Mobil putih dengan sein kiri berpendar itu merapat ke area sekolah, berhenti tepat di hadapan empat siswi dan seorang siswa. Dari dalam sana, keluar seorang pria berpostur tubuh tinggi, tegap, dan gurat wajah yang keras. Pria itu berjalan mendekati mereka.
"Selamat siang, semua." Sapanya ramah, tak lupa dengan senyuman yang mengembang.
"Selamat siang, Om." Jawab Vinny, Shani, dan Nabila serempak.
"Lagi pada nungguin jemputan?"
"Iya, Om." Ketiganya menjawab lagi, kali ini dibarengi anggukan.
Pria itu membulatkan mulut, lalu pindah melihat ke samping. "Ayo, Ve. Kita pulang. Atlas bareng aja. Sepedanya bisa dimasukin ke bagasi. Sebentar, Om buka dulu, ya."
Ve menengok ke arah Atlas ketika pria itu membuka kunci bagasi, bertanya apa yang harus dilakukan.
Atlas berpikir cepat, mengamati gerak-gerik pria itu.
"Kok diem? Ayo, masukin sepedanya." Pria itu melambaikan tangan.
Tetapi Atlas tak kunjung melaksanakan perintah tersebut. Ia masih bergelut dengan pikirannya.
Pria itu pun mendekat. "Ya, udah. Biar Om aja yang masukin."
Ditahan. Atlas tidak melepas genggaman tangannya dari stang sepeda saat akan diambil alih oleh pria itu. Matanya serius menatap orang di depannya.
Pemandangan itu pun sontak membuat Vinny, Shani, dan Nabila kebingungan. Mengapa Atlas seperti tidak suka kepada orang tersebut? Memang ada apa? Begitulah pikir mereka.
Ve segera menyikut lengan Atlas setelah tahu ketiga temannya mulai mencuatkan benih pertanyaan dalam sorot mata mereka.
Atlas menoleh. Ia pun berpandangan dengan Ve. Berbicara lewat tatapan mata. Tak lama, Atlas melepaskan tangan. Membiarkan orang itu memasukan sepedanya.
"Kamu yakin?" Tanya Atlas nyaris tak bersuara.
Ve mengangguk. Meski tak seyakin anggukannya.
"Ve, ayo! Udah mulai sore. Nanti jalannya keburu macet lagi." Ucap Pria itu seraya menutup bagasi mobil. "Om duluan, ya. Kalian hati-hati."
"Iya, Om." Tiga teman Ve mengangguk lagi.
Pria itu pun duduk di kursi kemudi, mengenakan seatbel.
"Vin, Shan, Bil, kita duluan, ya." Ve berpamitan.
"Iya, Ve. Kalian berdua hati-hati, ya." Shani menjawab, mewakili dua temannya.
Ve dan Atlas mengangguk. Mereka berdua ragu-ragu masuk ke kursi bagian tengah. Setelah memastikan penumpangnya telah duduk, mobil perlahan bergerak, meninggalkan area sekolah.
* * *
"Kalian udah makan?" Pria itu bertanya, memecah keheningan selama lima menit sejak mobil melaju. Kedua matanya nampak di spion tengah.
Ve dan Atlas menoleh, mengangguk. Lalu saling memalingkan wajah lagi ke jendela. Menyibukan diri. Menghindari percakapan.
Suasana kembali lengang.
Mobil yang mereka tumpangi terjebak macet. Lampu merah. Biasanya, jika menggunakan sepeda, keadaan seperti ini bukanlah hambatan. Atlas dengan cekatan dapat menyalip kendaraan lain di depannya. Dan waktu tempuh pun menjadi lebih singkat. Tidak perlu menunggu lama.
"Mau apa nemuin aku?"
Atlas menengok, melihat Ve menatap dalam orang dibalik kemudi lewat spion tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunggu Aku.. [Complete]
Romance"Hidup kita ini bagai sebuah drama. Dunia adalah panggung pementasannya. Lalu takdir yang mengatur alur kisahnya. Dan kita, sebagai pemainnya. Keren, kan? Tanpa disadari, ternyata kita itu artis." ---------- "Saat aku mulai percaya, kenapa kamu mala...