Pagi hari, di sebuah rumah panti, seluruh penghuninya tengah disibukan oleh aktivitas masing-masing. Mempersiapkan peralatan sekolah, memeriksa buku tugas, menonton televisi, juga mencuci piring.
Seusai melakukan sarapan bersama, Ve kembali ke kamarnya, mengambil tas, lalu ke dapur untuk mengambil sepatu.
"Ve, kamu udah ngambil susu bagian kamu belum?" Di depan wastafel, Kak Maya menengok, ia cekatan menggosok piring kotor, tangannya penuh dengan busa.
"Susu?" Ve keheranan. Setahu ia, Pak Baron tidak pernah menyediakan susu untuk anak-anak panti. Jika ingin, kami akan membelinya di warung. Atau mungkin ini menu baru?
"Iya." Kak Maya mengangguk, memberikan piring basah kepada Tita untuk dikeringkan. "Kemarin, ada donatur yang ngasih susu sapi, terus Kakak bagi rata biar semua kebagian. Kamu udah ngambil?"
Ve ber-oh pelan. "Belum, Kak."
"Kalau belum, di meja makan ada tiga gelas lagi, sekalian kasihin punya Atlas, ya. Dia juga belum ngambil."
Ve mengangguk, berjalan menuju meja, meraih dua gelas susu, lalu membawanya ke beranda depan.
"Itu apa, Ve?" Atlas yang sedang mengikat tali sepatu mendongak.
"Susu sapi."
"Dari donatur?"
Ve mengangguk. Meletakan segelas susu di atas meja. "Kamu mau ke mana?" Tanyanya saat Atlas hendak bangkit.
"Mau ke dapur. Setiap minum susu sapi, aku biasanya nambahin gula. Biar manis."
"Ya, udah. Sama aku aja. Sekalian ngambil sepatu." Ve urung meletakan gelas kedua. "Berapa sendok?"
"Dua aja."
Ve pun kembali lagi ke dapur. Mencari toples berisi gula putih diantara toples bumbu lain. Baru akan mengambilnya, sebuah panggilan menghentikan gerakan tangan Ve. Ia pun menengok, sambil tetap meraih toples gula, "Iya, Kak. Nanti gelasnya aku simpan di wastafel."
Selesai menambahkan gula, Ve menjinjing sepatunya pula ke beranda.
"Makasih, Ve." Atlas menerima gelas susunya, tersenyum.
"Sama-sama." Jawabnya setelah duduk. Lalu membungkuk, untuk mengenakan sepatu.
"Kamu kenapa? Pagi-pagi udah cemberut aja." Atlas mengelap bibirnya, bertanya pada Lion yang keluar dari pintu dengan wajah masam.
Lion mendengus sebal. "Susu bagian aku diminum sama Zian."
"Ketimbang susu doang dipermasalahin. Namanya juga anak kecil, suka pengen lagi kalau dikasihnya sedikit. Kamu kan udah gede. Jadi harus ngalah."
Ve menegakan tubuh, meraih gelas, lalu meneguk isinya. Sambil menonton siaran langsung ceramah di pagi hari.
"Tapi aku juga pengen, Kak. Jarang-jarang loh ada donatur yang ngasih susu sapi. Biasanya kan sembako."
"Ya, semoga aja nanti dikasih lagi." Jawab Atlas ringan.
Lion memonyongkan bibir, masih kesal. Tak terima susunya diminum yang lain. "Eh, itu gelas apa, Kak?"
Atlas melirik ke atas meja. "Susu."
"Masih ada?"
"Masih."
Senyum Lion mengembang, wajahnya nampak begitu cerah. "Buat aku, ya."
"Eh, jangan." Atlas secepat kilat mengambil gelas itu, mendahului tangan Lion.
"Kenapa?"
"Ini punya aku." Singkat Atlas.
"Pelit banget sih. Minta dikit doang padahal." Lion mencebik. Berusaha merebut gelas dari Atlas. "Katanya harus ngalah. Gimana sih? Kak Atlas kan lebih tua dari aku. Jadi harus ngalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunggu Aku.. [Complete]
Romance"Hidup kita ini bagai sebuah drama. Dunia adalah panggung pementasannya. Lalu takdir yang mengatur alur kisahnya. Dan kita, sebagai pemainnya. Keren, kan? Tanpa disadari, ternyata kita itu artis." ---------- "Saat aku mulai percaya, kenapa kamu mala...