"Demikian rapat kita pada hari ini. Semoga apa yang telah didiskusikan dan disetujui dapat menjadi sumber manfaat bagi seluruh mahasiswa terutama bagi kita sendiri selaku penyetujunya. Terima kasih atas perhatiannya. Selamat siang."
"Selamat siang."
Seluruh peserta rapat merapikan barang masing-masing, memasukannya ke dalam tas. Begitu juga dengan Ve. Ia mematikan dan menutup laptop--hadiah ulang tahun dari Dimas tahun kemarin--setelah menyimpan dokumen yang diketik selama acara berlangsung.
"Ve, nanti notulanya kamu print terus diarsipkan, ya. Kalau buat disebar, lewat e-mail aja."
Gadis itu mengangguk kepada sang ketua baru. Mengenakan tasnya, lalu memeluk laptop, keluar ruangan bersama yang lain untuk pulang.
Hari itu, Ve telah menghadiri rapat pembahasan proposal kegiatan pameran buku yang akan dilaksanakan oleh BEM bulan depan. Ia bertindak sebagai notulis. Sesuai dengan tupoksinya menjadi anggota komisi C, sekretaris DPM.
Semester tiga ini, mahasiswa dibebaskan mengikuti UKM, untuk mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki. Tapi lain halnya dengan Ve, sebenarnya ia tidak terlalu ingin tergabung dalam struktur organisasi DPM.
Hanya saja, tanpa sepengetahuannya, Ve ternyata diajukan oleh Bu Bela kepada anggota DPM periode kemarin supaya dipilih. Menolak pun Ve merasa tidak enak, karena Bu Bela adalah dosen favoritnya. Terlebih, anggota DPM malah meng-acc pengajuan tersebut. Apalagi Faris. Jadilah Ve masuk menjadi bagian organisasi tersebut.
Lagi pula, ia memang tidak tahu harus memilih apa. Dari sekian banyak UKM, tidak ada yang menarik minatnya. Berbeda dengan empat teman-temannya. Mereka memiliki pilihan masing-masing. Vinny, bulu tangkis. Shani, debat Bahasa Inggris. Nabila, vokal grup. Jinal, dance. Ceje, dia tidak mengikuti apa-apa, dengan alasan, tidak ada yang ia sukai selain musik, sedangkan di kampus mereka tidak ada UKM musik.
Omong-omong soal Faris, semenjak kejadian di gudang tempo lalu, laki-laki itu nampak menjaga jarak pula dengannya. Ve merasa senang. Karena dengan begitu, Nazmi tidak akan menuduhnya lagi merebut Faris darinya.
Akan tetapi, hal tersebut bertahan tak lebih dari dua minggu. Minggu ketiganya, diam-diam, Faris mendekati Ve yang sedang membaca buku di perpustakaan. Ia meminta maaf atas perlakuan buruk 'pacarnya'. Juga bilang agar Ve tidak menjauhinya.
"Aku gak mau kejadian itu terulang lagi, Kak."
"Aku bisa pastiin hal itu gak bakal terulang, Ve. Sekarang aku tahu siapa aja yang jadi kaki tangan dia, mata-mata buat ngikutin aku. Aku tinggal menghindar aja. Ketemu kamu sembunyi-sembunyi. Lagian, aku juga udah males sama dia. Cuma bingung aja gimana mutusinnya."
Ve diam. Tidak menanggapi lagi. Ia pasrah saja jika ternyata Nazmi tahu bahwa Faris tetap mendekatinya.
Tapi, apa yang dikatakan Faris rupanya terbukti. Hingga kini, Nazmi tidak mengganggu dirinya. Tidak mendatangi meja teman-temannya saat di kantin. Tak tahu apa yang ia lakukan. Yang jelas, Faris masih suka bertemu dengan Ve walau tidak sesering dulu.
Sama dengan Devan. Meski Ve telah menyuruh ia agar tidak usah menemuinya lagi, laki-laki itu membandel. Devan selalu curi-curi kesempatan untuk bisa mengobrol dengan Ve. Menyamar jadi pedagang di kantinlah, tiba-tiba ada di kelasnyalah, sampai-sampai masuk ke dalam tong sampah samping kursi yang selalu Ve tempati ketika menunggu kelas berikutnya mulai.
"Kak Devan ngapain di situ?" Ve berseru kaget saat melihat Devan menyembulkan kepala, yang penuh oleh serpihan daun kering.
"Suutt!" Devan meletakan telunjuk di bibir mungil gadis itu. Celingak-celinguk. Waspada. "Jangan kenceng-kenceng ngomongnya. Nanti ketahuan sama orang bayaran Stella lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunggu Aku.. [Complete]
Romance"Hidup kita ini bagai sebuah drama. Dunia adalah panggung pementasannya. Lalu takdir yang mengatur alur kisahnya. Dan kita, sebagai pemainnya. Keren, kan? Tanpa disadari, ternyata kita itu artis." ---------- "Saat aku mulai percaya, kenapa kamu mala...