan. Walaupun tahun lalu ibunya sudah dinyatakan sembuh, namun sesekali dokter menyarankan jika sebaiknya Nana diperiksa setidaknya sebulan dua kali.

"Kamu tidak ada jadwal syuting?" Nana menatap Kiera yang sedang fokus mengupas kulit apel dengan pisau yang diambilnya dari dapur.

"Aku akan melakukannya nanti malam." Kiera mendekatkan potongan apel itu kepada Nana. Nana mulai menggigit potongan apel itu.

"Alagan ... dia bagaimana?" tanya Kiera pelan.

Nana bergeming selama beberapa detik. Tidak biasanya Kiera menanyakan kabar Alagan kepadanya. Kiera terkadang memilih tidak bertanya atau langsung menanyakannya pada Alagan.

"Dia terlihat baik-baik saja. Tapi ibu rasa ia memiliki pekerjaan tambahan di kantornya. Alagan selalu pulang larut belakangan ini."

Kiera mengangguk mengerti. Ia meraih tas nya dan bergerak mengeluarkan sesuatu dari dalam sana.

"Kiera ... apa ini?"

"Bulan lalu aku tidak memberikan Ibu uang sepeserpun. Aku ingin mengirimkannya pada rekening Alagan, tapi sepertinya anak itu tidak akan sempat mengambilnya. Terima ini Bu."

"Kamu tidak per—"

"Aku perlu Bu." potongnya cepat. "Jangan pernah melarangku. Biaya pengobatan begitu mahal belakangan ini. Biarkan aku yang membayarnya."

SCANDARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang